Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com

Peran Keraguan Metodologis untuk Berpikir Kritis di Era Tsunami Informasi

2 min read

Di era tsunami informasi, di mana melimpahnya data dan opini yang dapat diakses dengan ujung jari kita belum pernah terjadi sebelumnya, keraguan metodologis memainkan peran penting dalam menumbuhkan pemikiran kritis.

Keraguan metodologis melibatkan pendekatan sistematis untuk mempertanyakan proses dan asumsi yang mendasari perolehan, penafsiran, dan penyebaran informasi. Pendekatan ini tidak hanya mempertajam kemampuan analitis kita, tetapi juga memperlengkapi kita untuk membongkar dan memahami derasnya informasi dengan lebih efektif dan cerdas.

Istilah “tsunami informasi” dengan tepat menggambarkan membanjirnya data dari berbagai sumber, seperti berita daring, media sosial, blog atau situs, dan bahkan publikasi akademis. Tsunami ini ditandai dengan kecepatan, volume, dan sering kali kurangnya kurasi atau verifikasi yang ketat.

Dalam lingkungan seperti ini, potensi misinformasi, disinformasi, dan pemahaman yang dangkal sangatlah tinggi. Demokratisasi produksi dan diseminasi informasi, selain memberdayakan, juga ironisnya menunjukkan bahwa tidak semua sumber memiliki kredibilitas dan validitas yang sama.

Manfaat Keraguan Metodologis

Keraguan metodologis berakar pada tradisi filsafat skeptisisme, di mana mempertanyakan dan menguji landasan klaim pengetahuan adalah hal yang terpenting. Skeptisisme ini bukan tentang sinisme atau ketidakpercayaan absolut, melainkan tentang keterlibatan dalam proses penyelidikan yang ketat.

Hal ini melibatkan pengajuan pertanyaan seperti: Bagaimana informasi ini diperoleh? Metode apa yang digunakan untuk mengumpulkan data? Apakah metode ini dapat diandalkan dan valid? Siapa sumber informasi ini, dan apa bias atau motivasi mereka?

Manfaat keraguan metodologis dalam berpikir kritis di antaranya adalah pertama, keterampilan analisis yang meningkat. Terlibat dalam keraguan metodologis mengharuskan individu untuk meneliti prosedur dan asumsi di balik informasi.

Upaya ini mengasah keterampilan analitis karena memaksa seseorang untuk membedakan antara pernyataan dan klaim yang dibuktikan. Misalnya, ketika mengevaluasi suatu penelitian ilmiah, keraguan metodologis akan mengarahkan seseorang untuk memeriksa ukuran sampel penelitian, ideologi di baliknya, dan bias-bias politis dalam kesimpulannya.

Baca Juga  Hukum Childfree dalam Islam

Kedua, ketajaman terhadap kredibilitas. Di zaman ketika siapa pun dapat memublikasikan informasi, membedakan antara sumber yang kredibel dan nonkredibel sangatlah krusial.

Keraguan metodologis mendorong individu untuk mengkroscek kredibilitas sumber, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti keahlian penulis, reputasi publikasi, dan potensi konflik kepentingan. Ketajaman ini membantu dalam menyaring informasi yang tidak akuntabel dan memilih menyerap pengetahuan yang kredibel.

Ketiga, mengurangi bias kognitif. Bias kognitif, seperti bias konfirmasi dan efek ikut-ikutan, dapat mendistorsi pemahaman kita dengan membuat kita secara selektif mengumpulkan atau menafsirkan informasi yang menegaskan keyakinan kita yang sudah ada sebelumnya.

Keraguan metodologis melawan bias-bias semacam ini dengan memanuverkan pola pikir bertanya dan evaluasi kritis, memaksa individu untuk mempertimbangkan sudut pandang alternatif dan bukti-bukti yang malah konfrontatif.

Keempat, pengambilan keputusan yang lebih baik. Keputusan yang didasarkan pada informasi yang salah atau tidak lengkap dapat mengakibatkan hasil yang merugikan. Dengan menerapkan keraguan metodologis, individu dapat memastikan bahwa keputusan mereka didasarkan pada data yang menyeluruh dan diperiksa dengan baik.

Hal ini sangatlah penting terutama dalam bidang-bidang seperti layanan kesehatan, pembuatan kebijakan, dan bisnis, di mana keputusan dapat mempunyai dampak yang signifikan.

Kelima, menumbuhkan kerendahan hati. Keraguan metodologis menanamkan rasa kerendahan hati dengan mengakui keterbatasan dan potensi kesalahan dalam pemahaman kita.

Kerendahan hati ini tak bisa dihindari untuk pembelajaran dan adaptasi yang berkelanjutan, karena hal ini membuat individu makin terbuka terhadap informasi dan perspektif baru yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pengambilan keputusan.

Untuk menerapkan keraguan metodologis secara efektif dalam perilaku konsumsi informasi kita sehari-hari, beberapa strategi dapat diterapkan:

Pertama, verifikasi sumber. Selalu verifikasi sumber informasi. Periksa kredensial penulis, kredibilitas publikasi, dan apakah sumber tepercaya lainnya menguatkan informasi tersebut.

Baca Juga  Perdebatan Besar antara Filsuf Rasionalis dengan Filsuf Mistik dalam Filsafat Islam

Kedua, pemeriksaan bukti. Lihatlah bukti yang diberikan untuk mendukung klaim. Apakah ada data, referensi penelitian, atau kesaksian para ahli? Lalu nilai kualitas dan relevansi bukti ini.

Ketiga, memahami metode. Dalam klaim ilmiah atau statistik, kita perlu memahami metodologi yang digunakan, yakni pertimbangkan ukuran sampel, mekanisme penelitian, dan potensi bias dalam pengumpulan dan analisis data.

Keempat, melakukan referensi silang. Penting sekali untuk menelusuri referensi silang dengan berbagai sumber. Jika pelbagai sumber yang berbeda memberikan informasi yang konsisten atau sama dengan sumber sebelumnya, kemungkinan besar kredibilitas informasi memang tak diragukan.

Kelima, skeptisisme reflektif. Kita terapkan kebiasaan skeptisisme reflektif yang dengannya kita mempertanyakan tidak hanya informasi, tetapi juga reaksi dan kecenderungan diri kita sendiri terhadap informasi tersebut.

Dalam tsunami informasi, di mana berjebah informasi yang salah dan pemahaman yang dangkal dapat dengan mudah berkembang biak, keraguan metodologis adalah alat yang sangat berharga untuk membantu kita berpikir kritis.

Hal itu memungkinkan seseorang untuk menyaring begitu lebatnya informasi, memahami kredibilitas, mengurangi bias, dan pada akhirnya dapat membuat keputusan yang lebih baik.

Dengan secara kritis mempertanyakan metode dan asumsi yang berada di belakang informasi, kita dapat mengurai kompleksitas lanskap informasi yang menyeruak berjibun dengan lebih baik dan menjadi individu yang lebih berpengetahuan, rasional, dan reflektif.

Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com