Bertumbuhnya suatu zaman, pada dasarnya diikuti oleh tantangan yang semakin besar. Alqur’an memberi i’tibar dalam surat Ibrahim ayat ke-24, yaitu perumpamaan pohon yang baik adalah akarnya kuat dan batangnya menjulang semakin tinggi. Begitu juga pertumbuhan suatu bangsa yang baik, hendaknya memiliki dasar yang kuat, jika dasar itu lemah maka akan mudah tumbang dan patah.
Islam moderat bukanlah Islam versi baru, melainkan Islam sejatinya selalu berada dalam keadaan demikian itu (moderat). Dengan sifat moderat tersebut Islam dikenal oleh seluruh penjuru dunia, menebarkan kedamaian, bisa masuk kepada segala golongan, dan mudah mencairkan suatu yang kaku dan keras.
Hari ini, di Indonesia persoalan tentang Islam seolah tidak berujung. Karena banyaknya berkembang mereka yang tumbuh sebagai Islam tapi tidak memiliki dasar yang kuat, dasar Islam itu adalah sifat moderatnya. Kehilangan dasar moderat dalam Islam inilah yang menbentuk citra buruk terhadap Islam itu sendiri. Seolah Islam itu kaku, keras, dan bengis dalam berpolitik.
Tentu persoalan ini harus sama-sama kita selesaikan, dengan cara menumbuhkan generasi Islam yang memiliki akar yang kuat, yaitu Islam yang moderat. Jika ada orang berpendapat bahwa Islam moderat itu ialah Islam yang berada ditengah-tengah, maka tidaklah salah tapi juga tidak sesederhana itu pemahamannya. Karena tidak semua yang berada ditengah itu moderat, bisa jadi dalam kasus tertentu mencari posisi aman, dalam arti lari dari resiko-resiko tertentu.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis ingin menjelaskan apa itu Islam Moderat, menggunakan analogi hakikat akademisi. Atau menurut pandangan penulis, bahwa Islam moderat adalah hakikat akademisi itu sendiri.
Sekarang, apa itu akademisi?, bagaimana akademisi itu?. Akademisi adalah orang yang berpendidikan tinggi, atau sederhananya mereka yang memiliki pendidikan. Biasanya orang yang berpendidikan, saat berbicara minimal memiliki argumentasi. Lebih jauh lagi, akademisi memiliki watak terbuka, karena dia memahami betul bahwa perubahan bisa terjadi setiap saat. Apa yang dinggap benar hari ini, bisa jadi tidak relevan untuk beberapa saat kemudian.
Sifat yang paling khas dari seorang akademisi ialah menerima semua pandangan yang berbeda, namun tidak mengkonsumsinya secara utuh, melainkan mengujinya terlebih dahulu. Dalam pengujian suatu informasi atau pandangan tertentu, biasanya dilakukan beberapa hal; pertama, menguji logika berpikirnya atau diksinya. Jika tidak logis maka tertolak demi rasio.
Kedua, menguji konsistensi kebenaran informasinya, dengan cara membenturkan realita lapangan dan teori, atau informasi yang diterima dengan suatu teori. Terkahir, menjadikan sebuah kebenaran sebagai kebenaran sementara. Dalam arti bahwa setiap kenaran akan terus diuji konsistensinya.
Dengan demikian, sebenarnya menjadi Islam Moderat atau Islam yang memiliki akar yang kuat, agar selalu eksis dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan sosial itu teramat berat. Menjadi Islam moderat bukanlah atas landasan pengakuan saja, karena Islam moderat sesungguhnya berkaitan dengan cara berislam.
Kalau pembaca setuju dengan pandangan penulis bahwa Islam moderat sejatinya adalah hakikat makna dari akademisi, maka sesungguhnya bisa kita simpulkan bahwa pertumbuhan cendikiawan Islam di Indonesia sangat lambat dan sangat mengkhawatirkan. Kenapa demikian? Karena begitu banyak orang Islam di Indonesia tumbuh sebagai Islam tapi tidak berakar, sehingga mudah sekali terombang-ambing oleh “angin” yang sebenarnya belum begitu kencang.
Sebagai kata penutup, Islam moderat tidak akan tumbuh dari watak fanatisme, yang segala sesuatu dilakukan atas cinta yang berlebihan terhadap suatu kelompok, malah hal yang demikian secara tidak langsung menjatuhkan marwah Islam itu sendiri.
Islam hanya akan tumbuh dengan pendidikan, ilmu pengetahuna, dialektika bahkan “pertikaian” argumentasi bukan pertikaian sintemen suku, ormas, partai dan lain sebagainya. Keadaan seperti itu yang ]membawa basis akar Islam moderat yang kuat. Karena satu hal yang pasti, jika dia memiliki pendidikan dan ilmu yang luas, maka dia tidak akan mudah menyatakan orang lain salah karena berbeda pendapat.