Muhammad Akbar Darojat Restu Putra Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Nasida Ria: Kritik Sosial dalam Genre Kasidah

2 min read

sumber: detik.com

Bagi aktivis sosial, lagu-lagu dari Iwan Fals, Sombanusa, Tanasaghara, Nosstress, Efek Rumah Kaca memiliki ketertarikan tersendiri bila didengarkan. Lagu-lagu itu bukan hanya mewakili keresahan mereka terhadap problem sosial, melainkan juga sebagai daya yang mendorong optimisme bahwa dunia yang lebih baik adalah mungkin dan karenanya harus diperjuangkan.

Namun, adakah lagu yang membawa identitas agama tetapi memuat problem sosial? Adakah lagu yang berangkat dari nilai suatu agama tetapi berpretensi untuk menuntaskan problem sosial? Jawabannya adalah ada. Ini bisa kita temukan ketika mendengar dan menyelami dengan saksama lagu-lagu yang dibawakan oleh Nasida Ria.

Sebagaimana diketahui, Nasida Ria adalah grup band kasidah modern yang didirikan di Semarang pada tahun 1975. Grup band ini terdiri dari 9 personel yang semuanya perempuan.

Pada dekade 80-an hingga 90-an, grup band ini cukup terkenal dan memantik banyak pendengar dari berbagai kalangan di Indonesia. Walau sekarang namanya jarang terdengar, lagu-lagu nya masih kerap diputar dalam acara pernikahan maupun pengajian.

Kritik Sosial dalam Genre Kasidah

Agaknya jarang yang mengetahui bahwa beberapa lagu yang dibawakan oleh Nasida Ria sebenarnya adalah ciptaan KH. Bukhori Masruri. Ia adalah seorang kiai jebolan pesantren Sarang yang tak hanya mendakwahkan Islam melalui pengajian, melainkan juga seni, dan ketika membuat lagu, ia hampir selalu menyertakan kritik sosial.

Itulah yang tergambar dalam lagu Tahun 2000. Lagu ini menceritakan tentang nikmatnya hidup di tahun 2000, di mana segala aktivitas hidup dilayani oleh mesin. Orang bisa menggunakan sepeda motor atau mobil kalau mau pergi ke mana-mana.

Orang juga tak perlu lagi pergi ke warung makan atau restauran kalau ingin makan. Cukup pesan melalui aplikasi antar-makanan, orang dapat memperoleh makanan yang ia inginkan. Dan ketika akan tidur, orang bisa mendengarkan lagu, pengajian atau sholawat untuk menjadi pengiringnya.

Baca Juga  PNS dan Problem Standarisasi Kehidupan

Namun, hidup di tahun 2000 juga penuh tantangan, di mana selain penduduk kian hari kian banyak, juga lapangan pekerjaan jadi makin menipis karena segala hal bisa dijalankan oleh mesin. Perusahaan tidak lagi membutuhkan banyak tenaga manusia bila suatu pekerjaan bisa dijalankan oleh mesin.

Persoalan di tahun 2000 tak hanya itu saja. Banyak sawah yang hilang dari pelupuk mata karena diganti dengan bangunan yang menjulang ke langit. Banyak juga hutan yang terkikis habis yang salah satunya dijadikan untuk tempat pemukiman.

Karena itu, dampak yang akan timbul tak hanya bersifat sosial dan ekonomi belaka, melainkan juga ekologi. Bukankah kita sekarang menghadapi krisis ekologis yang telah membahayakan kehidupan di bumi? Nasida Ria jauh-jauh hari telah mengingatkan hal itu.

Kritik sosial juga mendapatkan tempat dalam lagu Dunia dalam Berita. Lagu ini menceritakan tentang berbagai cerita kehidupan modern yang tampak ambigu. Ada yang menyenangkan, ada yang menyedihkan dan ada yang membangun, ada yang membikin bingung, kata lagu ini.

Ambiguitas itu dicontohkan lagu tersebut melalui tiga contoh cerita. Karnaval yang menghabiskan dana miliaran rupiah, tetapi di luar sana banyak orang kelaparan menantikan santunan; negara-negara di ASEAN mendorong perdamaian, tetapi di Persia (Iran) pertikaian masih merajalela; ada yang membuat obat untuk menyembuhkan orang sakit, tetapi ada juga yang membuat peluru kimia untuk membuat orang sakit.

Melalui lagu ini, kita dapat memahami bahwa kendati kemajuan nalar digembar-gemborkan oleh modernitas, sering kali yang mereka lakukan justru di luar nalar. Proyek Pencerahan (Aufklarung) pada akhirnya justru tak mencerahkan, kalau memakai bahasa Max Horkreimer dan Theodor Adorno.

Dua lagu itu menunjukkan bagaimana usaha kreatif Nasida Ria dalam menyajikan kritik sosial dan bahkan ekologis melalui genre kasidah. Walau dalam bajunya yang islami, Nasida Ria tak gerah untuk memperbincangkan masalah sosial. Lalu, apakah dengan melakukan kritik sosial Nasida Ria kemudian masih tetap menggunakan nilai-nilai Islam?

Baca Juga  Berlebihan Itu Tidak Baik, Termasuk dalam Beragama

Dakwah Melalui Seni

Perlu diingat bahwa Nasida Ria adalah grup kasidah yang mendakwahkan Islam melalui seni. Artinya, ketika membawakan lagu, tentu nilai-nilai Islam kemudian digaungkan, tak terkecuali dengan kritik sosial. Hal tersebut bisa dilihat dalam lirik terakhir lagu Tahun 2000.

Wahai pemuda remaja

Sambutlah tahun 2000

Penuh semangat

Dengan bekal keterampilan

Serta ilmu dan ima

Bekal ilmu dan iman

Di sinilah kita akhirnya paham bahwa Nasida Ria tak hanya menampilkan problem saja sebagaimana diulas di muka, melainkan juga menunjukkan jalan keluar. Dalam lirik tersebut, solusi yang ditunjukkkan bukan hanya bekal keterampilan, melainkan juga ilmu dan iman.

Nasida Ria ingin mengatakan bahwa hidup di zaman modern ini tak cukup dibekali dengan ilmu belaka. Walau memang ilmu membawa banyak manfaat, namun seperti dicatat di atas juga membawa pada kemudharatan. Sehingga, penting untuk membarengi ilmu pengetahuan dengan iman. [AR]

Muhammad Akbar Darojat Restu Putra Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya