Muchlis M. Hanafi Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Kementerian Agama; Alumnus S1, S2, dan S3 Universitas al-Azhar Mesir

Gagal Haji Tahun Ini di Tengah Pandemi Covid-19?

1 min read

Covid-19 menerjang siapa dan apa saja. Tak terkecuali sektor agama. Masih ingat, Ramadan lalu terasa ‘ambyar’, tanpa kemeriahan. Di depan mata, 2,5 juta calon haji sedang menanti. Termasuk 230 ribu calon haji asal Indonesia. Akankah haji tahun ini juga ambyar gegara pandemi?

Saudi pasti putar otak. Segala usaha dikerahkan. Ini hajat orang banyak. Selain jadi sumber devisa. Tapi, apakah siap dengan segala risiko? Secara diplomatis Saudi berkata harus siap selenggarakan haji di berbagai situasi. Tapi keselamatan jiwa prioritas utama. Maka, kata Menhaj Saudi, akhir Maret lalu, “Tunggu dulu. Sampai situasi jelas. Jangan buat kontrak-kontrak”. Apakah ini lampu kuning, menuju merah?

Kalau sampai tahun ini haji ‘ambyar’ itu bukan yang pertama. Setidaknya sudah 40 kali dalam sejarah, sejak mula diwajibkan tahun 9 H hingga 1441 H, haji gagal terlaksana. Penyebabnya beragam. Mulai dari krisis ekonomi, politik, instabilitas keamanan hingga pandemi. Yang paling sering disebabkan wabah. Akankah Covid-19 jadi penyebab gagal haji yang ke-41? Wallahua’lam.

Pertama terjadi, dan ini paling sadis, ketika Qaramithah (carmathian), elemen campuran Syiah Ismiliyyah, berkuasa. Persis sehari jelang wukuf tahun 317 H, pedang pasukannya menghunus 30 ribu jemaah haji di depan ka’bah. Darah berceceran. Di lantai dan dinding ka’bah. 3000 mayat dicampakkan di sumur zamzam. Hajar Aswad mereka curi dan boyong ke markas mereka di Hajr (Bahrain saat ini). Apa pasalnya? Jemaah haji dianggap penyembah batu. Tradisi Jahiliah. Maka, halal darahnya. Hati-hati gaes, model kayak Qaramitah gini banyak sekarang di Indonesia. Ga maen-maen. Sejak itu, selama 10 tahun tidak ada satu pun orang wukuf di Arafah. Haji ambyar.

Ketika pecah Perang Salib dan al-Quds dikuasai mereka tahun 492 H, semua jalan menuju Mekkah tidak aman. Akibatnya, 5 tahun tidak ada hajian. Hal sama terjadi tahun 1798 saat Napoleon Bonaparte menginjakkan kaki di Mesir. Yang disebabkan wabah banyak sekali, antara lain tahun 1858, 1871, dan 1930. Ada yang berlangsungnya tahunan. Maklum, dulu belum kenal vaksin.

Baca Juga  Mengantisipasi Pembatasan yang Kebablasan Pasca-krisis Covid-19

Jadi, kalau lihat data sejarah, boleh saja haji dihentikan. Apalagi syarat haji kan istitha’ah; cukup biaya dan bekal, sehat fisik, dan aman perjalanan. Keselamatan jiwa harus didahulukan. Salat Jumat dan jemaah yang jumlahnya puluhan, ratusan atau ribuan saja bisa dihentikan, apalagi kerumunan 2,5 juta orang. Di satu waktu dan tempat yang sama. Terlalu riskan. Kalau pun dipaksakan, costnya akan tinggi sekali. Siapa yang mau menanggung? Udah hari gini belum diputuskan. Kapan persiapannya?

Tidak sulit bagi Saudi untuk memutuskan. Negara-negara Islam amat sangat memaklumi. Ulama pun sudah siap dengan segudang dalil. Walau sulit bagi pemerintah Indonesia untuk umumkan ini, tapi dengan bantuan ulama, masyarakat akan mengerti. Ulama memang selalu siap siaga jadi ‘pemadam kebakaran’. Setelah api padam dilupakan, itu biasa, hehehe. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik. [MZ]

Muchlis M. Hanafi Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Kementerian Agama; Alumnus S1, S2, dan S3 Universitas al-Azhar Mesir

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *