Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Film ‘Tuhan Izinkan Aku Berdosa’ dan Relevansinya dengan Umat Islam Hari Ini

2 min read

Dunia perfilman Indonesia kembali diramaikan dengan munculnya film yang berjudul Tuhan Izinkan Aku Berdosa, yang diadopsi dari novel kontroversial berjudul Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur karya Muhidin Dahlan.

Film yang dirilis oleh MVP Pictures dan disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini rilis perdana pada tanggal 22 Mei 2024 lalu, dibintangi oleh beberpa aktor dan aktris ternama di Indonesia seperti Aghniny Haque, Djenar Maesa Ayu, Andri Mashadi, Donny Damara, Samo Rafael. Film ini cukup membuat penonton ikut larut dalam peran yang dimainkan oleh mereka.

Film ini menceritakan kisah Kiran (Aghniny Haque), seorang perempuan religius yang bergabung dengan kelompok Islam radikal. Hal ini terlihat di awal film, di mana Kiran cukup lantang menjelaskan pemikirannya di sebuah kajian yang ia ikuti terkait pentingnya sebuah negara untuk patuh terhadap syariat Islam. Bahkan dengan terang-terangan ustaz dalam kajian tersebut memberikan statement bahwa sistem negara saat ini adalah taghut.

Namun, semua itu berubah ketika Kiran mengalami pengalaman yang tidak mengenakan pada dirinya. Ia difitnah oleh seorang ulama yang menjadi panutan dalam organisasinya itu. Kekecewaannya bertambah besar ketika kedua orang tuanya percaya dengan fitnah tersebut.

Sejak saat itu Kiran memilih jalan hidup yang berbanding terbalik dengan kehidupan sebelum ia mendapatkan fitnah. Ya, Kiran memilih untuk menjadi pelacur. Mengutip dari Mubadalah.id, terdapat bebrapa pesan moral dalam film ini di antaranya, women support women, kritik terhadap radikalisme, perempuan berani melawan, dan pencarian jati diri.

Namun, di sisi lain, penulis melihat bahwa film ini menggambarkan realita beragama para muslim hari ini sehingga terdapat beberapa nilai yang menjadi kritik terhadap fenomena beragama yang terjadi sekarang.

Baca Juga  Orientalisme Edward Said dan Relevansinya dalam Wacana Kontemporer

Mengkultuskan Manusia

Sebagaimana penulis sebutkan sebelumnya bahwa Kiran merupakan anggota dari organisasi Islam radikal, organisasi ini dipimpin oleh seorang ulama bernama Ustaz Abu Darda, dan orang inilah yang memfitnah Kiran.

Fitnah bermula ketika kiran ingin dijadikan istri oleh Ustaz Abu Darda. Sebelum taaruf dilakukan, Ustaz Abu Darda menelepon Kiran dan berjanji akan memenuhi segala kebutuhan Kiran serta orang tuanya, tetapi siapa sangka, ketika taaruf berlangsung, Kiran memotong omongan Ustad Abu Darda.

Seketika jemaah yang lain menegur Kiran untuk tidak melakukan hal itu. Kiran tetap menjelaskan bahwa sebelum proses taaruf dilakukan, Ustaz Abu Darda menelepon Kiran. Namun, sayangnya semua jemaah tidak ada yang memercayai omongan Kiran karena beranggapan Ustaz Abu Darda tidak mungkin menelepon perempuan yang bukan mahramnya.

Ditambah lagi, Ustaz Abu Darda tidak mengakui perbuatan tersebut. Tentu saja omongan Ustaz Abu Darda lebih dipercaya.  Apa yang terjadi pada kiran dan jemaah organisasinya tersebut, merupakan fenomena beragama hari ini, di mana fanatisme terhadap seseorang yang dianggap berilmu dapat menjadikannya sebagai Tuhan. Omongannya selalu dianggap benar, dan perintahnya harus selalu di lakukan.

Perlu penulis ingatkan bahwa penulis sedang tidak mengkritik orang berilmu tersebut, tetapi penulis sedang mengkritik jemaah nya. Sebab, penulis melihat hari ini banyak sekali mendamba-dambakan seseorang, baik karena keilmuannya, penampilannya, dan kepamorannya misalkan.

Hal itu sama saja dengan mengultuskan manusia dengan sikap berlebihan dan menganggap seseorang yang dikultuskan tersebut suci dari kesalahan. Bahkan apa yang dikatakan dan apa yang dilakukannya akan dianggap sebuah kebenaran. Mengutip dari Republika.id, jangankan seorang manusia biasa, mengultuskan Nabi Muhammad saja dilarang karena dianggap melampaui batas, sebagaimana dalam sebuah hadist yang artinya:

Baca Juga  Demokrasi dalam Praktik Pluralisme di Indonesia

“Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku sebagaimana orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah (bahwa aku hanyalah) abduhu wa rasuluhu (hamba Allah dan utusann-Nya).”

Putus Asa

Fitnah yang menimpa Kiran mengubahnya 180 derajat dari yang agamis menjadi seorang pelacur. Berubahnya kiran disebabkan fitnah yang menimpa dirinya. Kiran merasa bahwa setelah dia menjadi seorang hamba yang taat beragama dan berdakwah untuk menegakan Islam, tetapi justru Tuhan memberikan ujian yang begitu berat untuknya.

Pada akhirnya, Kiran putus asa dengan takdir Tuhan dan memilih untuk beralih jalan hidup. Apa yang dirasakan Kiran sangat sering kita rasakan. Terkadang sesuatu yang tidak kita rencanakan terjadi begitu saja dalam hidup kita sehingga berakhir dengan kekecewaan.

Perlu diketahui bahwa kecewa adalah sebuah pemikiran atas ekspektasi yang berlebihan. Terkadang kecewa dengan takdir Tuhan hingga berakhir putus asa dapat merugikan diri sendiri. Oleh sebab itu, Allah sangat melarang hambanya untuk putus asa sebagaimana dalam QS. Yusuf ayat 87 yang artinya:

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah kaum kafir.

Sebagai seorang hamba terkadang memang semua apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi ketidaksesuaian tersebut merupakan bentuk kasih sayang Tuhan kepada hambanya.

Karena Tuhan lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hambanya, sebagai seorang hamba kita diperintahkan untuk selalu pasrah, ikhtiar, dan berserah diri sebagaimana dalam QS. al-Zumar ayat 53 yang artinya:

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat di tolong (lagi).”

Sebagai penutup, penulis ingin menyampaikan bahwa setiap adegan dalam film Tuhan Izinkan Aku Berdosa sangat relevan dengan apa yang terjadi pada umat muslim hari ini. Pengultusan terhadap manusia dan rasa putus asa harus dihindari karena dapat menjadi hijab (penghalang) antara manusia dengan Tuhan. Wallahualam. [AR]

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta