Ust. Nurbani Yusuf Aktivis Persyarikatan Muhammadiyah di Ranting Gunungsari Kota Batu dan Ustaz di Komunitas Padang Makhsyar yang Tinggal di Batu, Malang.

Paradoks Wahabisme dan Jalan Tuhan yang Lain

1 min read

Jika antum termasuk orang yang percaya bahwa sufisme berikut tradisi tarekat adalah ikhtiar pemaknaan yang benar terhadap Islam, tarekat adalah salah satu cara mengenal Allah lebih dekat. Antum yang mencintai musik dan penikmat rokok, maka sudah dipastikan bahwa antum bukan pengikut Wahabi.

Di seberang yang lain ada sekelompok umat Islam yang terus lantang bersuara bahwa sufiistik adalah jalan sesat penuh kesyirikan, musik itu melenakan karena membuat jarak dengan Allah—sementara perokok adalah karibnya setan.

Jika antum percaya bahwa dalam praktiknya ajaran Islam harus berkawan dengan tradisi budaya, kultural dan kebiasaan-kebiasaan lokal maka sudah dipastikan antum bukan pengikut wahabi-salafisme. Apalagi jika antum percaya ada jalan perantara yang harus ditempuh untuk melakukan relasi dengan Allah sudah pasti kelompok tersebut akan menyebut antum kafer, sesat jalan, bid’ah lagi syirik.

Jika antum termasuk kelompok penyuka burung, ikan koi, kolektor bunga-bunga, atau hobi memancing sudah dipastikan antum melakukan bid’ah yang nyata, sebab Nabi saw dan para salafus-saleh tidak satupun yang piara burung, ikan koi, mengoleksi tanaman hias di sekitar rumah, apalagi mancing di sendang.

Bagi sekelompok umat Islam ini, budaya dianggap sumber petaka, sumber fitnah, menggerus aqidah karena itu harus dijauhi, bila perlu dihancurkan—dan satu lagi, wahabi juga tak suka lukisan juga puisi. Lukisan dianggap nya berhala dan setiap puisi kepada Nabi saw dianggap kultus.

Prof Hamid Algar menulis dalam bukunya yang fenomenal tentang penghancuran situs-situs bersejarah oleh kaum Wahabi salafisme ini: ‘Di Mekkah, kubah yang terdapat di atas rumah-rumah yang dikenal sebagai tempat kelahiran Nabi, Khadijah al-Kubra, Imam ‘Ali, dan Abu Bakr al-Shiddiq, dihancurkan. Selain itu, makam-makam dan mushalla-mushalla yang terdapat di tempat pemakaman bersejarah al-Ma‘la diratakan dengan tanah.

Baca Juga  Salah Kaprah Hijrah dan Orientasi Keagamaan Baru

Hamid Algar melanjutkan: ‘Di Madinah, aset-aset yang terdapat di Masjid Nabi dijarah, namun upaya untuk menghancurkan kubah yang menaungi makam Nabi tidak dilakukan tatkala secara misterius beberapa orang yang ditugasi untuk melakukan penghancuran itu terjatuh hingga mati”.

Prof. Hamid Algar juga mengungkap tindakan-tindakan perusakan atau vandalisme yang dilakukan kaum wahabi salafisme ini terhadap monumen-monumen Islam di Kosovo, Chechnya, dan Hadramaut.

Hingga hari ini, kitapun masih mendengar bahwa proyek penghancuran “situs-situs pengundang kesyirikan” masih terus berlanjut dan memunculkan keprihatinan kaum muslim di berbagai belahan dunia.

Di Indonesia, Wahabi-Salafi ini juga ’mengincar’ kuburan Walisongo dan situs-situs Islam bersejarah lainnya untuk ‘dihancurkan’, karena dianggap sebagai sumber kesyirikan yang dianggap merusak aqidah.

Jadi pernahkah antum mendengar bahwa Kyai Dahlan mendirikan Muhammadiyah bermaksud ’menghacurkan’ situs-situs Islam bersejarah itu? [MZ]

Ust. Nurbani Yusuf Aktivis Persyarikatan Muhammadiyah di Ranting Gunungsari Kota Batu dan Ustaz di Komunitas Padang Makhsyar yang Tinggal di Batu, Malang.