Akhmad Siddiq Dosen Studi Agama-agama, bergiat di Moderate Muslim Institute UIN Sunan Ampel Surabaya

Melihat Kembali Hadis-Hadis Populer tentang Ramadan Yang (Ternyata) Lemah

1 min read

Setiap kali bulan Ramadan datang, kita senantiasa disuguhi beragam hadis tentang keutamaan bulan suci ini, baik melalui media sosial, di masjid, ceramah televisi, pengajian online atau media lainnya. Tapi tahukah kita bahwa banyak dari hadis-hadis yang populer disampaikan di ruang-ruang tersebut adalah hadis dhaif atau lemah?

Seorang teman berkata, “Kalau hadis itu lemah, lalu kenapa? Bukankah lebih baik kita berbuat baik berdasar hadis yang lemah daripada tidak berbuat apa-apa?”

Teman tersebut tidak sendirian dan bukan tidak punya sandaran. Dalam kajian kitab kuning klasik (juga kontemporer) kita akan menemukan ulasan-ulasan tentang penggunaan hadis dhaif untuk fadhā’il al-a’māl (amal-amal yang utama). Mazhab ini menegaskan bahwa hadis-hadis yang lemah tidak bermasalah digunakan untuk memotivasi seseorang agar melaksanakan fadhā’il al-a’māl. Misalnya, Imam Nawawi dalam kitab al-Majmū’ menyatakan bahwa hadis-hadis dhaif untuk keutamaan amalan sah-sah saja digunakan, selama tidak menyentuh urusan (penetapan) halal dan haram dalam Islam.

Bahkan, Ibn Baz—seorang ulama Saudi Arabia yang terkenal ketat dalam persoalan hukum—mengatakan bahwa jika ada hadis dhaif berbicara tentang keutamaan hal-hal yang sudah disepakati baik oleh para ulama, hal itu tidak bermasalah dan bisa dimaklumi. Misalnya hadis dhaif tentang keutamaan sedekah, keutamaan puasa, dan keutamaan salat. Selama hadis itu tidak bicara tentang ibadah baru, tentang halal dan haram, tidak ada persoalan.

Lalu seperti apa hadis-hadis Ramadan yang populer tapi dhaif? Berikut ini saya sebutkan beberapa di antaranya.

Pertama, hadis yang menjelaskan bahwa bulan Ramadan terbagi dalam tiga fase: rahmat, ampunan, dan keselamatan dari api neraka. Hadis tersebut berbunyi:

أول شهر رمضان رحمة، وأوسطه مغفرة، وآخره عتق من النار
Artinya: “Awal bulan Ramadan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan penghujungnya adalah keselamatan dari api neraka.”

Menurut Imam al-‘Uqayli dalam al-Dhu’afā’ al-Kabīr, hadis ini tidak punya akar riwayat. Albani menyebut hadis ini sebagai hadis yang sangat dhaif.

Baca Juga  Konsep Aswaja Perspektif Nahdlatul Ulama

Kedua, hadis yang berbunyi:

لو يعلم العباد ما رمضان لتمنت أمتي أن يكون السنة كلها

Artinya: “Seandainya hamba-hamba tahu apa yang ada dalam bulan Ramadan, niscaya mereka akan berharap sepanjang tahun adalah Ramadan.”

Ketika Ibnu Huzaimah menyebut hadis ini dalam kitab Sahīh-nya, Imam Ibnu berkata, “Sepertinya dia terlalu memudahkan; karena hadis ini berbicara tentang motivasi kebaikan.” Ibnu al-Jauzi menyebut hadis ini sebagai hadis maudhu’ karena di dalamnya ada Jarir ibn Ayyub.

Ketiga, hadis yang berbunyi:

صوموا تصحوا
Artinya, “Puasalah kamu, maka kamu akan sehat.”

Dalam kitab al-Silsilah al-Da’īfah, Imam al-Albani menyebut hadis ini sebagai hadis dhaif. Imam al-‘Iraqi, Al-Manawi, Imam al-Shaukani juga mengatakan bahwa hadis ini lemah.

Kita masih bisa menemukan banyak lagi hadis populer terkait dengan puasa Ramadan yang kualitasnya dipertanyakan. Menyikapi hal ini, alangkah baiknya jika kita berusaha menceritakan hadis sahih, yang memiliki makna dan semangat serupa dengan hadis dhaif tersebut, untuk menghindari perdebatan. Hadis-hadis sahih ini bisa kita temukan di banyak kitab hadis yang muktabarah. Wallahu a’lam.

Akhmad Siddiq Dosen Studi Agama-agama, bergiat di Moderate Muslim Institute UIN Sunan Ampel Surabaya

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *