Mahasiswa dan Hijrah: Dakwah Sayap Kanan Melalui Kajian Ranah Kampus

Mengapa dakwah sayap kanan bisa masuk ke ranah kampus?
Mengapa doktrin islam garis keras bisa mencuci otak mahasiswa?

Ada beberapa pertanyaan yang berputar di pikiran. Barangkali pikiran ini rusuh dibuatnya. Melihat lingkungan kampus yang memiliki ribuan ragam mahasiswa, tentu tidak menutup kemungkinan terjadi adanya cuci otak islam garis keras di dalamnya. Berawal dari beberapa pengalaman ketika menginjakkan kaki di sebuah kampus islam negeri. Ada beberapa pandangan yang tidak bisa cocok di hati. Baik dari beberapa teman, maupun dosen sekalipun. Mereka adalah pintu yang membuka jalan mahasiswa menuju gerakan islam sayap kanan dengan dakwah dan kajiannya.

Salah satu kawan, sebut saja dia adalah A. Lulusan SMP dan SMA negeri terbaik di tempatnya. Lalu ia diterima di universitas Islam. Tentu agama yang dicantumkan tidak hanya sekedar label saja. Namun juga berisi ajaran-ajaran Islam yang diberikan sebagai pondasi dan dasar kehidupan. Bagi orang yang sebelumnya tidak banyak menekuni keyakinannya secara luas dan mendalam, khususnya untuk mereka yang mudah penasaran, tema ini menjadi menarik untuk dikais. Sayangnya, belajar suatu agama tidak bisa serta merta dilakukan sendirian. Sulit, bingung harus mulai dari mana, dan perlu guru yang dianggap mampu untuk menjelaskan dan memberi sudut pandang.

Sejak itulah A mulai mengenal kajian-kajian umum yang diselenggarakan berbagai masjid. Tidak jarang iapun turut menonton berbagai kajian Islam yang ada di YouTube atau mendaftarkan diri melalui selebaran dan postingan, baik di WA grup maupun Instagram. Media sosial memang sangat berperan penting, menjadi akses utama kajian dakwah sayap kanan berkembang dan melejit begitu pesat. Sejak saat itu ia mengubah penampilannya, caranya berperan di media sosial, dan juga pergaulannya.

Dalam salah salah satu kajian yang ia ikuti, saya mencoba masuk ke dalamnya. Mendengarkan bagamana dakwah diberikan. Suatu mode yang bisa saya anggap fleksibel karena bisa diakses kapan dan dimana saja melalui platform digital. Namun untuk materinya sendiri, banyak ketidakcocokan karena terlalu keras untuk menghukumi suatu hal menjadi  halal atau haram.

Dari sini, selagi A dan kawan-kawan saya yang juga turut mengikuti kajian tersebut tidak berlaku semena-mena, membenci yang tidak sepadan, memusuhi non muslim, atau bahkan melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, mereka tetaplah teman. Dan ajaran bagaimanapun yang diyakininya, itu adalah pilihannya.

Selain sesama mahasiswa, sebuah kisah berangkat dari seorang kawan yang berbeda jurusan dan fakultas. Dalam sebuah mata kuliah, ia diampu oleh dosen yang dianggap memiliki pikiran sayap kanan yang begitu keras. Nahasnya, dosen ini menggunakan posisinya sebagai previledge melakukan dakwah kepada mahasiswanya. Kebetulan ia mengajarkan mata kuliah yang berhubungan dengan keislaman.

Akhirnya iapun mencoba untuk menyelipkan doktrin-doktrin ajaran keagamaannya dalam kelas. Tak hanya dibagikan, namun juga terjadi proses pemaksaan yang diberikan dosen tersebut melalui nilai minus bagi mahasiswa yang tidak mengikuti pola pikirnya. Mungkin bagi mahasiswa yang telah mengerti perbedaan pandangan tentang Islam akan menerima dan memilahnya kembali. Namun bagi mereka yang belum mengerti ajaran Islam begitu mendalam. Hal ini Ini bisa dibilang sebagai cuci otak seorang pengajar kepada pelajarnya.

Gerakan ekstremis yang diinternalisasikan melalui orang dalam atau civitas akademik menuai dampak yang signifikan. Tidak hanya dari kampus islam melalui ajaran yang diberikan oleh dosen, tapi juga terjadi banyak di kampus-kampus umum melalui lembaga dakwah dan organisasi eksternalnya. Sasaran terbanyaknya sendiri adalah para mahasiswa yang haus kebutuhan rohani dan ingin untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam.

Lantas bagaimana cara memutus jalan gerakan sayap kanan di ranah kampus?

Memilih-memilah dan memilih-memilah. Ada dua langkah yang sama kata beda tangga dalam memutus jalan gerakan ini. Tahapan pertama adalah memilih-memilah pemuka agama yang tidak asal-asalan. Latar belakang maupun kepribadian harus diketahui dengan benar sebelum masuk dan turut berguru pada seseorang. Apalagi ketika mengikuti kajian-kajian umum yang diselenggaran di masjid-masjid tertentu. Hal ini dilakukan karena akan menentukan bagaimana seorang yang notabenya disebut sebagai ustadz berlaku pada jamaahnya, apa saja dan bagaimana hal-hal yang diajarkannya, dan pengaruh apa yang bisa diberikan dari kajiannya.

Tahapan kedua adalah memilih-memilah kajian yang akan diikuti. Ajaran sayap kanan biasa mulai dari isu-isu yang berkembang di masyarakat. Suatu topik terkini yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan mencoba mengungkap berbagai dalil Alquran maupun hadis yang berkenaan dengan keadaan masyarakat.

Jika kajian bersifat sensitif, dan pengkajinya merupakan orang baru dalam dunia dakwah, bukan tidak boleh untuk mengikuti dan mendengarkan ceramahnya sebagai jamaah. Namun lagi-lagi memilah dan mencari referensi lain atas apa yang dibagikan dalam kajian merupakan langkah penting guna tidak mudah tergerus dan terpapar oleh ajaran yang keran.

Sebagai penutup, ada buah kalimat pendek yang diungkapkan oleh salah satu teman lulusan Ilmu Filsafat. “Bersikaplah skeptis dalam segala hal. Karena dibalik kebenaran, masih ada kebenaran lain. Dan kebenaran mutlak hanyalah milik Tuhan.” (mmsm)

 

0

Post Lainnya

Arrahim.id merupakan portal keislaman yang dihadirkan untuk mendiseminasikan ide, gagasan dan informasi keislaman untuk menyemai moderasi berislam dan beragama.