Badriyah Fayumi Alumnus Universitas al-Azhar Mesir; Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Anggota Komisi Fatwa MUI; Pengasuh PP Mahasina Bekasi; Ketua Pengarah KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia)

Pakaian Salat Muslimah Indonesia, Mengapa Berbeda?

1 min read

Foto: dream.co.id

Assalamu’alaikum wr.wb. Saat memerhatikan Muslimah dari berbagai negara di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi saya sering bertanya-tanya mengapa Muslimah Indonesia kalau salat menggunakan mukena (pakaian khusus) padahal Muslimah dari negara-negara lain salat langsung dengan pakaian yang dikenakannya? Bahkan ada yang terlihat kakinya. Mengapa pula Muslimah mengenakan cadar di luar salat jika saat salat dan tawaf wajib dibuka? Neneng Siti Fatonah, Serpong.

Wa’alaikumsalam wr.wb. Neneng yang baik, mukena, rukuh atau telekung yang menjadi pakaian salat khas Indonesia (juga Malaysia dan Brunei) adalah kreasi budaya masyrakat Indonesia sebagai ikhtiar menutup aurat saat salat dengan pakaian terbaik saat menghadap Allah, sesuai dengan firman Allah dalam surah al-A’raf [7]:  31 yang artinya “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid ….” Dalam tafsir dijelaskan bahwa yang dimaksud masjid adalah setiap akan salat, tawaf, atau ibadah lain.

Sebetulnya tidak ada keharusan mengenakan mukena. Yang harus adalah menutup aurat karena merupakan syarat sah salat. Karena mukena sudah menjadi kebiasaan, banyak yang merasa tidak nyaman kalau salat tidak mengenakan mukena walau pakaian yang dikenakan sebetulnya sudah memenuhi syarat menutup aurat.

Di negara lain, tradisi mengenakan pakaian khusus untuk salat tidak ada. Karena itu, Muslimah salat dengan pakaian yang dikenakannya, yang diyakini sudah menutup aurat sesuai dengan keyakinannya. Dalam konteks ini perlu saya sampaikan bahwa batas aurat tidak sama antar-mazhab. Namun, seluruh mazhab bersepakat bahwa wajah dan telapak tangan wajib dibuka saat salat berdasarkan hadis nabi yang disepakati kesahihannya.

Mazhab Hambali yang menjadi mazhab resmi Saudi Arabia membedakan aurat saat salat dan di luar salat. Di luar salat, aurat perempuan adalah seluruh tubuh sehingga mereka mengenakan cadar, kaus tangan, dan kaus kaki, sementara dalam salat wajah dan telapak tangan harus terbuka. Karena itu, Muslimah penganut mazhab Hambali pun membuka cadar dan sarung tangannya saat salat.

Baca Juga  Bagaimana Hukum Talak Ketika Disampaikan Saat Bertengkar?

Mazhab Hanafi yang diikuti mayoritas penduduk Pakistan, India, Banglades, Libanon, dan lain-lain tidak menganggap telapak kaki sebagai aurat sehingga mereka pun biasa salat dengan telapak kaki terbuka. Mazhab Syafi’i dan Maliki menyamakan batas aurat di dalam dan di luar salat, yakni seluruh tubuh selain wajah dan dua telapak tangan. Sebagian Mazhab Syafii membatasi telapak tangan yang wajib terbuka hanya bagian dalam. Atas dasar itulah dibuat mukena yang menutup telapak tangan bagian luar, dengan pengikat jari tengah agar telapak tangan bagian dalam terbuka.

Kita harus saling menghormati keragaman ijtihad dalam sosal-soal furūiyah (cabang hukum, bukan prinsip) seperti soal batas aurat ini karena setiap ijtihad berdasarkan dalil-dalil Alquran dan Hadis yang dapat dipertanggungjawabkan. Wallahu A’lam.

Badriyah Fayumi Alumnus Universitas al-Azhar Mesir; Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Anggota Komisi Fatwa MUI; Pengasuh PP Mahasina Bekasi; Ketua Pengarah KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *