Chindy Faizah Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya

Membaca Teori Dramaturgi mengenai Fakultas Populer versus Fakultas Islami di UINSA

3 min read

Dramaturgi adalah salah satu teori dalam ilmu sosial. Pencetus teori sosiologi ini adalah Erving Goffman.  Ia adalah seorang sosiolog dan filsuf, mencetuskan teori ini karena minatnya yang tinggi pada permasalahan-permasalahan sosial yang ada di sekitarnya.

Ia menganggap bahwa dunia ini adalah panggung. Ibaratnya, kehidupan ini seperti teater yang interaksi sosialnya mirip dengan pertunjukan di atas panggung, pertunjukan yang berisi dengan peran-peran oleh berbagai macam aktor.

Manusia adalah makhluk sosial. Ia memiliki peran masing-masing layaknya drama. Ada yang berperan sebagai antagonis, protagonis, dan bahkan hanya figuran. Itu semua bergantung pada dengan siapa dan oleh siapa kita berkomunikasi atau bertatapan.

Lalu, bagaimana teori sosiologi dramaturgi digunakan dalam perbandingan fakultas populer dan fakultas islami di UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA)?  Kita akan membahas hal ini.

UIN Sunan Ampel Surabaya adalah lembaga pendidikan perguruan tinggi negeri berbasis Islam. Masyarakat masih mengenalnya dengan IAIN Sunan Ampel Surabaya, karena sebelum menjadi nniversitas namanya terkenal dengan IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Resmi berubah menjadi universitas pada tahun 2013.

Setelah resmi menjadi universitas, fakultas dan program studi di UINSA menjadi lebih banyak, yang pada awalnya hanya empat fakultas yang terdiri dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, serta Fakultas Adab dan Humaniora.

Selanjutnya, hingga kini UINSA Surabaya memiliki sembilan fakultas, yaitu yang telah di sebutkan sebelumnya dan ditambah fakultas baru. Fakultas Syariah dan Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Sains dan Teknologi, dan Fakultas terbarunya yang diresmikan tahun 2019, yakni Fakultas Kesehatan.

Teori tentang dramaturgi mempelajari tentang pola interaksi dalam kehidupan sosial, memainkan peran dalam kehidupan yang seolah-olah kita berada dalam sebuah panggung untuk menampilkan drama.

Baca Juga  Kontribusi Gus Dur dalam Mewujudkan Indonesia Damai

Permainan peran ini dalam satu waktu dapat terjadi ketiganya, yaitu peran antagonis, protagonis, dan figuran. Peran-peran tersebut dapat berubah sewaktu-waktu tergantung dengan siapa aktor yang berinteraksi dengan kita.

Erving Goffman mengemukakan dalam teorinya bahwa terdapat panggung dalam menampilkan sebuah drama. Panggung itu dikategorikan dalam tiga model, yaitu front stage, back stage, dan off stage.

Pertama, front stage adalah panggung depan. Panggung depan ini menampilkan sisi formal dan sisi-sisi berwibawa. Sisi ini menampilkan sisi yang menunjukan bahkan menonjolkan image atau citra yang baik.

Kedua, back stage adalah belakang panggung, citra belakang kita. Ibarat akan menampilkan drama sisi ini bertempat di belakang panggung tempat untuk kita berdandan, bersantai (istirahat), dan menghafal naskah dari drama. Panggung ini berbatasan langsung dengan panggung depan, tetapi tersembunyi dari para penonton.

Ketiga, off stage ialah sisi asli, yakni seseorang benar-benar menjadi dirinya sendiri. Ini adalah sisi yang sejati, tidak ditampilkan di front stage maupun back stage. Sisi ini merupakan wilayah privat dalam sebuah peran di balik panggungnya.

Misalnya, Tono di front stage-nya menjadi ketua OSIS yang wajahnya terlihat seram dan suaranya tegas. Back stage Tono saat di kelas berbeda, bahwa dia lebih ramah serta sopan dengan guru. Hal itu berbeda lagi jika di wilayah keluarganya (off stage) yang mana ia lebih pendiam dan bahkan humoris.

Layaknya contoh tersebut, panggung front stage dari fakultas-fakultas populer di UINSA tercatat pada tahun 2023 lulusan jalur SPAN-PTKIN berdasarkan peminat terbanyak jatuh pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang notabenenya itu adalah fakultas umum di kampus UINSA.

Panggung itu dilihat dari banyaknya peminat, akreditasi, dan bagaimana prospek kerja kedepannya. Padahal, tidak mesti semua lulusan fakultas ini pekerjaannya sesuai dengan jurusannya.

Baca Juga  Pelarangan Gereja, Konspirasi Kristenisasi, dan Jaminan Kebebasan Beragama

Panggung back stage-nya tercatat hingga tahun ini 2024 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang menempati fakultas dengan urutan fakultas rendah peminatnya. Dalam pencarian Google ketik saja “6 Prodi UINSA Sepi Peminat, Tapi Peluang Kerja Lebih Banyak”, maka
akan muncul beberapa jurusan yang terdapat pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Fakultas tersebut padahal adalah fakultas tertua di sana, fakultas yang terikat erat dengan penamaan UINSA yang kental dengan sendi-sendi keislamannya. Bagaimana tidak, kata Ushuluddin bila dijabarkan berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu ushul dan al-din. Ushul yang artinya dasar, pokok, dan al-din artinya agama. Oleh karenanya, arti “ushuluddin” adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar dari agama

Di fakultas itu kebanyakan tidak melihat akreditasinya dan dipandang kalau lulusan dari fakultas ini akan menjadi ustaz, ustazah, modin, dan penceramah. Padahal, pada kenyataannya tidak begitu. Salah satu contohnya ada sosok yang lulus dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat sekarang bekerja menjadi seorang presenter.

Lalu siapa pemeran atau aktor di dalam panggung-panggung di UINSA itu? Aktornya tidak lain adalah warga kampus, seperti rektor, pegawai, bahkan mahasiswa. Mereka dapat memainkan dan mendapatkan tiga peran sekaligus, yaitu protagonis, antagonis, dan figuran. Tergantung dengan siapa dan di mana ia berinteraksi.

Dalam teori sosiologi dramaturgi, fakultas-fakultas populer maupun fakultas islami di UINSA bisa menjadi panggung ketiganya. Fakultas populer bisa menjadi front stage, back stage maupun off stage. Sama seperti itu, fakultas islami juga bisa menjadi ketiganya. Semua itu tergantung pada oleh siapa dan dengan siapa fakultas tersebut diperkenalkan.

Misalnya, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat itu lebih dikenal oleh siswa-siswi yang mondok, yang dikenalkan dan direkomendasikan oleh kiai, guru, atau ustaznya saat bersekolah. Di sini terjadi pola interaksi antara peran kai atau ustaz dengan pihak UINSA atau ada ustaz lain yang memang lulusan dari UINSA kemudian memperkenalkan panggung Fakultas Ushuluddin dan Filsafat kepada para muridnya.

Baca Juga  Antara Syiah dan Tradisi Nusantara yang Nyaris Identik?

Lain halnya saat siswa-siswi di sekolah umum seperti SMA yang kental dengan pelajaran umum seperti ekonomi, matematika, dan lainnya. Dapat dilihat bahwa teori sosiologi mempelajari interaksi, pola, dan pola-pola interaksi di masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dengan manusia lain yang menyebabkan adanya interaksi-interaksi sosial tersebut. [AR]

Chindy Faizah Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya