Redaksi Redaksi Arrahim.ID

Ahmad Suaedy Tegaskan Perlunya Membudayakan Sikap Kritis Dalam Pembaharuan Peradaban

1 min read

Perhelatan Muktamar Pemikiran NU ke-2 turut menyajikan sesi pararel, salah satunya membahas tema “Pendekatan Budaya” (2/12). Tema ini merupakan salah satu tema diskusi yang lebih spesifik dan merupakan turunan dari tema utama kegiatan “Imaginating the Future Society” (Membayangkan Masyarakat Masa Depan).

Pada sesi ini hadir dari para aktivis budaya lintas generasi. Pemantik dalam sesi ini adalah Virdika Rizki Utama, Cicik Farchah As Segaf, Dr. Ahmad Suaedy, K.H. Jadul Maula, Maria Fauzi, dan Asep Salahuddin.

Virdika, sebagai salah satu narasumber representasi kalangan kaum muda NU mengatakan ada keengganan untuk masuk lebih dalam kebudayaan. Berdasarkan temuan penelitian yang pernah ia lakukan, ia menyampaikan bahwa selama ini kaum muda NU lebih condong pada memanfaatkan posisi NU sebagai lembaga yang bergerak dalam isu toleransi dan spiritualitas.

“Isu-isu seperti tentang lingkungan kurang banyak diminati. Pada akhirnya NU tidak progresif,” tegas Virdika.

Kondisi tersebut juga didukung dari sikap keberagamaan muslim urban. Maria Fauzi mengungkapkan bahwa ada kesenjangan kontradiktif antara masyarakat urban dan desa. Masyarakat urban saat ini mengalami anomali akibat globalisasi dan modernitas. Di tengah anomali tersebut muslim urban memilih gerakan urban sufism sebagai tempat men-charge spiritualitasnya, salah satunya ke organisasi NU.

Sedangkan, Kiai Jadul Maula mengungkapkan bahwa harus ada pembacaan kritis untuk mengusung masa depan. Ia mengatakan ada tiga tahapan dalam proses pembaharuan yaitu, al Iadah, al ibanah dan al ihya. Ketiganya dapat menjadi satu praktik pembaruan yang beriringan.

Hal ini didukung oleh Dr. Ahmad Suaedy yang mengatakan bahwa masa lalu perlu dipelajari untuk dapat melangkah lebih maju. Ia mencontohkan beberapa peradaban modern dimulai sejak media cetak dan uap mesin ditemukan. Berbagai implikasi lahir dari hadirnya mesin itu seperti kolonialisasi.

Baca Juga  UIN Sunan Ampel Terima Anugerah Top 45 Pelayanan Publik Terbaik 2022

“Saat ini teknologi digital telah melahirkan kebudayaan baru. Di tengah kelahirannya ini, agama harus lebih aktif lagi di luar publik,” kata Suaedy.

Selain itu, Suaedy juga menegaskan bahwa kritisisme juga menjadi sebuah kebutuhan mendasar sebagai metode berijtihad untuk menyongsong peradaban baru. Tanpa adanya daya kritis dan ijtihad perubahan tidak akan terjadi, bahkan hal itu justru akan menggiring masyarakat terjebak dalam romantisme sejarah yang menolak segala perubahan budaya masyarakat.

Redaksi Redaksi Arrahim.ID