Surat Al-Alaq merupakan wahyu yang pertama kali diturunkan kepada kanjeng Nabi. Secara umum, banyak kalangan seringkali lebih fokus pada kata iqra’ dalam menafsirkannya. Kata ini dianggap sebagai sebuah ekspresi yang mewakili “pendidikan atau belajar” dalam arti luas dan urgensinya dalam kehidupan.
Namun, saya kira ada hal yang tidak kalah penting dari penafsirannya tentang pendidikan, yakni tentang Tuhan yang memperkenalkan diriNya kepada manusia. sebagaimana disebutkan dalam ayat 2-3:
(خَلَقَ اْلاءِنْسَانَ مَنَ عَلَق (2)إَقْرَأْ وَ رَبُّكَ اْلأكْرَم(3
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia.
Kedua ayat tersebut, sejatinya tidak hanya menjelaskan bahwa Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakan manusia. Lebih dari itu, ayat tersebut di sisi lain mengandung sebuah upaya untuk memperkenalkan dzat Allah sebagai pencipta yang Maha Mulia. Karena, pada saat ayat ini diturunkan, kondisi masyarakatnya belum mengenal Allah.
Kata khalaqa yang menjadi pembuka ayat kedua surat Al-Alaq jika dilihat dari segi bahasa memiliki banyak arti; diantaranya adalah menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa suatu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus, mengatur, membuat dan sebagainya.
Misalnya, dalam surah al Mukminun (23): 14, kata khalaqna (خَلَقْنَا)–bentuk mutakallim ma’al ghayr–diartikan dengan “Kami telah menjadikan.” Sedangkan, pada ayat-ayat yang berbunyi khalaqa al samawat wa al ardI, saperti dalam surah Al Baqarah (2): 64, kata khalaqa lebih dimaksudkan pada makna “pencipataan;” Sesungguhnya dalam penciptaan (tanpa memberi contoh terlebih dahulu) langit dan bumi. Namun, kata itu terkadang diartikan pula dengan makna “pengaturan.” Sehingga mempunyai artinya “Sesungguhnya dalam pengaturan yang sangat teliti (berdasarkan ukuran-ukuran tertentu) bagi peredaran benda-benda langit dan bumi.”
Menurut Quraish Shihab, penggunaan kata khalaqa dengan berbagai bentuknya mengandung satu penekanan yang berbeda dengan kata ja’ala (جَعَلَ) yang mempunyai arti “menjadikan.” kata kholaqa ini memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah atas ciptaan-Nya. Sedangkan ja’ala lebih menekankan pada manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari suatu yang dijadikan itu.
Kembali soal meperkenalkan Tuhan. Abdul Karim Al Khathib dalam karyanya Qodiyyat Al-Uluhiyyah Baina Al-Din Wa Al Falsafah menjelaskan tentang empat fase yang terkandung pada Alquran dalam usahanya memperkenalkan Allah.
Fase pertama mengarahkan pandangan manusia kepada alam raya agar mereka menyadari bahwa wujud yang disaksikan ini pasti merupakan ciptaan suatu dzat diluar wujud itu. Kedua, penjelasan tentang dzat tersebut, siapa dia, bagaimana sifat-Nya serta bagaimana dia menciptakan dan mengaturnya.
Ketiga, penjelasan bagaimana seharusnya sikap manusia terhadapa dzat tersebut. Dalam fase ini dijelaskan pula ketetapan hukum syari’ah, arah yang harus dituju serta apa yang diperolehnya di sana. Keempat; penerapan petunjuk-petunjuk pada fase sebelumnya. Dalam fase ini Kanjeng Nabi menjelaskan tata cara penerapan petunjuk Allah itu, baik dengan ucapan maupun dengan sikap beliau.
Pada titik ini lah, pada dasarnya surah Al-Alaq ayat 2-3 juga mempunyai makna yang patut dijadikan sebagai sebuah bahan renungan oleh umat manusia. Melalui ayat ini, Allah memperkenalkan dzatNya. Terkait dengan empat fase menurut Al-Khatin, setidaknya, ayat ini berfungsi sebagai sebuah pengantar menuju–atau bisa jadi menjadi bagian kecil dari–darfase pertama dan kedua; yakni, mengarahkan kesadaran manusia atas penciptaan alam semesta dan eksistensi sang pencipta, Allah Yang Maha Mulia. Wallahu a’lam