Ustaz Ahmad Z. El-Hamdi Ustaz Milenial Tinggal di Sidoarjo

Kristen Macam Apa yang Dipeluk Negus Abyssinia, Pelindung Muhajirin Muslim Dari Aniaya Kafir Quraisy Mekah dan yang Saat Kematiannya Nabi Shalat Ghaib Untuknya? (1)

2 min read

Ada dua peristiwa hijrah yang sangat terkenal dalam sejarah Islam era Nabi Muhammad, yaitu hijrah ke Abyssinia (Ethiopia saat ini) dan ke Madinah. Tulisan ini akan mengulas pristiwa hijrah ke Abyssinia yang terjadi pada tahun 613 dan 615 M. Hijrah ini biasa disebut sebagai hijrah pertama, di mana para sahabat didorong Nabi sendiri untuk pergi ke Abyssinia guna menghindar dari aniaya suku Quraisy Mekah. Beberapa tahun kemudian sebagian sahabat yang hijrah ke Abyssinia kembali ke Mekkah kemudian ikut hijrah ke Madinah, sebagian tetap tinggal di Abyssinia.

Apa yang menjadi penasaran adalah mengapa Nabi mendorong para sahabatnya untuk hijrah ke Abyssinia, di mana Nabi Muhammad meyakini bahwa penguasanya akan memberi perlindungan kepada para sahabatnya. Bahkan saat terdengar kabar sang Negus Abyssinia meninggal dunia, Nabi Muhammad melakukan shalat ghaib. Sebagaimana diriwayatkan Bukhari:

 عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : نَعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِلَى أَصْحَابِهِ النَّجَاشِيَّ ثُمَّ تَقَدَّمَ فَصَفُّوا خَلْفَه فَكَبَّرَ أَرْبَعً

“Nabi memberitakan kepada para sahabatnya tentang kematian An-Najasyi, kemudian beliau maju untuk menjadi imam, maka kami membuat shaf di belakang beliau, dan beliau bertakbir empat kali” (HR. Bukhari).

Apa yang dimaksud dengan Kerajaan Abyssinia sebagai tujuan hijrah pertama para sahabat Nabi secara definitif adalah Kerajaan Kristen Aksum. Dalam tradisi Islam raja Aksum ini disebut Najasi sebagai peng-Araban dari istilah Negus. Negus sendiri bukan sebuah nama, tapi gelar raja. Negus secara harfiah bermakna Raja Diraja (King of the Kings).

Para sejarawan mencatat bahwa Negus Abyssinia pada saat peristiwa hijrah ini adalah adalah Sahama atau Ashama ibn Abjar, yang juga disebut Ella Tsaham, meninggal pada 630 M).

Baca Juga  Bermusik menurut Cak Nun

Perlu dicatat bahwa ada dua gelombang hijrah ke Aksum. Kelompok pertama terjadi pada tahun 613 M. Kelompok ini termasuk puteri Nabi, Ruqayyah dan Utsman bin Affan. Utsman bin Affan menjadi pemimpin dari kelompok pertama ini.

Nama-nama muhajirin kelompok ini adalah sebagai berikut:

Setelah setahun di pengungsian, mereka mendengar rumor bahwa Quraiys Mekah telah menerima Islam, mereka pun kembali ke Mekah. Sesampai di Mekah, mereka kecele sehingga mereka kembali lagi ke Abyssinia pada tahun 615 atau 616 M. Hijrah kedua ini diikuti lebih banyak orang, total 83 laki-laki dan 18 perempuan.

Nabi menasehati para sahabatnya untuk hijrah ke Abyssinia karena dalam pandangannya, Raja Abyssinia adalah seorang raja yang adil dan Abyssinia adalah negeri yang bersahabat. Pilihan kepada Aksum juga perlu dilihat dari sudut kekalahan Kerajaan Kristen Bizantium dan jatuhnya Jerusalim di bawah kekuasaan Kerajaan Sassanid Persia di tahun 614.

Kekalahan ini disambut suka cita oleh orang-orang Quraisy Mekah. Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad yang menganggap bahwa agama Kristen masih serumpun dengan agama yang dibawahnya (sesama agama Ibrahim) menyarankan Sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Abyssinia yang belum ditaklukkan Persia.

Baca Juga  Pergeseran Orientasi Pesantren dari Humanis ke Kapitalis

Ketika kaum Quraisy mendengar para pengikut Muhammad bebas menjalankan agamanya di Abyssinia, mereka mengutus delegasi ke Abyssinia untuk meminta Negus Abyssinia mengirim balik orang-orang Islam itu. Melalui pendekatan kepada para petinggi kerajaan, delegasi Arab itu diterima oleh Negus Abyssinia. Di depan raja, delegasi itu meminta agar sang Negus mengembalikan mereka ke Mekah dengan alasan bahwa mereka hanyalah anak-anak nakal yang tertipu dengan ajaran agama baru sehingga berani melawan ajaran orang-orang tuanya yang selama ini sudah menciptakan kebaikan.

Namun Negus Abyssinia ingin mendengar suara dari pihak Muslim. Di depan sang Negus, Ja’far bin Abi Talib sebagai juru bicara kelompok menjelaskan bagaimana mereka hidup sebelum Islam dan apa yang diajarkan Nabi Muhammad kepada para pengikutnya. Mereka juga menjelaskan bahwa mereka pergi ke Abyssinia karena penganiayaan yang mereka terima dari suku Quraisy di Mekah.

Pembicaraan itu mengalir sampai pada kesalingpahaman sebagai umat yang memeluk agama berdasarkan wahyu Tuhan. Sang Negus kemudian meminta kepada Ja’far jika mereka memiliki sesuatu yang berasal dari Tuhan. Ja’far bin Abi Talib kemudian membaca Surah Maryam. Mendengar ayat-ayat dari Surah Maryam, sang Negus menyatakan bahwa ayat ini berasal dari sumber yang sama dengan apa yang diajarkan Yesus. Dia kemudian menyatakan bahwa dia tidak akan menyerahkan umat Muslim kepada Quraisy Mekah.

Delegasi Quraisy melakukan taktik lain. Beberapa hari setelah pertemuan pertama itu, Amr ibn al-As, kepala delegasi, menemui sang Negus kembali dan melaporkan bahwa umat Muslim mengatakan sesuatu yang jelek tentang Yesus. Negus termakan provokasi itu. Ketika umat Muslim mendengar, mereka berusaha untuk menjelaskan kepada Negus berdasarkan wahyu Allah dalam al-Qur’an.

Baca Juga  NU dalam Merawat Peradaban: Refleksi 101 Tahun Nahdlatul Ulama

Di depan sang Negus, Ja’far ibn Abi talib menyatakan bahwa: Yesus adalah utusan Allah, nabi-Nya, ruh-Nya, dan kalam-Nya yang dikandung oleh sang Perawan Maryam. Mendengar penjelasan ini, sang Negus menyatakan bahwa Yesus tidak lebih dari apa yang dinyatakan Ja’far. Kemudian, Negus bertitah, “Pergi, keluarlah ke mana saja yang engkau mau di negeri ini karena kamu akan aman.”

Selanjutnya: Kristen Macam Apa… (2)

Ustaz Ahmad Z. El-Hamdi Ustaz Milenial Tinggal di Sidoarjo