M Fakhru Riza Mahasiswa Magister Universitas Ahmad Dahlan

Sains Modern dan Tantangan Teologi Islam di Masa Kini

2 min read

Sekitar seribu seratus tahun yang lalu, ada beberapa golongan ulama’ yang memperdebatkan perihal dimana posisi Tuhan dalam proses penciptaan dan berjalannya alam semesta. Setidaknya ada tiga golongan ulama’ yang turut andil memperdebatkan isu tersebut.

Pertama adalah kalangan yang disebut kelompok Murji’ah. Mereka memiliki pandangan bahwa penciptaan dan berjalannya alam semesta ini secara penuh diintervensi oleh Tuhan. Bagi mereka tidak ada hukum alam yang independen dan yang ada hanya intervensi Tuhan secara secara penuh.

Kelompok kedua bernama Mu’tazilah. Mereka memiliki posisi yang diametral dengan kelompok Murji’ah. Bagi mereka, alam semesta ini diciptakan dan keberlangsungannya diciptakan Tuhan kemudian membuat hukum alam yang mana Tuhan sendiri tidak bisa mengintervensi.

Kemudian, di tengah perdebatan sengit antara kedua kubu ini lantas muncul kelompok baru bernama Asy’ariyah. Kelompok ini digagas oleh seorang ulama’ kalam bernama Abu Hasan Al Asy’ari yang hidup pada abad ke 10 masehi.

Konsep teologi kelompok ketiga ini disebut Okasionalisme. Konsep okasionalisme ini memiliki posisi moderat di antara dua kutub pemikiran sebelumnya. Abu Hasan yang juga merupakan murid dari seorang ulama’ Mu’tazilah memandang konsep Mu’tazilah menihilkan peran Tuhan dalam proses berjalannya alam semesta dengan mereduksinya melalui hukum alam.

Menurut Mulyadhi Kertanegara dalam Lentera Kehidupan: Panduan Memahami Tuhan, Alam, dan Manusia (2017) bahwa konsep okasionalisme melihat bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dan proses berlangsungnya alam semesta ini berjalan dengan hukum alam namun dapat sewaktu-waktu dapat diintervensi oleh Tuhan. Ketergantungan alam terhadap Tuhan ini berjalan melalui partikel-partikel yang amat kecil dan tak dapat dibagi lagi yang bernama Atom.

Atom alam semesta ini, menurut kelompok ini perlu terus menerus diintervensi oleh Tuhan agar tetap berlangsung kinerja alam semesta ini. Inspirasi Abu Hasan Al Asy’ari dan para ulama’ pendukung okasionalisme ini menurut Mulyadhi (2017) berasal dari konsep atom India di zaman itu. Abu Hasan meminjam konsep-konsep tersebut untuk menjelaskan bagaimana alam semesta ini diciptakan dan bekerja.

Baca Juga  Halal Bihalal Virtual dan Fenomena Ber-Zoom Ria

Teologi Islam dan Sains Modern

Perdebatan teologi antara ketiga kelompok tersebut terjadi kira-kira seribu seratus tahun yang lalu. Perdebatan tersebut dilakukan tanpa adanya upaya pengamatan empiris bagaimana alam semesta ini bekerja. Baru setelah delapan ratus tahun Abu Hasan memunculkan konsep okasionalisme atau atom Asy’ariyah, seorang saintis bernama Issac Newton menemukan hukum gravitasi.

Perdebatan tanpa ada pengamatan empiris yang dapat diandalkan ini juga pernah terjadi pada ratusan tahun sebelum masehi. Banyak filsuf Yunani klasik yang memperdebatkan bagaimana alam semesta ini tercipta. Ada yang menyebut alam semesta tercipta dari air, ada yang menyebut dari tanah dan lain-lain.

Berbagai spekulasi yang dilakukan para ulama’ pada seribu seratus tahun yang lalu itu kini mau tak mau harus kita pikirkan ulang, mengingat hampir sudah tidak ada misteri lagi bagaimana alam semesta bekerja.

Sains dengan pengamatan empirisnya menemukan hukum-hukum alam yang sifatnya tetap. Hukum alam yang tetap ini tampaknya tidak mungkin mendapat intervensi dari luar hukum alam itu sendiri, tak terkecuali Tuhan sekalipun.

Konsep okasionalisme Asy’ariyah yang mengandaikan ada partikel terkecil yang disebut atom yang merupakan intervensi Tuhan, tampaknya kini sudah menjadi konsep yang tidak bisa diandalkan. Konsep tentang atom sendiri, yang kini menjadi bagian dari ilmu Kimia malah justru menunjukkan betapa konsistennya cara kerja unsur-unsur zat terkecil yang menjadi penyusun alam semesta yang tidak membutuhkan intervensi dari luar.

Saat ini, barangkali yang masih menjadi misteri hanya bagaimana alam semesta itu terbentuk. Meskipun itu hal yang sulit, namun ilmuwan sudah membuat permodelan bila hukum alam yang saat ini sudah ditemukan ini berlaku juga pada saat awal mula alam semesta, maka bagaimana alam semesta terbentuk dapat kita ketahui.

Baca Juga  Bagaimana Sikap Muslim Menghadapi Era Teknologi?

Jika saja hukum alam yang saat ini sudah ditemukan berlaku juga pada saat alam semesta awal tercipta, menurut permodelan para ilmuwan memprediksi awal terbentuknya alam semesta ini diawali dari dentuman besar. Dentuman besar ini terjadi pada kumpulan semua unsur yang saat ini ada di alam semesta.

Planet dan seluruh entitas yang ada di alam semesta ini bekerja melalui hukum gravitasi newton, dimana ada benda yang lebih besar menarik benda yang lebih kecil untuk mengorbit padanya. Berdasar pengamatan, putaran benda kecil yang mengelilingi benda besar tersebut semakin lama semakin menjauh. Jika ini terjadi, berarti pernah terjadi masa dimana semua benda tersebut sangat dekat atau bahkan menjadi satu.

Momen terdekat itulah momen sebelum ledakan besar. Kemudian alam bekerja dengan hukum gravitasi Newton dan lainnya selama bermilyar-milyar tahun hingga banyak planet dan galaksi semakin menjauh. Inilah permodelan yang diberikan para ilmuwan. Namun, tidak tahu apakah prosesnya seperti itu yang terjadi. Sains hanya memprediksikan berdasar apa yang diketahui.

Di tengah perkembangan sains yang semakin maju ini, tampaknya argumentasi teologis yang masih memiliki peluang ketepatan ada pada teologi Mu’tazilah. Berdasarkan pengamatan empiris, alam semesta ini memiliki hukum-hukum Tuhan. Bila mana ada sosok yang mengintervensi penciptaan alam semesta, celah yang ada ada pada momen dentuman besar. Saat dimana semua ini bermula. (mmsm)

M Fakhru Riza Mahasiswa Magister Universitas Ahmad Dahlan