Maghfur Munif Pecandu Kopi yang Hidup Nomaden, Arbitrer seperti Bahasa dan Suka Catur. Aktif Menulis di Berbagai Media

Pembebasan Targeryan dalam Game of Throne Berbeda dengan Strategi Pembebasan Islam [Resensi]

1 min read

https://thumb.viva.co.id/media/frontend/thumbs3/2019/05/21/5ce3601e0bf41-daenerys-targaryen-emilia-clarke-dalam-game-of-thrones-season-8_665_374.jpg

Judul Buku : Islam dan Pembebasan

Penulis : Asghar Ali Engineer

Penerbit : LKiS

Tahun: 2007

Buku Islam dan Pembebasan ini merupakan buku terjemahan dari Islam and Its Relevance to Our Age karya Ashgar Ali Engineer. Buku sederhana yang ada di tangan pembaca ini terdiri dari 6 bab yang disusun secara terstruktur. Dimulai dengan hubungan antara Islam dengan sejarah, negara, filsafat, ekonomi dan politik, dan diakhiri dengan sebuah pernyataan sikap atau sebuah kesimpulan yang tertuang dalam bab Islam dan Pembebasan.

Setelah membaca buku kecil ini, Ashgar mengajak pembaca untuk kembali mengoreksi diri membuka mata lebar-lebar. terdapat poin-poin penting yang cukup sayang untuk dilewatkan begitu saja:

Pertama, peran sejarah. Di sinilah titik berangkat Ashgar Ali dalam pemikirannya di buku ini: Sejarah. Mengapa? Karena agama — apapun — tidak pernah lepas dari pengaruh situasi dan konteks sejarahnya, termasuk Islam. Dengan pendekatan teologis, Alquran banyak memuat kisah-kisah sejarah, namun kausalitas tidaklah diabaikan begitu saja. Sederhananya: ‘Keadilan’ Allah pada suatu kaum atau seorang lalim, diberlakukan hanya bilamana mereka mengabaikan proses kausalitas sosial dan berbuat menyimpang, baik secara fisik (hukum alam) maupun mental (moral).

Kedua, berangkat dari sejarah, Ashgar Ali kemudian mencermati kenabian Nabi Muhammad. Apa yang dilakukan Nabi Muhammad tidak pernah berkeinginan untuk memutar balikkan roda sejarah. Ia mengecam praktik riba yang ekploitatif, namun sama sekali tidak mengharamkan laba yang diperlukan dalam perdagangan. Hanya saja, ia memberi batasan-batasan tertentu untuk menghilangkan praktik-praktik pemerasan dan penghisapan yang dilakukan oleh para kapitalis serakah dan bosok.

Kenapa? Karena ketika menghilangkan sama sekali laba, maka akan membuat surut masyarakat komersial yang sedang berkembang. Jadi, jalan perjuangan bersifat lebih ‘kalem’ — tidak serta merta revolusioner.

Baca Juga  Mengheningkan Cipta untuk Pendidikan Kita

Karena itu, Ketiga, dalam perjuangan Nabi Muhammad ‘menghancurkan’ penindasan kaum hartawan Mekah, yang mana Mekah dalam konteks sejarahnya saat itu dikenal sebagai kota perdagangan, bukan tidak mau menerima ajaran Nabi dalam hal tauhid. Karena hal itu sama sekali tak begitu merisaukan mereka. Namun, yang merisaukan mereka adalah implikasi-implikasi sosial-ekonomi risalah Nabi. Zakat salah satunya.

Ditegaskan pula dalam Alquran, salat tidak pernah disebut tanpa diiringi dengan zakat. Zakat itu kemudian dikumpulkan untuk distribusi kekayaan kepada fakir-miskin, atau yang paling terlihat pada zaman itu adalah membebaskan perbudakan.

Keempat, ternyata, selain mendakwahkan cita-cita keislaman, Nabi juga tidak pernah mengabaikan konsteks situasinya, dan sebenarnya itulah, yang menurut Ashgar, menjadi rahasia keberhasilan Nabi. Misalnya, Nabi tidak berangkat dari pendekatan kelas karena pendekatan itu hampir-hampir tidak akan berfungsi dalam situasi sejarah berikutnya.

Perbudakan sangat dibenci Nabi. Tapi tidak begitu saja langsung diperangi dan dihapus. Jalan yang ditempuh Nabi dalam memperjuangkannya lebih banyak dengan cara-cara gradual: yang paling kentara adalah dengan memberikan hak-hak budak yang terabaikan.

Di sini, bolehlah menyebut nama Daenerys Targeryan dalam Game of Throne yang ingin menghancurkan roda sejarah – yang dibuat sendiri oleh kakeknya, The Mad King. Jika Daenerys membebaskan budak-budak dengan membunuh dan menghancurkan para penguasa, Nabi memilih jalan yang lebih efektif dan jangka panjang.

Kelima, perjuangan (jihad) dalam bentuk perang atau yang lain pun kemudian dicatat oleh Ashgar dalam konteks sejarah, bahwa harus dibedakan antara perang menyebarkan agama (ideologi atau kekuasan) dengan perang sekedar untuk mempertahankan diri. Ketika seseorang diusir dari rumahnya sendiri atau dianiaya, maka ia harus melawan tirani itu. Alquran mewajibkan itu.

Baca Juga  Alasan Puasa Syawal Bisa Raih Keutamaan Puasa Setahun

Dengan demikian, dalam bahasa Marxis, pertarungan antara kaum proletariat dan borjuis dalam sejarahnya tetap akan terus berlangsung. Sampai kapan? Ashgar Ali memprognoskan, hingga agama Allah yang berbasis pada tauhid menyatukan semua manusia menjadi suatu “masyarakat tanpa kelas”. [HM]

Maghfur Munif Pecandu Kopi yang Hidup Nomaden, Arbitrer seperti Bahasa dan Suka Catur. Aktif Menulis di Berbagai Media