Islam sangat menekankan kewajiban untuk belajar dan mencari ilmu. Prinsip ini berakar kuat pada Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad. Menuntut ilmu pengetahuan bukan sekadar preferensi pribadi bagi seorang muslim, melainkan menjadi kewajiban agama yang membawa implikasi besar bagi kemaslahatan bersama dan keharmonisan sosial.
Al-Qur’an sendiri secara tegas mendorong manusia untuk menuntut ilmu. Dalam berbagai ayat, Allah menganjurkan orang-orang beriman untuk merenungkan tanda-tanda penciptaan dan menuntut ilmu dari berbagai sumber, seperti buku dan ulama atau sarjanawan.
Salah satu ayat yang secara tersurat menyoroti pentingnya ilmu dapat ditemukan dalam Surah al-Mujadilah [58]: 11: “… Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ilmu adalah sarana untuk mengangkat dan membedakan derajat orang beriman. Hal ini menyiratkan bahwa menuntut ilmu bukan hanya untuk kesenangan atau kepuasan pribadi tetapi merupakan sarana untuk mencapai pertumbuhan intelektual dan spiritual.
Selain Al-Qur’an, banyak hadis yang memberikan seruan lebih lanjut tentang pentingnya ilmu. Nabi sendiri menekankan nilai ilmu melalui ajaran-ajarannya. Salah satu hadis terkenal menyatakan: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim” (HR Ibnu Majah). Hadis ini mempertegas bahwa menuntut ilmu bukanlah suatu pilihan, melainkan kewajiban yang mendasar bagi setiap umat Islam.
Kewajiban menuntut ilmu dalam Islam mempunyai dampak yang sangat besar bagi kemaslahatan individu. Dengan memerintahkan menuntut ilmu, Islam mendorong pertumbuhan pribadi, pengembangan intelektual, dan pemikiran kritis. Ketika individu memperoleh ilmu, mereka menjadi lebih siap untuk membuat keputusan dalam kehidupan, karier, dan relasi sosial.
Pendidikan merupakan sarana pemberdayaan. Hal ini memungkinkan seorang individu untuk memutus siklus kejahilan dan kemiskinan, sehingga memungkinkan mereka memberikan kontribusi positif kepada keluarga dan masyarakatnya.
Melalui pendidikan, masyarakat dapat memperoleh keterampilan dan keahlian yang meningkatkan prospek ekonomi dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Dengan cara ini, kewajiban belajar atau menuntut ilmu dalam Islam menempa seseorang untuk juga berfokus pada perbaikan kualitas diri, kesejahteraan individu, dan bahkan kemakmuran serta kedamaian komunal.
Terlebih lagi, ilmu yang dimaksud tidak terbatas pada pengetahuan keagamaan belaka, melainkan juga bidang-bidang lain, seperti ilmu ekonomi, astronomi, tata negara, dan sebagainya. Hal ini secara historis telah terbukti bahwa banyak sekali para ulama yang berkontribusi penting dalam disiplin non-keagamaan, seperti matematika, astronomi, kedokteran, atau yang lain. Selain itu, pengetahuan agama juga dapat membantu individu memperdalam iman mereka dan menjalani kehidupan yang lebih benar dan bermoral, sehingga kejahatan dan keburukan dapat berkurang.
Hal yang tak bisa dikesampingkan ialah bahwa kewajiban menuntut ilmu di dalam Islam juga memainkan peran kunci dalam mengejawantahkan dan merawat perdamaian sosial. Ketika individu berpendidikan dan berpengetahuan luas, mereka akan lebih toleran, berpikiran terbuka, dan berempati. Pendidikan dan ilmu pengetahuan membantu menghilangkan ketidaktahuan dan prasangka, mengurangi kemungkinan konflik berdasarkan kesalahpahaman atau ketakutan tak berdasar.
Dalam tradisi Islam, pengetahuan dipandang sebagai sarana untuk memajukan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Al-Qur’an menyatakan, “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu” (QS. al-Nisa [4]: 135).
Ayat tersebut menggarisbawahi pentingnya menegakkan keadilan, meskipun itu berarti bertentangan dengan kepentingan personal atau kepentingan orang yang dicintai. Ilmu menjadi alat serta membekali individu untuk bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah dan untuk mendukung keadilan serta kesetaraan.
Lebih jauh, pendidikan meningkatkan keharmonisan sosial dengan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kerja sama. Setelah mendapat pendidikan, seorang individu kemudian bisa terlibat dalam dialog konstruktif dan melakukan pemecahan masalah atau resolusi konflik. Umat Islam dapat berkontribusi untuk kemajuan komunitasnya dengan berbagi pengetahuan dan keahlian.
Dalam masyarakat modern, ilmu pengetahuan juga merupakan faktor kunci dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Ketika sebuah masyarakat menghargai dan berinvestasi dalam bidang ilmu pengetahuan, hal itu tentu menciptakan peluang bagi warganya untuk terus maju dan berkembang.
Individu yang berilmu lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan pekerjaan yang signifikan dan memberikan kontribusi mencolok terhadap perekonomian sekitar. Stabilitas ekonomi ini pada gilirannya dapat mewujudkan masyarakat yang lebih damai dan harmonis.
Sekali lagi, kewajiban menuntut ilmu dalam Islam bukan sekadar anjuran, melainkan kewajiban agama yang fundamental. Hemat saya, kewajiban ini mempunyai dampak yang besar bagi kemaslahatan individu dan perdamaian sosial.
Di tingkat masyarakat, kewajiban untuk terus belajar dan menuntut ilmu tentu dapat mendorong perdamaian sosial dengan mengurangi ketidaktahuan, menyuarakan keadilan, dan memajukan pembangunan ekonomi. Tak terelakkan bahwa individu yang berilmu lebih cenderung bersikap toleran, adil, dan kooperatif, sehingga bersumbangsih pada keharmonisan sosial yang lebih besar.
Di dunia saat ini, di mana ilmu pengetahuan semakin diakui sebagai kekuatan utama untuk mencapai kemajuan, kewajiban menuntut ilmu dalam Islam adalah ajaran yang amat relevan. Sebagai pengingat, menuntut ilmu bukan hanya sekadar untuk memenuhi kuriositas pribadi, melainkan juga untuk memberi manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan ilmu, umat Islam dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik, dan dapat mencapai cita-cita keadilan, kemaslahatan perdamaian, dan kemakmuran bersama.