Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Kiai Kampung Sebagai Pondasi Keislaman di Akar Rumput

2 min read

Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke rumah seorang teman yang cukup plosok. Bisa dikatakan daerah rumah teman saya itu berada di wilayah pedesaan. Ketika menjelang Maghrib saya mendengar anak-anak membaca pujen dari musholla, kadang berbahasa Arab tetapi juga sering berbahasa daerah. Bacaan pujen tersebut sebagai tanda bahwa adzan maghrib akan segera berkumandang. Saat itu anak-anak satu persatu sudah mulai berdatangan dan memenuhi musholla desa.

Setelah shalat Maghrib suara anak-anak mulai terdengar ramai di musholla. Teriakan mereka terdengar jelas sampai rumah teman saya. Memang kebetulan rumah taman saya letaknya tidak terlalu jauh dari musholla, hanya berjarak dua rumah. Sesekali saya mendengar mereka membaca surah Al Fatihah dilanjutkan dengan beberapa surah-surah pendek.

Karena penasaran saya menyempatkan diri untuk melihat proses mereka belajar mengaji. Terlihat dua orang dewasa sekitar umur 25 tahun dan satu orang tua berumur 57 tahun dengan telaten mengajar anak-anak mengaji. Kata teman saya, guru ngaji tersebut bernama Kiai Abidin. Beliau adalah tokoh masyarakat di desa ini. Kalau pagi dia bertani di sawah, kemudian sore dan setelah Maghrib mengajar anak-anak mengaji. Sesekali mengisi pengajian kepada masyarakat.

Kesederhanaan dan Keikhlasan

Umumnya saat ini julukan kiai adalah orang-orang yang memiliki pesantren. Padahal julukan kiai adalah  mereka yang memiliki keiluman islam yang mumpuni sekaligus mempraktikkan nilai-nilai keislaman sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Hadist dan menyebarkannya kepada orang-orang lain. Dalam hal ini kiai kampung meskipun tidak memiliki pesantren, mereka pantas untuk mendapatkan julukan tersebut karena umumnya kiai kampung tidak hanya melakukan dakwah bil lisan (perkataan) tetapi juga dakwah bil hal (perbuatan). Mereka mempraktikkan nilai-nilai keislaman dan praktik tersebut dilihat oleh murid-murid secara langsung.

Baca Juga  Mengubah Cara Berpikir tentang Toleransi

Mengutip dari suaranahdliyin.com istilah Kiai kampung dimunculkan oleh Gusdur. Gelar tersebut disematkan kepaada tokoh agama di kampung atau desa yang masih belum terkontaminasi dengan budaya kota. Perlu di ketahui bahwa dibalik istilah “kiai kampung” terdapat kekuatan moral yang dapat dilihat dari sisi kehidupannya sehingga dapat menjadi rujukan. Hal inilah yang penulis katakan tadi dengan istilah dakwah bil hal (perbuatan).

Sebagai tokoh agama yang hidup di desa, kiai kampung merupakan sosok yang kehidupannya penuh dengan kesederhanaan dan sikap tawadhu’ yang tinggi. Jika dilihat dalam konsep tasawuf, dapat dikatakan bahwa kiai kampung adalah orang yang zuhud karena kehidupannya tidak bergelimang dengan kemewahan duniawi. Secara pekerjaan, kadangkala mereka bekerja sebagai petani dan pedagang. Tentu saja hal tersebut hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari.

Meskipun mendapat julukan “kiai” kampung terlihat mereka hidup dengan kehidupan yang sederhana dan apa adanya, para tokoh agama ini biasanya tidak mematok harga spp atau syahriyah kepada anak-anak yang diajarkan. Bagi yang ingin membayar maka dipersilahkan membayar seikhlasnya, sedangkan bagi yang tidak ingin membayar juga tidak dipermasalahkan. Disinilah letak keikhlasan dan kesederhanaan yang terlihat dari kehidupan para kiai kampung.

Selain sebagai guru anak-anak di desa, Kiai kampung juga mempunyai peran yang sangat penting di tengah-tengah masyarakat. Ia juga dapat menjadi ahli pengobatan, tidak jarang masyarakat desa bertamu sambil membawa air untuk didoakan. Kemudian, kiai kampung ini menerima keluh kesah masyarakat tentang permasalahan hidupnya sehingga mereka (kiai kampung) dituntut untuk selalu bisa menyelesaikan masalah.

Menanamkan Nilai-Nilai Keislaman

Peran yang dipegang oleh kiai kampung berada pada dua hal, yaitu peran sosial dan peran keagamaan. Pada peran sosial, kiai kampung adalah orang yang dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin kegiatan ritual keagamaan, menyembuhkan orang sakit, serta dalam berbagai acara sosial kiai kampung selalu terlibat di dalamnya. Adapun peran keagamaan kiai kampung adalah menjadi guru ngaji anak-anak di desa, mengisi khutbah, dan menjadi imam di musholla/langgar dan masjid.

Baca Juga  Indonesia Ini Rumah Siapa sih? (1)

Selain mengajarkan anak-anak membaca al-Qur’an, kiai kampung juga mengajarkan beberapa keilmuan islam diantaranya ilmu fiqih, tajwid, dan nahwu – shorrof. Beberpa ilmu tersebut merupakan ilmu dasar dalam islam. misalnya ilmu fiqih, anak-anak diajarkan tata cara shalat dan wudhu yang benar, kemudian diajarkan berbagai macam najis dan lain-lain. Dari sini terlihat bahwa kiai kampung secara langsung telah menanamkan pondasi keislaman sejak dini kepada anak-anak sebelum mereka memperdalam keilmuannya di pesantren.

Lebih dari pada itu, pada dasarnya kiai kampung telah menanamkan nilai-nilai keislaman kepada masyarakat tidak hanya melalui dakwah atau ceramah tetapi juga melalui kehidupan yang diperlihatkannya. Kesederhanaan, ketawadhuan, dan keikhlasan yang ada pada diri mereka seharusnya dapat dijadikan contoh oleh masyarakat. Wallahua’lam

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta