
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi pedoman bagi seluruh umat Islam. Pemahamannya tidak hanya bergantung pada teksnya saja, tetapi juga pada tafsir yang menjelaskan makna dan kandungan ayat-ayatnya.
Salah satu tafsir berbahasa Jawa yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat khususnya jawa adalah Tafsir Al-Ibriz, karya KH. Bisri Musthofa (1915-1977) yang merupakan seorang ulama besar asal Rembang, Jawa Tengah. Beliau merupakan seorang cendekiawan muslim yang produktif dalam menulis kitab dan tafsir.
Penggunaan bahasa Jawa dalam Tafsir Al-Ibriz menjadikan Al-Qur’an lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam yang tidak menguasai bahasa Arab serta menjadi referensi utama khususnya bagi kalangan santri maupun masyarakat luas di Jawa.
Selain sebagai penulis, KH. Bisri Musthofa juga aktif dalam dunia pendidikan dan politik. Ia merupakan tokoh penting dalam Nahdlatul Ulama (NU) dan pernah menjabat sebagai anggota DPR pada era kemerdekaan. Kiprahnya dalam menyebarkan dakwah melalui karya tulis menjadikannya sosok yang dihormati hingga kini.
Penggunaan bahasa Jawa dalam Tafsir Al-Ibriz menjadikannya sebuah karya yang monumental yang menjadikannya sangat istimewa dalam khazanah tafsir Nusantara.
Pertama, penulisan kitab tafsir ini menggunakan bahasa Jawa ngoko alus yang lebih dekat dengan masyarakat pedesaan. Penggunaan bahasa yang sederhana namun kaya makna membuat tafsir ini dapat diterima oleh berbagai kalangan, termasuk mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan tinggi dalam ilmu keislaman.
Kedua, tafsir ini mengandung pendekatan kontekstual dan kultural yang erat dengan kehidupan masyarakat Jawa. KH. Bisri Musthofa menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan pendekatan yang sesuai dengan budaya setempat. Ia sering menggunakan analogi dan perumpamaan yang familiar dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pesan Al-Qur’an lebih mudah diterima dan dipahami.
Selain itu, tafsir ini juga mengandung unsur sufistik dan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadikannya lebih mendalam dalam menjelaskan makna spiritual Al-Qur’an. KH. Bisri Musthofa tidak hanya menjelaskan arti literal dari ayat, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih luas tentang makna batiniah yang terkandung dalam wahyu.
Dalam Tafsir Al-Ibriz, KH. Bisri Musthofa menjelaskan makna ayat dengan ungkapan yang khas dan menarik. Sebagai contoh, dalam menafsirkan Surat Al-Fatihah, beliau menuliskan:
“Bismillahirrahmanirrahim, artine: aku miwiti kanthi nyebut asma Allah kang Maha Welas lan Maha Asih. Iki minangka kawajiban saben mukmin nalika arep miwiti gawe-gawe kang becik.”
Ungkapan ini tidak hanya menerangkan arti dari basmalah, tetapi juga memberi pesan bahwa setiap perbuatan baik seharusnya diawali dengan menyebut nama Allah agar mendapatkan berkah-Nya.
Dalam menafsirkan QS. Al-Baqarah (2): 2“Dzalikal kitaabu laa rayba fiihi hudan lil muttaqiin”, beliau mengartikannya dengan cara yang lebih membumi: “Iki kitab suci Al-Qur’an, ora ana keraguan ing jerone, dadi petunjuk tumrap wong-wong kang padha wedi marang Allah.”
Penjelasan ini menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi mereka yang bertakwa, dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat Jawa.
Relevansi Tafsir Al-Ibriz dalam masyarakat modern menjadikan tafsir ini tetap eksis sebagai pemberdayaan budaya lokal yang telah mulai luntur karena goresan perkembangan teknologi yang serba cepat.
Meskipun ditulis dalam dialek Jawa, Tafsir Al-Ibriz tetap relevan hingga saat ini. Bahkan generasi muda semakin tertarik untuk memahami Al-Qur’an dengan pendekatan budaya lokal yang lebih akrab dengan keseharian mereka.
Banyak pesantren di Jawa yang masih menggunakan Tafsir Al-Ibriz sebagai bahan ajar utama dalam kajian tafsir. Selain itu, majelis taklim di berbagai daerah juga sering menjadikannya sebagai referensi dalam memahami ayat-ayat suci.
Keberadaan tafsir ini juga menjadi bukti bahwa Islam dapat dipahami dan diajarkan dengan menggunakan bahasa serta budaya setempat tanpa mengurangi esensi ajaran aslinya. Tafsir Al-Ibriz tidak hanya menjelaskan Al-Qur’an secara akademis, tetapi juga menjadikannya lebih hidup dalam keseharian masyarakat Jawa.
Tafsir Al-Ibriz karya KH. Bisri Musthofa merupakan salah satu tafsir berbahasa Jawa yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Dengan pendekatan bahasa yang sederhana, kontekstual, dan dekat dengan budaya Jawa, tafsir ini mampu menjadi pedoman bagi umat Islam, terutama di kalangan masyarakat pedesaan dan santri di pesantren tradisional.
Keberadaannya menjadi bukti bahwa tafsir Al-Qur’an tidak hanya bisa disampaikan dalam bahasa Arab atau Indonesia, tetapi juga dalam bahasa daerah yang lebih akrab bagi masyarakat setempat. Sebagai warisan intelektual Islam Nusantara, Tafsir Al-Ibriz tetap relevan dan menjadi sumber ilmu yang tak ternilai bagi generasi Muslim masa kini dan mendatang. Wallahu A’lam Bisshowab.
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya