Seperti biasa Wiwana selalu dibangunkan oleh alarm yang telah di setting semalam sebelum tidur. Ring ring ring alarm berbunyi dengan suara yang keras, membuat Wiwana terbangun dari tidurnya. Rutinitas bangun tidur Wiwana adalah olahraga jari, jari – jemari yang selalu asik untuk memeriksa handpone dan melihat segudang informasi di media sosial. Pagi itu mata Wiwana terbelalak kaget ketika melihat dan membaca informasi beranda yang ada disalah satu instagramnya. Informasi di beranda yang selalu ditunggu dan mata tidak pernah absen dari membaca dan melihatnya.
Kali ini Joko Pinurbo mengisi feed instagramnya dengan coretan yang berjudul “Ambulans : Negara meraung-raung menjemput warganya yang telantar dan terlambat ia selamatkan”. Membaca tulisan Joko Pinurbo ini membuat akal dan pikiran Wiwana seketika bergerak cepat untuk kompromi sehingga membuatk Wiwana sadar – sesadarnya.
Memang benar adanya akhir-akhir ini telinga Wiwana selalu diganggu dengan suara mobil ambulans yang tak kalah ngerinya dengan jeritan kuntilanak, terlebih Wiwana tinggal disalah satu pondok yang bernama Pondok Luhur yang keberadaannya di pinggir Jalan Raya Sumbersari. Suka tidak suka Wiwana harus mendengar suara yang mengerikan itu. Suara yang lalu lalang, mondar mandir mengangkut warga yang akan diselamatkan dan bahkan yang terlambat diselamatkan.
Ricuhnya suara ambulans ini membuat kondisi psikis seorang terganggu dan membuat orang merasa tidak nyaman, apalagi jika rumahnya berada di pinggir jalan yang selalu dilewati ambulans. Seperti yang dialami oleh salah satu Ustadz Wiwana di pondok, malam Jumat seperti biasa Wiwana dan santri yang lainnya mengaji al – Quran yang dibimbing oleh Ustadz Misbah yang kebetulan rumahnya berada di pinggir jalan.
Sebelum memulai mengaji, Ustadz Misbah selalu memberikan nasihat untuk selalu waspada dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat ini, dan tidak jarang ustadz Misbah menceritakan keluhannya mengenai kondisi pada saat ini. Pada malam itu, Ustadz Misbah menceritakan proses hijrahnya. Hijrah??? Ia hijrah ke rumah yang lainnya, rumah yang jauh dari keramaian, rumah yang sepi dari suara ricuhnya ambulans, dan rumah ini sangat nyaman untuk ditinggali.
Rumah yang dihiasi dengan suara jangkrik yang menyejukkan pendengaran dan dapat menyembuhkan kegelisahan orang-orang yang trauma dengan suara ambulans yang ricuh dan mengerikan lagi memprihatinkan. Awalnya Wiwana menyikapi suara itu biasa saja, akan tetapi lama-kelamaan telinga dan hati Wiwana mulai membrontak dengan suara ambulans yang sangat mengganggu.
Bagaimana bisa jiwa dan pikiran Wiwana tidak terganggu kalau suara itu selalu ricuh dan tak henti melambungkan suara yang menakutkan dan mengerikan. Suara itu tak terhitung banyaknya, dalam satu jam saja terdengar puluhan kali ambulans lalu lalang baik itu menjemput dan mengantar orang yang terpapar Covid 19.
Melihat feed instagram Joko Pinurbo dan cerita dari Ustadz Misbah di pondok, kemudian didukung dengan suara ricuhnya ambulans yang lalu lalang tak kenal waktu. Suara yang selalu mondar mandir dengan nyamannya di jalanan yang membuat jiwa Wiwana merasa terganggu juga. Awalnya Wiwana berusaha santai dan mengurangi kepekaannya mengenai suara itu, namun suara itu semakin tak sopan masuk ke telinga. Suara yang tak mengenal kata permisi. Suara itu semakin kurang ajar lalu – lalang di depan pondok Wiwana.
Sebuah cerita, pada suatu malam sekitar pukul 01.30 Wiwana terbangun mendengar suara yang begitu ricuh. Iya… kalian pasti paham maksud Wiwana, suara ambulans. Begitu jelas terdengar suara ambulans yang mengelilingi pondok Wiwana yang membuatnya tidak bisa memejamkan mata hingga matahari mulai tersenyum untuk bumi.
Ketika itu Wiwana dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Kenapa suara ambulans itu terdengar begitu dekat dan jelas? Kenapa suara ambulans itu tak henti-hentinya menghantui? Apakah ini hanya halusinasi belaka? Ting… ting… ting… akhirnya semua pertanyaan Wiwana itu terjawab ketika para santri/santriwati melakukan doa bersama setelah sholat isya di pondok tercinta. Doa bersama untuk warga disekitar pondok yang telah meninggal karena Covid 19. Pantas saja suara itu seakan ingin berbisik pada dini hari itu, ternyata ada warga di sekitar pondok Wiwana yang terpapar Covid 19.
Orang yang terpapar Covid 19 semakin hari semakin tak terbendung, yang terus diiringi oleh suara ambulans yang meraung-raung kepanikan. Raungan inilah yang membuat Wiwana rasanya tak sanggup terus-menerus untuk diam tinggal dipondok. Saat ini, bukan Covid 19 yang ditakutkan Wiwana, tapi raungan dari suara ambulans inilah yang membuat akal dan jiwa Wiwana ketar ketir dalam bertingkah laku dari waktu ke waktu yang menciptakan suasana yang sangat pilu.
Pada akhirnya Wiwana melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Ustadznya. Hijrah,,,? Iya hijrah untuk sementara! Meninggalkan tempat yang bising dengan raungan suara ambulans tersebut. Wiwana hijrah ke tempat yang tidak mengizinkan ambulans untuk sekedar permisi untuk lewat. Wiwana memulai semuanya dengan perlahan, mencoba untuk melupakan ambulans yang meraung-raung dengan tangis pilu yang mengganggu.
Wiwana hanya tidak ingin ikut bersama ambulans untuk terisak-isak menghabiskan air mata. Wiwana hanya ingin membuat hari-harinya nyaman untuk sementara, mendengarkan canda tawa orang-orang dari bilik kamar, mendengarkan angin yang seolah berkata semuanya akan baik-baik saja. Iya! Inilah tempat Wiwana sekarang, di tempat tinggal temannya yang sepi dan nyaman.
Di sini Wiwana bisa menenangkan diri dan perlahan-lahan Wiwana bisa berdamai dengan dirinya dan dengan kondisi dan situasi yang ada. “Terimakasih tempat baru Wiwana, tempat tinggal seorang teman yang mengizikan Wiwana tuk singgah sementara waktu dan mengobati sedikit gangguan yang diciptakan oleh suara ambulans itu, maafkan Wiwana ambulans,,, Wiwana tidak menyalahkanmu Wiwana hanya takut dengan kondisi dan situasi yang diciptakan oleh suaramu”. (mmsm)