Imam Nakhai Dosen Ma’had Aly Situbondo, Komisioner Komnas Perempuan, Ahli Ushul Fiqh

Ulama Tanpa Dalil

1 min read

Umumnya Ulama identik dengan kemampuannya menemukan dalil memahami dan menafsirkannya. Pertanyaan “mana dalil nya”, sering kali dinyatakan sebagai alat bukti keulamaan seorang. Semakin pandai berdalil semakin diyakini keulamaannya.

Namun, ternyata menurut Ibnu Arabi, ulama yang masih suka berdalil itu ulama yang masih “amatiran”, dalam bahasa Gus Dur. Ulama yang menggunakan dalil untuk mencari kebenaran, sama halnya dengan orang yang membaca tanda jalan, melihat goegle mape, atau menggunakan peta untuk menemukan rumah yang dituju. Hasilnya bisa jadi tanda jalan atau goegle mape itu menipunya, ahirnya bukan hanya tidak menemukan rumah yang dituju, apalagi isi rumah itu, yang terjadi justru tersesat jalan masuk sungai atau kuburan. Ulama yang seperti ini ia bisa saja sampai kerumah itu, namun hanya mengetahui bagian luar dinding, atau hanya ruang tamu depan.

Ulama yang yang tidak butuh dalil-ayat (tanda) penunjuk jalan, adalah bagaikan seorang yang telah mengenal pemilik rumah dengan baik, seraya ia secara langsung bisa mengontak, berkomunikasi, bertanya langsung kepada pemilik rumah, dimana rumahnya berada, dan bukan hanya ditunjukkan oleh pemilik rumah, melainkan dijemputnya, dibawa masuk kedalam rumah dan dikenalkan seisi rumah. Ia tidak butuh dalil, melainkan langsung diantarkan oleh pemilik rumah, diajak masuk kedalam rumah dan dikenalkan seluruh isinya.

Ulama seperti ini, tidak butuh dalil, ia telah mengenal pemilik dalil, ia telah mengenal madlul nya (yang didalili) tanpa melalui dalil, karena madlul sendiri yang mengenalkan dirinya. Inilah ulama yang paling top. Tidak perlu bertanya “mana dalilnya”.

Dalam konteks inilah Ibnu Arabi dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah menyatakan;

Ulama itu hanya ada empat tipe, tidak ada yang kelima.

  1. Ulama yang mengambil ilmu melalui Allah, dari Allah tanpa dalil, dan tidak ada kesangsian terhadap bagian terdalam ilmu itu.
  2.  Ulama yang mengambil ilmu melalui dalil, dan ada kesangsian terhadap bagian terdalamnya.
  3.  Ulama Ulama yang mendalam dalam keilmuan. Kedalam ilmu mereka ini digunakan untuk umat manusia.
  4.  Ibnu Arabi menyebutnya Ahlu Al jam’i wa Al wujud dan sangat menguasai keilmuannya.
Baca Juga  Palestina, Ekualisasi, dan "Defensive Colonialism" (2)

Ulama yang pertama adalah ulama yang telah menikmati keilmuannya, yang kedua ulama yang mendapatkan cahaya Allah, ulama ketiga ulama yang mengenali rahasia, ilmu yang tersembunyi di sisiNya, dan yang teguh kokoh dengan pengetahuannya. Sedang yang keempat adalah ulama yang mengenali seluruh seluk beluk ilmu Allah, mengenal rahasia Allah. Keempat tipe ulama inilah yang disebut “innama yakhsyallahu min ibadihi Al ulama’u”- hanya ulama yang merasakan khasyah kepada Allah.

Ulama di luar kategori di atas, ya itu hakikatnya mahluk Allah juga sama dengan mahluk Allah lainnya, bukan ulama yang sesungguhnya. Wallahu A’lam (mmsm)

Situbondo, 28 09 22

Imam Nakhai Dosen Ma’had Aly Situbondo, Komisioner Komnas Perempuan, Ahli Ushul Fiqh