Ahmad Syahrul Ansori Alumni Ponpes Mambaus Sholihin, Gresik.

Hadis Ifki, Keberpihakan Allah kepada Wanita

3 min read

Hoaks bukan banyak terjadi saat ini saja, melainkan hoaks sudah ada sejak dulu. Nabi Muhammad saw. pun  pernah merasakan badai hoaks yang dialamatkan kepada istri Nabi yang mulia, Siti Aisyah—radiyallahu ‘anha, hingga peristiwa tersebut disebut pakar sejarah dengan istilah hadis ifki (kabar bohong).

Tragedi fitnah keji terhadap keluarga Nabi terkhusus kepada Siti Aisyah tersebut, bermula dari kepulangan pasukan muslim dari medan perang Bani Musthaliq.

Sekilas tentang peperangan tersebut. Pakar sejarah Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa peperangan Bani Musthaliq ini terjadi pada tahun keenam Hijriah, meski demikian pendapat yang lebih kuat, peperangan terjadi pada bulan Sya’ban tahun kelima Hijriah. (al-Buthi, Fiqh Sirah Nabawiyah, 297)

Dalam peperangan ini, Siti Aisyah ikut mendampingi Nabi Muhammad saw., seusai peperangan Nabi Muhammad saw. memberikan intruksi untuk segera pulang di malam hari.

Pada saat orang-orang berkemas untuk kembali ke Madinah, Siti Aisyah keluar tenda untuk membuang hajat. Beliau kembali ke tempat tadi untuk mengambil kalungnya yang tertinggal, tidak jauh setelah melangkah, terlihat orang-orang yang bertugas membawa unta tunggangan sudah bersiap berangkat. Ternyata mereka menduga Siti Aisyah sudah di dalam haudaj (rumah kecil di atas unta), mereka berangkat tanpa sadar istri rasulullah tertinggal.

Siti Aisyah pun berniat untuk menunggu dengan tidur-tidur, berharap mereka menyadari bahwa istri Nabi tertinggal. Ternyata tidak lama Sofwan bin Muathol datang, memang dia diperintah Nabi berangkat paling akhir.

Seketika Siti Aisyah bangun, menutup hijab, dan menenggelamkan pandangan, Sofwan pun hanya tersentak dengan ungkapan “inna lilla>hi wa inna ilaihi ra>jiu>n”. Siti Aisyah dipersilakan menaiki unta yang  dibawah oleh Sofwan.

Setiba di Madinah, Siti Aisyah sakit selama satu bulan dan hoaks pun diproduksi oleh orang munafik bernama Abdullah bin Ubay. Madinah gempar semua orang hampir membicarakan tentang Siti Aisyah.

Baca Juga  Al-Muntakhabāt: Mahakarya KH. Achmad Asrori al-Ishaqi [Bag 3-habis]

Berita hoaks Siti Aisyah telah berbuat serong membuat Nabi sangat tertekan. Hoaks tersebut membuat orang termulia di muka dunia ini bingung bersikap, sampai sebulan pula Nabi mendiamkan Siti Aisyah. Hanya sapaan tentang kesehatannya saja.

Sekalipun Nabi—yang mendapatkan akses untuk mendapatkan informasi ilahiah, Hati Muhammad bin Abdullah pun tetap terguncang hebat, apalagi selama sebulan pula wahyu Allah Swt. tidak turun pada Nabi Muhammad. Sosok agung tersebut sangat gundah seperti manusia pada umumnya saat di hadapan informasi yang bisa jadi benar atau salah.

Kebingungan Nabi pun membuat beliau perlu meminta pendapat kepada para sahabat termasuk kepada Barirah pelayanan perempuan dari keluarga Nabi. Semua sepakat bahwa tidak ada pada tubuh Siti Aisyah kecuali kebaikan-kebaikan.

Nabi pun berdiri di atas mimbar seraya bersabda,

Wahai Kaum muslimin! Siapa yang akan membelaku dari seorang laki-laki yang telah menyakiti keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui dari keluargaku kecuali kebaikan. Sesungguhnya, mereka telah menyebutkan seorang laki-laki yang aku kenal kecuali ia adalah orang baik!” Sabda tersebut mengukuhkan kebaikan-kebaikan keluarganya dan menepis keburukan yang dialamatkan pada keluarganya.

Di Lain sisi, Siti Aisyah terpukul berat. Biasanya Nabi selalu perhatian kepadanya dengan penuh kelembutan, tetapi selama sebulan senyum hangat, perhatian penuh kasih tidak didapat, bahkan selama sebulan pula Nabi tidak berada di sisi Siti Aisyah. Setelah Siti Aisyah mengetahui ihwal fitnah keji tersebut dari Ummu Masthah tentang dirinya, semakin para pula sakitnya.

Setelah Nabi menyampaikan pengakuan dan peneguhan kebaikan-kebaikan keluarga beliau, beliau masuk kamar Siti Aisyah seraya bersabda.

Hai Aisyah, aku telah mendengar dari orang-orang tentang engkau. Jika engkau tidak bersalah pasti Allah akan membebaskanmu dari hal—fitnah keji—tersebut. Jika engkau telah melakukan dosa, mintalah ampunan kepada Allah  dan bertaubatlah kepada-Nya.

Siti Aisyah semakin terpojok, tangis piluh semakin dalam bingung meminta bantuan kepada siapa. Siti Aisyah berharap kepada ayah dan ibunya agar berkenan bantu menjawab, sayangnya keduanya tidak berani.

Baca Juga  Hanifiyyah: Ajaran Tauhid Sebelum Islam (2)

Demi Allah, aku tidak tahu harus menjawab bagaimana.” Abu Bakar As-Siddiq serta istri bingung harus bagaimana. Siti Aisyah semakin dalam tangis piluhnya.

Pembelaan Siti Aisyah & Pembebasan Allah Swt.

Siti Aisyah pun membela diri di hadapan Nabi Muhammad, ayahnya—Abu Bakar As-Siddiq—serta sang ibu.

وَاللهُ لَقَدْ عَرَفْتُ أَنَّكُمْ قَدْ سَمِعْتُمْ بِهَذَا حَتَّى اِسْتَقَرَّ فِي نُفُوْسِكُم وَصَدَّقْتُمْ بِهِ. فَاِنْ قُلْتُ لَكُمْ اِنِّي بَرِيئَةٌ—وَاللهُ يَعْلَمُ أَنِّي بَرِيْئَةٌ—لَا تُصَدِّقُنِيْ فِي ذَلِكَ، وَلَئِنْ اعْتَرَفْتُ لَكُم بِأَمْرِ اللهِ—وَاللهُ يَعْلَمُ أنِّي بَرِيئَةٌ—لَاتُصَدِّقَنْنِي. اِنِّي وَاللهِ مَا أَجِدُ لِي وَلَكُم مَثَلًا اِلَّا كَمَا قَالَ أَبُو يُوسُف (فَصَبۡرٞ جَمِيلٞۖ وَٱللَّهُ ٱلۡمُسۡتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ ١٨

Sungguh aku mengetahui bahwa kalian telah mendengarkan fitnah tentang diriku, hingga fitnah tersebut kalian benarkan. Andai saja aku klarifikasikan kepada kalian, bahwa aku terbebas dari fitnah—Sungguh Allah lah yang mengetahui bahwa aku tidak salah, kalian pun pasti tidak akan membenarkannya.”

Sekalipun andai aku mengaku salah kepada kalian—Sungguh Allah lah maha mengetahui bahwa aku tidak bersalah, kalian pun tidak akan membenarkannya. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan yang terjadi padaku dan kalian kecuali doa Nabi Yusuf. “Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan”.

Usai membela diri, Siti Aisyah kembali ke tempat peraduan. Setelah itu, tidak ada seorang pun yang keluar rumah hingga Nabi Muhammad saw. tiba-tiba lemas lunglai, keringat bercucuran seakan sedang menerima wahyu dari Allah Swt. Setelah agak berkurang keringatnya, Nabi tersenyum puas.

Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membebaskan engkau (dari fitnah keji).” Sabda Nabi Muhammad saw. terdengar lirih oleh Aisyah. “Berdirilah—untuk berterima kasih—kepada Nabi Muhammad!” Perintah sang ibu pada Siti Aisyah.

Siti Aisyah pun enggan, seraya melampiaskan luapan emosi. “Tidak! Demi Allah, aku tidak akan berdiri—untuk berterima kasih—kepada Nabi Muhammad saw. Aku tidak memuji dan berterima kasih kecuali kepada Allah. Karena Dia lah yang telah menurunkan ayat tentang pembebasanku (dari fitnah)!

Baca Juga  Konsep Insan Kamil Syaikh Abdul Karim Al-Jili

Hikmah Hoaks tentang Siti Aisyah

Betapa menyakitkan bagi Siti Aisyah ketika mendapatkan fitnah keji tentang dirinya, parahnya semua orang yang mencintainya termakan fitnah keji tersebut. Nabi pun hampir terbawa larut dalam disinformasi ini.

Bahwa wanita menjadi manusia yang sangat rentan, bahkan sampai untuk membela diri sendiri saja terkadang perlu afirmasi dari orang-orang sekitar. Pada kisah di atas, Allah Swt. pun menurunkan ayat 21 surah An-Nur sebagai “pembelaan” absolut bagi Siti Aisyah.

Keberpihakan Allah kepada Aisyah menjadi bukti bahwa perempuan tetap memiliki hak bersuara. Terlebih di era yang serba digital ini.

Banyak kasus pemerkosaan, bukan menyalahkan si pemerkosa malah menyalahkan atau menyudutkan korban. Banyak kasus asusila, malah yang dipersekusi korban asusila, bukan pelakunya.

Keberpihakan kepada korban harus menjadi asas pewartaan, keberpihakan kepada perempuan yang menjadi korban harus didahulukan. Bagaimana Islam melalui Nabi Muhammad saw. memberikan contoh untuk memuliakan korban dengan klarifikasi.

Bayangkan saja karakter Siti Aisyah pernah terpojok kala itu. Bagaimana dengan perempuan hari ini jika mendapatkan fitnah keji tersebut?

Ketimpangan informasi bisa menyebabkan kebenaran menjadi semu, harusnya itu yang harus dihindari. Jangan sampai hoaks membunuh karakter orang lain; baik laki-laki atau perempuan.

Ahmad Syahrul Ansori Alumni Ponpes Mambaus Sholihin, Gresik.