Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Budaya Sebagai Peneguh Islam Nusantara

2 min read

Budaya berasal dari bahasa Sansekerta artinya buddayah bentuk jamak dari kata budhi yang berarti perilaku, budi atau akal. Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk yang berkaitan dengan budi pekerti dari hasil pemikiran. Kesenian termasuk dalam unsur kebudayaan. Sebab perwujudan dari kebudayaan tidak terlepas dari hasil olah pikir dan perilaku manusia lewat bahasa, sarana kehidupan dan organisasi sosial. Kesemuanya itu sangat membantu manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Secara historis kesenian adalah salah satu media yang paling mudah diterima dalam penyebaran agama Islam. Salah satu buktinya adalah menyebarnya agama Islam dengan menggunakan wayang kulit dan gamelan oleh Sunan Kalijaga. Sedangkan yang dimaksud dengan tradisi adalah suatu adat istiadat yang biasa dilakukan namun didalamnya mengandung ajaran-ajaran Islam. Maka kemudian sangatlah tepat apabila keberisalaman di Nusantara yang memiliki keterkaitan dengan tradisi budaya masyarakat setempat sehingga memunculkan istilah “Islam Nusantara” yang dipopulerkan kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Memang, istilah “Islam Nusantara” yang digaungkan NU seakan melahirkan “konflik horiziontal”, padahal sesungguhnya NU sedang memperkenalkan bahwa agama itu tak bisa lepas dari unsur tradisi dan budaya. Azyumardi Azra dalam “Islam Nusantara: Islam Indonesia”  mengatakan, wilayah muslim Nusantara adalah salah satu dari delapan ranah budaya Islam yang memiliki distingsi masing-masing. Kedelapan ranah budaya Islam tersebut adalah Arab, Persia atau Iran, Turki, Anak Benua India, Nusantara, Sino-Islamic atau Asia Timur, Sudanic Afrika atau Afrika Hitam atau Afrika Sub-Sahara, dan belahan Dunia Barat.

Masing-masing ranah budaya di atas menurut Azra memiliki faktor pemersatu seperti bahasa, budaya dan tradisi sosial khas, sehingga ekspresi sosial-budaya dan politiknya berbeda-beda.  Adapun Faktor pemersatu dalam Ranah budaya Islam Nusantara bagi Azra adalah tradisi keulamaan dan keilmuan Islam yang sama, bahasa Melayu sebagai lingua franca, tradisi sosial-budaya dan adat istiadat yang memiliki lebih banyak komonalitas daripada perbedaan. Berkat Fluiditas (kecairan) dunia mariti, dunia maritim Nusantara menjadi terintegrasi dalam ranah budaya Islam yang khas. Selanjutnya baca disini

Praktik Keagamaan yang Khas

Baca Juga  Kesuksesan akan Datang Jika Rasa Takut Hilang

Tidak bisa dipungkiri bahwa akulturasi budaya merupakan strategi dakwah yang dilakukan oleh walisongo dalam upaya mengislamkan masyarakat di Nusantara khususnya tanah Jawa. karena sebelum islam masuk, beragam tradisi telah menghiasi Nusantara yang mana tradisi tersebut sangat kental dengan kebudayaan Hindu dan Budha. Dalam tataran kepercayaan misalnya, ada aliran dinamisme dan animisme. Bahkan, jika kita dilihat dalam konteks kesejarahan yang lebih luas, secara fenomenologis tradisi dan budaya lebih dahulu ada dalam masyarakat, jauh sebelum agama itu datang.

Disebut sebagai praktik keagamaan yang khas karena Islam dapat diletakan dalam konteks budaya setempat sehingga melahirkan produk budaya yang khas Nusantara. Di Kudus Misalkan, ketika pertama kali datang ke Kudus penulis sedikit kaget. Pada umumnya ketika Idul Adha yang biasa dijadikan hewan qurban adalah sapi atau kambing. Namun, keunikan penulis temukan ketika menjadi santri di Kudus karena yang menjadi hewan qurban bukan sapi dan kambing tetapi kerbau. Sunan Kudus berinisiatif untuk mengganti sapi dengan kerbau karena pada waktu itu masyarakat Kudus mayoritas ummat Hindu yang tidak mengkonsumi sapi. Ini membuktikan bahwa Sunan Kudus tetap menjunjung tinggi ajaran islam tetapi juga menghormati setinggi-tingginya marwah agama dan kepercayaan masyarakat Hindu yang sebelumnya sudah mendarah daging di wilayah itu.

Contoh lain adalah upacara sekaten di Surakarta dan Yogyakarta. Upacara ini diadakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dan biasanya dilanjutkan dengan Garebeg Maulud. Yang membuat menarik acara ini adalah banyaknya elemen-elemen kultural, seperti benda-benda budaya, kepercayaan dan kesenian. Gamelan misalkan, pada waktu itu gamelan dibunyikan di depan masjid selama seminggu secara terus menerus kecuali waktu sembahyang. Ini dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat lokal. Itu dilakukan dengan tujuan agar lebih mudah untuk menyiarkan agama Islam.

Baca Juga  Islam Di Pulau Dom, Sorong Papua

Ditempat penulis sendiri terdapat tradisi cocoghen. Tradisi ini dilakukan pada malam 12 Robi’ul Awwal dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada malam itu seluruh masyarakat laki-laki, perempuan, tua, dan muda berkumpul di musholla dan membaca Barzanji secara bersama-sama, dan diakhiri dengan makan-makan. Yang menjadi unik adalah makanan yang disajikan bervariasi, buah dan sayur-sayuran yang disusun seperti bentuk gunung, ayam, daging dan lain-lain.

Beberapa contoh diatas merupakan strategi dakwah yang dilakukan oleh para wali secara arif dan elegan. Selain tradisi Jika dilihat dari konteks seni budaya para wali juga menggunakan media seni dalam berdakwah seperti wayang kulit dan suluk. Seperti Lir Ilir dan Gundul-Gundul Pacul. Berbagai contoh kekayaan budaya dari tradisi hingga seni diatas menjadi alasan utama, bahwa budaya merupakan salah satu unsur dalam meneguhkan Islam Nusantara yang kemudian menyajikan sebuah praktik kegamaan yang khas.

 

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta