Ustaz Ahmad Z. El-Hamdi Ustaz Milenial Tinggal di Sidoarjo

Kristen Macam Apa yang Dipeluk Negus Abyssinia, Pelindung Muhajirin Muslim Dari Aniaya Kafir Quraisy Mekah dan yang Saat Kematiannya Nabi Shalat Ghaib Untuknya? (2)

3 min read

Sebelumnya: Kristen Macam Apa… (1)

Kerajaan Aksum atau Axum terletak di sisi utara Ethiopia dan sebagian wilayahnya saat ini masuk wilayah negara Eritrea. Kerajaan ini sudah ada sejak tahun 80 SM, dan terus eksis sampai tahun 825 M.

Aksum memainkan peran penting dalam rute perdagangan saat itu. Kerajaan Aksum juga aktif menancapkan pengaruhnya di Semenanjung Arabia, hingga mengalahkan kerarajaan Himyar, Yaman Selatan. Sekitar tahun 525, Raja Kaleb, Raja Aksum waktu itu, mengirim bala tentara ke Yaman untuk memerangi Dhu Nuwas, raja kerajaan Himyar Yahudi, karena melakukan penyiksaan terhadap para pengikut Kristen.

Setelah berhasil dikalahkan, wilayah Arab selatan ini kemudian masuk ke dalam kekuasaan Kerajaan Aksum. Esimiphaios, bangsawan Himyar yang beragama Kristen, diangkat menjadi raja muda di wiayah protektorat Himyar di bawah kekuasaan Kerajaan Aksum. Raja muda ini kemudian diturunkan secara sepihak oleh Jendera Aksum, Abraha.

Raja Kaleb dua kali mengirim tentaranya untuk menyerang Abraha, tapi gagal. Akhirnya Kaleb mengakui Abraha sebagai raja mudanya untuk wilayah Yaman Selatan. Seperti yang tercatat dalam sejarah, Abrahah, raja muda Kristen, inilah yang menyerang ka’bah yang saat itu menjadi pusat peziarahan para pengikut kaum pagan di semenanjung Arabia.

Aksum mengadopsi Kristen menjadi agama resmi kerajaan sejak tahun 325 di bawah kekuasaan Raja Ezana. Ezana konversi ke Kristen setelah mendapat pengajaran agama dari gurunya, Frumentius, seorang Kristen kelahiran Libanon yang juga dipanggil Abuna atau Abu Salama. Frumentius adalah pendiri Gereja Ortodoks Ethiopia.

Frumentius memiliki kontak erat dengan Gereja Aleksandria, dan dia diangkat menjadi Uskup Ethiopia pada 330. Gereja Ethiopia adalah bagian dari Keuskupan Gereja Aleksandria. Simbol salib dicetak di koin-koin uang Kerajaan Aksum. Sejak dulu, wilayah Ethiopia dan sekitarnya sudah terhubung dengan Mesir, baik karena merupakan jalur perdagangan maupun karena terhubung oleh Sungai Nil, sungai terpenting bagi sumber mata air negara-negara di wilayah Afrika utara.

Baca Juga  Ujian Nasional dan Virus Corona, Analisis Dampak dan Solusinya

Sangat bisa diasumsikan bahwa Kekristenan Ethiopia tidak bisa dilepaskan dari skisma (perpecahan, red) teologis dunia Kristen Timur yang hilirnya berada di wilayah Aleksandria, Mesir. Shisma ini terkait dengan status ketuhanan Yesus yang dipicu oleh Arius  (256–336 M), kemudian Nestorius (386-451). Keduanya menjadikan Alexandria sebagai wilayah pertarungannya. Arius berpendapat bahwa “Putra itu memiliki awal, sementara Allah tidak…. Dia diciptakan dari ketiadaan…. Dia bukanlah bagian dari Allah dan juga bukan merupakan setara-Nya.”

Sementara Nestorius meyakini bahwa Tuhan tidak mungkin dilahirkan manusia,oleh karena itu Maria boleh dijuluki Kritotokos (melahirkan Kristus), tapi tidak boleh dijuluki teotokos (melahirkan Tuhan). Arius dan Nestorius telah melahirkan skisma gereja-gereja Timur, yang tentu saja sampai ke wilayah Ethiopia.

Arius meyakini bahwa Yesus adalah putra Allah, tapi dia bukan Allah. Putra Allah tidak abadi sebagaimana Bapa, tapi dilahirkan dalam waktu. Sejak akhir abad ke-3 hingga abad ke-empat, konflik menyangkut perdebatan status ketuhanan Yesus yang dipicu oleh Arius, betul-betul membelah umat Kristen, terutama di wilayah Romawi Timur.

Sekalipun saat ini banyak orang yang tidak bisa membayangkan ada seorang Kristen tanpa meyakini ketuhanan Yesus, namun di awal-awal abad perkembangan kekristenan, keyakinan ini betul-betul menjadi keyakinan yang dipeluk oleh orang-orang saleh Kristen. Keputusan teologi Arianisme sebagai bidat atau heresy lebih banyak ditentukan dalam keputusan politik, sekalipun dilalui melalui berbagai sidang ekumenis para uskup. Tapi bagaimana mungkin sebuah keyakinan diadili seperti pelaku kriminal. Melalui Konsili Nisea 337 diputuskan Arianisme sebagai sesat. Tapi apakah sebuah keyakinan bisa diadili seperti ini? Tidak bisa.

Pasca-konsili Nisea, skisma antarumat Nasrani berdasarkan perbedaan pemahaman justru menjadi menganga karena keputusan Konsili ditegakkan melalui kekerasan, pengusiran, bahkan pembunuhan. Kontroversi Arianisme ini melibatkan hampir semua orang Kristen mulai kaum awam, pendeta, biarawan, uskup, penguasa, dan para bangsawan Romawi.

Baca Juga  Pancasila: dari Pusaran Konflik sampai Krisis Keteladanan

Para pengikut ajaran Arius di wilayah Romawi Timur nyaris separuh-separuh dengan kelompok Trinitarian. Arianisme ini tersebar hingga wilayah Afrika Utara, di mana tidak sedikit dari penguasa yang sebetulnya mengikuti ajaran Arianisme. Berbagai sumber menyebutkan bahwa Arianisme survive di wilayah Afrika Utara. Arius dan para pengikutnya memiliki pengaruh besar di sekolah-sekolah Aleksandria. Pandangan-pandangan teologisnya tersebar, terutama di wilayah Timur wilayah Mediteranian atau Laut tengah.

Setelah kematian Raja Konstantin (337) yang merupakan pendukungan Trinitarian, debat tentag ketuhanan Yesus terus berlangsung. Konstantinus II, putra sekaligus pelanjut Konstantin sebagai penguasa di Romawi Timur adalah seorang Arian dan mendorong ajaran Arianisme tumbuh dan melawan kredo Nisea. Pada Konsili Sirmium III tahun 357 dinyatakan bahwa Ayah (Allah) lebih besar dari pada Anak (Yesus).

Tidak ada sumber pasti apakah Negus Abyssinia (Sahama atau Ashama ibn Abjar atau Ella Tsaham) seorang Arian ataukah Trinitarian. Tapi sumber-sumber Islam menyatakan bahwa sang Negus adalah seorang monoteis. Biografi Nabi Muhammad karya Martin Lings yang menjadikan kitab Sirah Muhammad Ibn Ishaq dan al-Thabari sebagai sumber utamanya, menulis bahwa di depan kaum muhajirin Muslim, sang Negus membenarkan keyakinan kaum Muslim bahwa Yesus adalah putra Maryam, utusan Allah.

Ketika pernyataan Negus tersebar di kalangan kaum Kristen Abyssinia, masyarakat pun bergolak. Sang Negus mengambil selembar kulit dan menulis di atasnya bahwa “Yesus putra Maryam adalah hamba-Nya, utusan-Nya, ruh-Nya, dan kalimat-Nya yang ditiupkan ke rahim Maryam.” Ia meletakkan lembaran kulit itu di balik jubahnya, lalu menemui rakyatnya yang telah berkumpul untuk menentangnya.

Di depan rakyatnya yang sedang dibakar kemarahan, dia bertanya, “Hai rakyat Abyssinia, bukankah aku yang terbaik menjadi raja kalian?” Mereka membenarkan. “Lalu apa pendapatmu tentang hidupku di tengah kalian?” Itulah kehidupan yang terbaik,” jawab mereka. Lalu apa yang membuat kalian gundah?” “Engkau telah meninggalkan agama kami dan menyatakan Yesus adalah seorang hamba,” jawab mereka. “Lalu bagaimana Yesus menurut kalian?” tanyanya. “Kami menyatakan Ia adalah putra Tuhan,”

Baca Juga  Wahabi adalah Mazhab Cleansing?

Kemudian sang Negus menunjuk dadanya tepat di mana lembaran kulit bertuliskan persaksian teologis berada, sambil berkata, “inilah imanku.” Rakyat yang penuh kemarahan menentangnya mengira bahwa sang Negus memiliki keyakinan teologis yang sama dan tak pernah meninggalkan keyakinan Kristen sebagaimana Kekristenan yang mereka yakini. Kemudian, kerumunan yang penuh amarah itu pun bubar.

Sebagian sumber menyatakan bahwa sang Negus ini akhirnya mudur dan memutuskan menjadi seorang pendeta. Apakah catatan ini mengada-ada? Sejarah mencatat bahwa salah satu raja Aksum terbesar sebelum Ashama, Raja Kaleb, juga turun tahta dan memutuskan menjadi seorang pendeta yang menghabiskan hari-hari akhirnya di dalam biara. Wallahu a’lam! (MMSM)

Referensi:

Brockelmann, Carl. History of the Islamic People. London: Routledge & Kegan Paul Limited, 1949.

Lings, Martin. Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Ter. Qamaruddin SF. Jakarta: Serambi, 2014.

Rubenstein, Richard E. Kala Yesus Jadi Tuhan. Ter. FX. Dono Sunardi. Jakarta: Serambi, 2006.

 

Ustaz Ahmad Z. El-Hamdi Ustaz Milenial Tinggal di Sidoarjo