Susanto Al Yamin Pegawai Kementerian Agama Kab. Siak, Riau

Membangun Spirit Literasi Qur’ani di Era Digital

2 min read

media sosial

Di era digital saat ini, nampaknya manusia sangat sulit melepaskan diri dari smartphone dan internet, terutama dalam berkomunikasi, mengakses, dan menyebarkan informasi. Dengan teknologi tersebut, manusia dapat berkomunikasi tanpa batas ruang dan waktu. Informasi dapat diakses dan disebarkan dengan mudah dan cepat, tentunya juga hemat biaya. Kehadiran teknologi ini memberikan banyak manfaat dalam kehidupan masyarakat.

Namun demikian, internet tetap saja bagaikan dua sisi mata uang. Pada satu sisi melahirkan dampak positif, sementara di sisi lain menimbulkan dampak negatif. Tidak semua konten berisi informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Tetapi banyak juga konten dan layanan di internet yang bernilai negatif seperti hoaks, bullying, pornografi, provokasi, ujaran kebencian (hate speech), dan lain-lain.

Penguatan literasi di era digital merupakan filter bagi pengguna internet sehingga tidak mudah terjebak pada konten dan informasi yang menyesatkan. Literasi merujuk pada pemahaman dan keterampilan yang dimiliki seseorang dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti saat ini, literasi tidak bisa dimaknai hanya sebatas kemampuan membaca.  Pada awalnya, makna kata literasi memang hanya berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis. Namun, seiring perkembangan zaman, makna kata literasi telah berkembang lebih luas. Literasi berhubungan dengan kemampuan dan keterampilan seseorang dalam membaca, menulis, berhitung, memahami, berbicara, menganalisis, mentransformasi teks, dan seterusnya.

Dalam perspektif al-Qur’an, konsep literasi sebenarnya telah dikenal sejak kitab suci al-Qur’an diturunkan. Al-Qur’an memperkenalkan istilah literasi melalui kata iqra’, yang berarti bacalah! Iqra’ adalah kata pertama dalam surah al-‘Alaq yang merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah Saw. Kata iqra’ dalam tata bahasa Arab merupakan fi’il amr yang berarti kata kerja perintah. Kata iqra’ berasaal dari kata qara’a yang berarti menghimpun, mengumpulkan, atau menggabungkan.

Baca Juga  Agama sebagai Candu dalam Perspektif Karl Marx: Antara Keimanan dan Ketergantungan  

Perintah membaca yang disampaikan dalam wahyu pertama ini tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik (dengan nama Allah Swt). Menurut Quraish Shihab (1997), dalam makna yang lebih luas, kata iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri sendiri, yang tertulis maupun tidak. Perintah iqra’ mencakup objek yang sangat luas.

Perintah literasi atau iqra’ dalam al-Qur’an harus diiringi dengan bismi Rabbik. Ini penting karena spirit iqra’ akan melahirkan dan mendorong pengembangan ilmu dan teknologi, yang berbasis pada nilai-nilai ketuhanan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jika tidak demikian, pengetahuan dan teknologi hanya akan membawa bencana dan kerusakan bagi manusia dan makhluk lainnya.

Perintah membaca yang terdapat dalam wahyu pertama ini mengindikasikan begitu pentingnya membangun siprit literasi. Selain kata iqra’ dalam wahyu pertama tersebut, spirit literasi dalam al-Qur’an juga dapat ditemukan dalam subtansi surah al-Baqarah ayat 31, 44, 121,151, Ali-Imran ayat 58 dan 164, al-A’raf ayat 179, al-Jumu’ah ayat 2, al-Mujadalah ayat 11, dan lain-lain.  Substansi dari ayat-ayat ini adalah memerintahkan umat manusia untuk membangun spirit literasi.

Selain itu, al-Qur’an juga menyebut seperangkat peralatan kegiatan baca-tulis, seperti, kata midad (tinta), qalam (pena), qirthas (kertas), lauh (batu tulis), raqq (lembaran), dan shuhuf (helai kertas). Hal ini menandakan bahwa al-Qur’an sangat menekankan budaya literasi di tengah masyarakat sehingga peradaban menjadi maju dan gemilang sebagaimana Allah mengubah peradaban jahiliah menuju peradaban ilmiah.

Karena pentingnya kemampuan literasi inilah yang kemudian menginspirasi Rasulullah Saw mengambil langkah cerdas  pasca perang Badar, 70 orang musyrikin Quraisy berhasil ditawan kaum Muslimin. Jumlah ini sangat fantastis untuk dijadikan alat tekan terhadap kaum musyrikin di Makkah. Namun, Rasulullah mengambil kebijakan lain. Sebagai gantinya, tawanan bisa dibebaskan dengan syarat mengajarkan umat Islam membaca. Peristiwa ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca adalah modal penting yang akan membawa umat Islam menuju pintu kejayaan. Dengan demikian, tindakan tersebut mencerminkan pemahaman mendalam akan pentingnya literasi dalam meraih kemajuan.

Baca Juga  Upaya Gus Dur dalam Menegosiasikan antara Islam, Modernitas, dan Lokalitas

Disadari atau tidak, tingkat literasi masyarakat di Indonesia sangat memprihatinkan. Banjirnya perkembangan teknologi yang ditandai dengan derasnya arus internet dan smartphone  menjadikan ikhtiar meningkatkan budaya literasi semakin mendapatkan tantangan. Rendahnya tingkat literasi masyarakat di era digital ini memberikan dampak yang negatif dalam kehidupan. Informasi yang beredar di media sosial sering diterima dan disebarkan begitu saja, tanpa ditelaah terlebih dahulu kebenarannya. Akibatnya, berita hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya semakin banyak beredar di ruang publik media sosial.

Menerima dan menyebarkan berita hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya dari postingan-postingan di media sosial, tanpa renungan, penyelidikan, dan pembuktian dapat menyebabkan kebencian, permusuhan, bahkan perpecahan.

Oleh karena itu, agar perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era digital saat ini dapat memberikan dampak positif terhadap kemajuan umat, maka spirit literasi yang disampaikan al-Qur’an sangat penting untuk diaktualisasikan. Penguatan literasi berbasis al-Qur’an ini bisa dimulai dengan memberikan pemahaman terkait literasi qur’ani secara massif di berbagai ruang publik media digital, sehingga kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di era digital ini dapat memberikan manfaat yang luas dalam kehidupan masyarakat. Semoga.

 

Susanto Al Yamin Pegawai Kementerian Agama Kab. Siak, Riau