Judul : Menara Kudus: Riwayat Sebuah Penerbit
Penulis : Jamaluddin
Penerbit : Penerbit Gading
Tahun Terbit : 2021, Cetakan I
Tebal : 222 halaman, 14,5 x 21 mm
Kontestasi berbagai kelompok Islam di Indonesia telah terjadi sejak perumusan awal konstitusi negara Indonesia. Di antara banyak kelompok yang memiliki pemahaman berbeda tersebut, kelompok Islam tradisionalis berhasil menunjukkan eksistensi maupun resiliensi melalui berbagai perubahan rezim.
Keberhasilan kelompok Islam tradisionalis dalam mempertahankan eksistensi tentu dicapai melalui berbagai cara. Selain dengan melakukan adaptasi dengan tradisi masyarakat setempat dan perubahan zaman, kelompok Islam tradisionalis juga memiliki sistem transisi ilmu pengetahuan melalui metode pengajaran berbagai kitab klasik.
Van Bruiessenen (1990) memberikan gambaran awal berbagai kitab klasik yang lebih dikenal sebagai “kitab kuning” melalui pengklasifikasian kitab-kitab yang digunakan di berbagai pesantren. Selain klasifikasi kitab berdasarkan muatannya, Van Bruissenen juga memberikan sejarah singkat tentang penerbitan kitab kuning di Asia Tenggara. Satu hal yang menarik adalah penyebutan satu penerbit milik orang Indonesia asli di tengah maraknya penerbit Arab atau keturunan Arab, yakni Penerbit Menara Kudus.
Penerbit Menara Kudus menarik untuk ditelisik terutama karena telah menjadi salah satu pihak yang memegang kunci dalam perkembangan Islam tradisionalis melalui media cetak. Buku dari Jamaluddin yang berjudul Menara Kudus: Riwayat Sebuah Penerbit memberikan sebuah perspektif nan elok dalam analisis perkembangan Islam tradisionalis. Menariknya, fokus utama dalam pembahasan buku ini tidak terletak pada kitab-kitab kuning sebagai sarana transisi ilmu pengetahuan Islam tradisionalis, melainkan pada penerbit Menara Kudus sebagai salah satu agensi.
Buku ini disusun secara sistematis diawali dengan pembahasan mengenai teknologi cetak dan penerbitan di Nusantara pada abad ke-19 hingga abad ke-20. Pembahasan ini menjadi krusial guna memberikan pemetaan awal proses masuknya teknologi cetak di Nusantara yang pada mulanya ditujukan sebagai pendukung dalam misi-misi misionaris.
Seiring berjalannya waktu, teknologi cetak tidak lagi menjadi privilige untuk pemerintahan kolonial Belanda, namun juga telah merambah pada golongan bumi putera sebagai sarana perjuangan. Pada kurun waktu yang hampir sama, kelompok Islam juga berupaya untuk berinovasi melalui penerbitan berbagai media seperti buletin, kitab, hingga mushaf al-Qur’an baik dari kalangan Islam tradisionalisis maupun Islam modernis. Perkembangan penerbitan media keislaman semakin masif setelah kemerdekaan Indonesia sebagai momentum kebebasaan penerbitan yang semula dikontrol oleh pemerintah.
Setelah mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang sejarah penerbitan di nusantara, penulis membimbing para pembaca untuk fokus pada sejarah perkembangan dan strategi pengelolaan Penerbit Menara Kudus. Secara apik penulis membagi periode kepemimpinan penerbit Menara Kudus menjadi dua.
Pada periode awal perintisan, Zjainuri Noor selaku direktur pertama berupaya menerbitkan berbagai kitab dan buku keagamaan. Upaya ini mendapatkan sambutan hangat terutama dari kalangan pesantren sebagai konsumen terbesar dari terbitan penerbit Menara Kudus. Terlebih lagi, pelibatan berbagai nama besar pesantren sebagai pihak penulis menjadi salah satu kunci utama kesuksesan penerbit Menara Kudus.
Pada periode selanjutnya yang dimotori oleh Hilman Najib, penerbit Menara Kudus mulai memperluas jangkauan penerbitkan hingga merambah pada buku-buku keagamaan berbahasa Indonesia dengan tulisan lain. Keputusan Hilman Najib memperbanyak kategori penerbitan berdampak positif dengan dikenalnya produk terbitan Menara Kudus hingga ke beberapa negeri jiran.
Masih pada bab yang sama, penulis menyajikan secara terperinci tentang proses akuisisi naskah dan pembayaran royalti oleh penerbit Menara Kudus. Terdapat tiga metode dalam proses tersebut, yakni dengan sistem beli naskah, kedua melalui sistem royalti, dan yang terakhir dengan penggabungan kedua metode sebelumnya.
Proses tersebut sangat penting sebagai bagian awal dari proses produksi hingga distribusi sebelum akhirnya produk kitab, mushaf al-Qur’an, hingga buku keagamaan sampai di tangan pembaca. Pada proses produksi, penerbit Menara Kudus akan mengawalinya dengan proses penyuntingan, yang dilanjutkan dengan penentuan tata letak, hingga penentuan sampul.
Ketiga proses tersebut dilakukan secara sistematis oleh para praktisi yang terdiri dari khattat (penulis kaligrafi Arab), editor yang memahami konten tulisan, hingga bagian komputer yang memiliki keahlian design grafis. Proses produksi dilakukan sepanjang tahun, dengan peningkatan kuantitas menjelang bulan syawal dan rabiul awal.
Selanjutnya: Menara Kudus: Riwayat Sebuah Penerbit… (2)