Dalam sejarahnya, kemajuan peradaban Islam terletak di tangan pemuda muslimnya. Sejarah mencatat, penyebaran Islam sampai merata di hampir seluruh penjuru dunia merupakan peran pemuda. Semangat, keberanian, kecerdasan dan kreativitas-kreativitas dalam menyebarkan nilai-nilai Islam mampu mengantarkan agama Islam menjadi agama yang berkebudayaan hingga saat ini.
Di antara pemuda yang berkontribusi terhadap dakwah ajaran Islam yang santun dan penuh kasih sayang yaitu, Ja’far bin Abi Thalib dengan usia 18 tahun, Qudaamah bin Abi Mazh’un berusia 19 tahun, Said bin Zaid dan Shuhaib Ar Rumi berusia dibawah 20 tahun, ‘Aamir bin Fahirah 23 tahun, Mush’ab bin ‘Umair dan Al Miqdad bin al Aswad berusia 24 tahun, Abdullah bin al Jahsy 25 tahun, Umar bin al Khathab 26 tahun dan banyak lagi pemuda-pemuda dari kalangan sahabat.
Begitu pentingnya peran pemuda, Rasulullah SAW bersabda :“Aku berpesan kepadamu supaya berbuat baik kepada golongan pemuda, sesungguhnya hati mereka paling lembut. Sesungguhnya Allah SWT telah mengutusku membawa Agama hanif in, lalu para pemuda bergabung denganku dan orang-orang tua menentangku.” [ H.R Bukhari].
Ada sebuah kisah nyata inspiratif yang diperankan oleh Ali bin Abi Thalib muda ketika ia diajak untuk memeluk ajaran Islam. Kisah tersebut menunjukkan kematangan seorang pemuda dalam berfikir dan memutuskan sebuah perkara. Ketika ingin memenuhi ajakan mulia tersebut, Ali sengaja pergi kepada orang tuanya untuk meminta kepada mereka agar diizinkan untuk memeluk agama Islam.
Namun ia urungkan niat tersebut seraya berkata, “Allah saja tidak pernah meminta izin pada orang tuaku untuk melahirkanku ke alam dunia.” Ia pun masuk Islam tanpa meminta izin pada orang tuanya dan sejak itu pula ia menyebarkan agama Islam.
Berdasarkan cerita-cerita Ali bin Abi Thalib dan para pemuda muslim lainnya, hendaknya kita mengikuti mereka dalam menyebarkan ajaran Islam. Banyak cara yang bisa kita lakukan saat ini, salah satunya dengan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan mengamalkannya demi tersebarnya ilmu tersebut dan demi perkembangan intelektual masyarakat yang ada di sekeliling kita.
Jika dulu berdakwah atau mempejuangkan panji-panji Islam dengan pedang, maka saat ini kita memperjuangkan panji-panji mulia tersebut dengan kalam (kalimat memahamkan ayat-ayat Allah), atau tulisan-tulisan yang ilmiah dan positif.
Dalam literatur-literatur Islam, banyak yang menuliskan bahwa masa muda adalah masa yang sangat penting. Masa muda seakan-akan menjadi kunci atau patokan kesuksesan seseorang, baik di dunia atau di akhirat. Kesuksesan dalam menjalin hubungan dengan Allah SWT ataupun membangun hubungan dengan sesama manusia.
Untuk itu, masa muda harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Masa muda tidak boleh hanya digunakan untuk bersenang-senang, apalagi sampai membuat kerusakan. Rasulullah Saw.bersabda,, “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, (1) waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu …” (HR. Al-Hakim).
Berdasarkan hadist di atas, para ulama berpendapat bahwa barangsiapa yang menjaga diri ketika muda, maka Allah SWT akan menjaga dirinya di masa tua. Artinya ketika kita bisa memanfaatkan masa muda kita dengan ibadah, kegiatan-kegiatan positif dan tidak melakukan keburukan atau kemaksiatan, maka Allah akan menjaga fisik dan rohani kita di masa tua. Seperti halnya Syeikh Al-Qadhi Abu Syuja’ yang terkenal dengan karangan-karangannya yang hingga saat ini masih dipelajari oleh para pelajar atau mahasiswa, khususnya tentang fikih mazhab Imam Syafi’i.
Dalam sebuah kitab disebutkan bahwa beliau termasuk ulama yang dikaruniai usia panjang, yaitu 160 tahun (433-569 H). Ia diangkat sebagai qadhi (hakim) semenjak umur 14 tahun dan ketika memasuki masa tua, ia terlihat segar bugar seperti pemuda-pemuda pada umumnya.
Rahasianya pun bukan dengan rajin olahraga atau lainnya, tapi mengisi masa mudanya dengan ibadah dan berbuat baik kepada sesamanya.“Aku selalu menjaga anggota badanku dari maksiat kepada Allah di masa mudaku, maka Allah pun menjaga badanku di masa tuaku.”
Banyak hadist lain yang menjelaskan pentingnya masa muda. Pada prinsipnya kita tidak bisa hidup sempurna di masa tua, kecuali dengan memanfaatkan masa muda semaksimal mungkin. Bahkan bukan hanya di masa tua saja, tetapi untuk menopang kehidupan di akhirat kelak. Maka Rasulullah Saw. mewanti-mewanti kepada kita dengan salah satu sabda beliau,
“Tidak tergelincir dua kaki seorang hamba pada hari kiamat, sampai Allah menanyakan empat hal: umurnya, untuk apa selama hidupnya dihabiskan; masa mudanya, bagaimana dia menggunakannya; hartanya, darimana dia mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskan; dan ilmunya, apakah dia amalkan atau tidak.” (HR Tirmidzi).
Di bumi pertiwi Indonesia ini tentu juga melahirkan berbagai sosok pemuda muslim yang patut kita banggakan atas segala perjuangannya. Kita mengenal KH. Abdul Wahid Hasyim, tokoh besar NU yang juga merupakan ayah dari Gus Dur mantan presiden RI yang memiliki kelebihan tersendiri yang spektakuler.
Walaupun tidak mengenyam pendidikan formal yang diusung pemerintah kolonial, pada umur 15 tahun ia sudah menguasai bahasa latin, Inggris, dan Belanda. Sosok yang berhasil menghafal al Qur an sejak umur 7 tahun ini juga sudah berangkat ketanah suci untuk melakukan ibadah haji sekaligus menimba ilmu agama di sana sejak umur 18 tahun.
Begitupun dengan sosok pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan muda juga merupakan ikon pemuda muslim yang mencerahkan pada massanya. Seorang guru bangsa yang memiliki nama kecil Muhammad Darwisy ini pada umurnya yang ke 15 sudah menginjakkan kakinya ketanah suci. Belajar bersama tokoh pembaharu islam seperti Muhammad Abduh, al Afgani, dan Ibnu Taimiayah yang memberinya segudang gerakan mulia untuk memurnikan ajaran Islam di Indonesia.
Berangkat dari pelbagai perjalanan dan peranan para pemuda muslim dunia dan Indonesia, maka dengan sangat gamblang kita mampu menarik berbagai pelajaran. Kita sebagai pemuda muslim dituntut untuk menegakkan kepala dengan berani untuk menyampaikan ajaran Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam bukan merusaknya. Wallauhu a’alam Bisyowab. (MMSM)