Ada pertanyaan klasik di kalangan pengamat gerakan Islam. Mengapa gerakan Islam lebih mudah diterima di kalangan mahasiswa eksakta (Kedokteran, MIPA dan teknik) dibandingan mahasiswa jurusan agama, humaniora dan sosial politik?
Jawaban sementara saya: karena pola indoktrinasi gerakan Islam seirama dengan cara berpikir saintis yang menyatukan fakta empiris dengan realitas. Apa yang dilihat dan didengar dari “ustaz” mereka itulah realitas. Tidak ada fakta/realitas lain selain itu. Itulah yang rasional. Lalu menjadikannya sebagai kebenaran mutlak dan “syar’i.”
Sedangkan mahasiswa jurusan agama, humaniora, sosial dan politik menganggap ada sesuatu di balik apa yang dilihat dan didengar. Mereka memisahkan fakta dengan realitas. Bagi mereka fakta sebagai jalan untuk mengetahui realitas sebenarnya. Lalu menjadikan realitas di balik fakta sebagai objek kajian.
Karena itu mereka tidak bisa menerima begitu saja indoktrinasi yang diberikan. Mereka menampung lalu menganalisis dan membangun pengetahuannya sendiri tentang realitas di balik fakta yang bisa jadi berbeda dengan narasi yang didoktrinkan kepada mereka.