Memaksimalkan Bulan Suci Ramadan untuk Tadabbur Al-Qur’an

Bulan suci ramadan juga dikenal dengan Syahrul Qur’an (bulan Al-Qur’an) karena pada bulan ini Al-Qur’an turun dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izzah sekaligus yang kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur. Sebagaimana dalam penggalan QS. Al-Baqarah  ayat 185

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ

Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil)

Tanpa terasa kita sudah melewati pertengahan bulan ramadan. Dari ayat di atas salah satu ibadah yang sangat dianjurkan pada bulan ini adalah memperbanyak membaca al-Qur’an. Sehingga tidak heran jika setiap malam kita sering mendengar orang tadaruss al-Qur’an setelah shalat tarawih.

Tidak hanya itu mungkin kita juga sering melihat kerabat di sekitar kita yang cukup konsisten membaca al-Qur’an sejak hari pertama bulan ramadan, bahkan berlomba-lomba menghatamkan al-Qur’an.

Namun sayang, saat ini kebanyakan dari kita hanya sekedar membaca saja tanpa mendalami pesan-pesan ayat-ayat suci al-Qur’an. Padahal, yang paling penting dari sekedar membaca adalah memahami makna dari setiap ayat al-Qur’an sehingga visi al-Qur’an sebagai hudan linnas (petunjuk bagi manusia) sampai kepada kita.

Hal inilah yang dikritik oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Jawahirul Qur’an. Pada muqaddimahnya imam al-Ghazali mengatakan bahwa banyak orang-orang yang membaca al-Qur’an dengan cepat, mereka berlomba-lomba dalam kuantitas tanpa menyentuh kedalaman makna.

Mereka diibaratkan sebagai orang-orang yang hanya berputar-putar di tepi pantai lautan al-Qur’an, tanpa keberanian menyelam lebih dalam untuk menemukan mutiara hikmah yang tersembunyi di dalamnya.

Bukan Sekedar Bacaan

Sebagaimana penulis katakan di atas bahwa visi misi al-Qur’an adalah sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia. Namun untuk mendapatkan petunjuk tersebut diperlukan sebuah usaha untuk mendalami makna serta memahami pesan-pesan dalam al-Qur’an.

Bahkan, Imam Al-Ghazali menggambarkan al-Qur’an sebagai sebuah lautan luas yang mana di dalamnya banyak mengandung mutiara-mutiara yang menakjubkan. Tentu untuk mendapatkan mutiara tersebut seseorang perlu menyelami dan membutuhkan perjuangan dan usaha keras.

Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an bukan hanya sekedar teks biasa yang cukup dibaca. Sebab, di dalamnya mengandung nilai-nilai spiritual yang mendalam. Di sisi lain wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad yaitu perintah Iqra’  dalam surah al-‘Alaq memiliki makna yang begitu luas. Tidak hanya terbatas pada membaca saja.

Prof. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya karena objeknya bersifat umum yang mencakup segala yang dapat terjangkau baik ia merupakan bacaan sumi yang bersumberi dari Tuhan maupun bukan, baik ia mencakup telaah terhadap alam raya, masyarakat dan diri sendiri serta bacaan tertulis, baik suci maupun tidak.

Dari sini dapat dipahami bahwa sekedar membaca, menghatamkan bahkan menghafalkannya tidaklah cukup sehingga perlu usaha lebih dalam lagi agar kita mendapatkan mutiara-mutiara yang tersimpan di dalamnya dengan cara tadabbur al-Qur’an.

Imam az-Zarkasy dalam al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an juga mengatakan bahwa “barang siapa yang tidak memiliki ilmu, pemahaman takwa, dan tadabbur, maka dia tidak akan merasakan kelezatan al-Qur’an sama sekali”.

Tadabbur Al-Qur’an

Berkaitan dengan kritik yang dilakukan oleh Imam Al-Ghazali terhadap orang-orang yang membaca al-Qur’an, maka seharusnya yang kita lakukan adalah tidak hanya membacanya saja, tetapi juga melakukan tadabbur terhadap ayat-ayat yang kita baca.

Secara definisi, Tadabbur al-Qur’an adalah mengerahkan upaya untuk melihat, memahami, merenungi makna-makna al-Qur’an bahkan sampai pada sisi terjauhnya.

Perintah untuk mentadabburi al-Qur’an dijelaskan dalam QS. an-Nisa’ ayat 82

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا

Maka apakah mereka tidak memperahdikan al-Qur’an? seandainya (al-Qur’an) itu tidak datang dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya.

Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa perintah mendatabburi al-Qur’an ini mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan al-Qur’an baik redaksi maupun kandungannya, petunjuk maupun mukjizatnya.

Tadabbur al-Qur’an merupakan anjuran untuk mengamati setiap ketetapan hukum yang ditetapkan, kisah yang dipaparkan, nasihat yang disampaikan yang turun dalam berbagai tempat, waktu dan selama proses kehidupan Nabi Muhammad SAW.

Oleh sebab itu bulan ramadan ini menjadi momentum yang pas untuk mentadabburi al-Qur’an. Pahala yang diberikan juga akan berlipat ganda dari Pahala membaca, mentadabburi lebih jauh lagi kita mendapatkan petunjuk sehingga membuat hati dan pikiran kita terbuka.

Wallahua’lam

0

Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Post Lainnya

Arrahim.id merupakan portal keislaman yang dihadirkan untuk mendiseminasikan ide, gagasan dan informasi keislaman untuk menyemai moderasi berislam dan beragama.