Penyebaran Islam di Nusantara, khususnya di daerah pesisir Lasem di Jawa Tengah, sangat dipengaruhi oleh berbagai pendekatan dakwah yang memadukan ajaran Islam dengan budaya lokal. Salah satu pendekatan utama yang digunakan oleh para wali yaitu integrasi seni dan budaya lokal dalam bentuk gamelan dan tembang. Sunan Bonang, salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Nusantara dan anggota Wali Songo, memainkan peran kunci dalam memanfaatkan alat musik tradisional, khususnya bonang, untuk mengkomunikasikan nilai-nilai Islam.
Penulis akan membahas tentang alat bonang tidak hanya sebagai instrumen musik, tetapi juga sebagai media dakwah yang efektif, serta peran penggunaan alat ini telah membantu mengakulturasi ajaran Islam dalam budaya lokal Lasem yang juga banyak pengaruh dengan pedagang Tionghoa, India, dan Timur Tengah. Fakyta Sejarah juga menyebutkan terdapat klenteng tertua di jawa yang tepat berada di Lasem, bahkan rumah-rumah bersejarah masih ada saat ini. Kondisi ini memudahkan masuknya berbagai pengaruh agama dan budaya, termasuk Islam, melalui jaringan perdagangan maritim pada era abad ke 15 hingga 16 Masehiu.
Bonang merupakan salah satu instrumen dalam gamelan Jawa yang terdiri dari rangkaian gong kecil yang ditempatkan dalam satu set penataan khusus. Bonang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan stik berlapis kain, menciptakan suara khas yang memancarkan nada-nada harmonis. Dalam tradisi gamelan, bonang bukan hanya alat musik, tetapi juga memiliki fungsi spiritual dan sosial dalam upacara-upacara adat, ritual, dan kegiatan sosial masyarakat Jawa. Oleh karena itu, pemanfaatan bonang sebagai alat dakwah oleh Sunan Bonang memiliki dampak yang signifikan dalam membangun jembatan antara Islam dan budaya lokal.
Studi tentang peran alat musik dalam penyebaran Islam di Jawa telah banyak dilakukan oleh para sejarawan dan antropolog. Ricklefs (2006), dalam bukunya Mystic Synthesis in Java, membahas bagaimana para wali seperti Sunan Bonang menggunakan seni untuk menyebarkan ajaran Islam dengan damai dan adaptif terhadap budaya lokal. Senada dengan itu, Woodward (1989) dalam karya Islam in Java: Normative Piety and Mysticism menyoroti bahwa integrasi alat musik dalam dakwah Islam di Jawa mencerminkan penerimaan nilai-nilai Islam yang lentur terhadap budaya setempat, sehingga ajaran Islam dapat diterima tanpa banyak resistensi.
Sementara itu, penelitian lokal seperti yang ditulis oleh Sutrisno (2010) dalam jurnal Tradisi Islam Nusantara menyoroti pentingnya bonang sebagai simbol dalam dakwah Sunan Bonang. Melalui bonang, Sunan Bonang menyisipkan syair-syair berisi ajaran Islam dalam tembang-tembang Jawa, sehingga masyarakat Jawa yang terbiasa dengan irama dan nada bonang dapat menerima nilai-nilai Islam melalui media yang sudah mereka kenal sejak lama.
Sunan Bonang menggunakan alat bonang bukan hanya untuk memainkan musik, tetapi juga untuk menyampaikan pesan-pesan Islam dalam bentuk tembang yang dinyanyikan dalam bahasa Jawa. Tembang tersebut sering kali mengandung nilai-nilai tasawuf dan pesan moral, seperti mengajak masyarakat untuk menjauhi hal-hal buruk dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Strategi ini sangat efektif karena masyarakat Lasem dan Jawa secara umum sudah memiliki keterikatan budaya yang kuat dengan gamelan. Dengan cara ini, Sunan Bonang dapat menjembatani ajaran Islam dengan kepercayaan lokal tanpa adanya benturan budaya yang kuat.
Adapun tembang-tembang yang diperkirakan dimainkan oleh Sunan Bonang mengandung pesan-pesan yang mendalam tentang akhlak dan spiritualitas. Sebagai contoh tembang Sunan Bonang yang berjudul “Tombo Ati”. Sunan Bonang sering kali memasukkan konsep tentang ketawadhuan (kerendahan hati), kesabaran, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini sangat resonan dengan pandangan mistisisme Jawa yang menghargai keseimbangan batin dan keselarasan dengan alam yang merupakan konsep dari ajaran jawa kasampurnan. Bonang dalam hal ini, menjadi alat yang mampu merangkum dan menyampaikan ide-ide tersebut secara halus dan menarik.
Bonang juga memiliki fungsi simbolik dalam integrasi budaya dan agama di Lasem. Dengan mengadaptasi gamelan, Sunan Bonang menunjukkan bahwa Islam tidak bertentangan dengan budaya local, sebaliknya, Islam justru dapat melengkapi dan memperkaya tradisi yang ada. Pendekatan ini juga mempengaruhi perkembangan kesenian Islam di Jawa yang menghasilkan bentuk-bentuk seni khas, seperti wayang kulit yang digunakan oleh para wali untuk menceritakan kisah-kisah moral yang bersumber dari ajaran Islam.
Alat bonang menjadi simbol penerimaan masyarakat Jawa terhadap Islam sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Dalam analisis penulis yang juga merupakan Masyarakat sekitar mendapatkan data yang mayoritas suka dengan lantunan gending atau gamelan, setalah generasi milenial kini mulai menurun.
Dampak dari pendekatan ini dapat dilihat hingga saat ini. Hingga kini, bonang dan alat-alat gamelan lainnya masih digunakan dalam berbagai upacara adat dan kegiatan keagamaan di Jawa, termasuk di daerah pesisir Lasem, bahkan sampai sekarang ketika haul Sunan Bonang atau orang Lasem dan sekitarnya menyebutkan dengan istilah Bonangan itu terdapat ritual khusus menyucikan alat Bonang.
Selain itu, ajaran-ajaran Sunan Bonang yang disampaikan melalui bonang masih hidup dalam tradisi lisan dan cerita rakyat masyarakat setempat. Sebagian besar masyarakat Jawa telah menginternalisasi ajaran-ajaran Islam yang disampaikan melalui bonang dan tembang, sehingga mereka merasakan kedekatan emosional dengan ajaran Islam.
Dengan demikian, pendekatan ini menunjukkan keberhasilan Sunan Bonang dalam menghindari konfrontasi budaya yang mungkin terjadi antara agama baru dan tradisi lokal. Dengan menggunakan musik sebagai alat dakwah, Sunan Bonang berhasil mengubah pola pikir masyarakat tanpa harus menghilangkan unsur budaya Masyarakat yang telah lama mereka pegang. Pendekatan yang dilakukan oleh Sunan Bonang ini menjadi model bagi para penyebar Islam lainnya di Nusantara yang menekankan dakwah yang damai dan penuh toleransi.
Penggunaan alat bonang oleh Sunan Bonang sebagai media dakwah di Lasem sebagai contoh nyata dari kecerdikan para wali dalam memadukan ajaran Islam dengan budaya lokal. Dengan pendekatan ini, Sunan Bonang mampu menyebarkan Islam tanpa menimbulkan perlawanan budaya, melainkan dengan mengembangkan rasa harmoni antara agama dan tradisi.
Bonang, sebagai instrumen musik, tidak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media yang efektif untuk menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang akrab (Srawungan) bagi masyarakat Jawa. Pengaruh bonang dalam penyebaran Islam di Lasem dan wilayah Jawa lainnya hingga saat ini menunjukkan betapa kuatnya akulturasi budaya dalam membentuk identitas Islam Nusantara yang unik dan inklusif.