Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Cara Bermaafan Di Hari Raya Idul Fitri yang Benar

2 min read

Satu bulan penuh kita telah usai melaksanakan ibadah puasa dengan menahan segala hawa nafsu, baik berupa menahan makan, minum, dan menjauhi kemaksiatan maupun perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Setelah satu bulan penuh kita melakukan demikian, kita ditemukan oleh hari yang ditunggu-tunggu oleh para umat Islam di seluruh dunia. Dalam hadits nabi telah dijelaskan :

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang melaksanakan ibadah Shaum selama satu bulan penuh dengan penuh keimanan kepada Allah maka apabila ia memasuki Idul Fitri ia akan kembali menjadi fitrah seperti bayi (Tiflul) dalam rahim ibunya”. (HR Bukhari).

Ya, lebih tepatnya kita ditemukan oleh satu hari yang seringkali disebut dengan hari kemenangan, hari kembali ke yang fitrah atau lebih tepatnya Hari Raya Idul Fitri.  Tepat pada satu Syawal merupakan hari dimana umat Islam telah dibebaskan pada kewajiban untuk menjalani ibadah puasa. Bagaimana tidak, dalam hadits nabi telah dijelaskan :

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Idul Fitri adalah hari dimana kalian berbuka, dan Idul Adha adalah hari dimana kalian berkurban.” (HR. Ibnu Majah).

Hari Raya Idul Fitri merupakan hari yang diisyaratkan untuk kita melakukan kegiatan silaturhami dengan saling bermaaf-maafan kepada sesama, baik orang tua, saudara, tetangga, kerabat terdekat maupun terjauh sekalipun. Tujuannya adalah agar kita dapat menyadari kesalahan kita sebagai manusia kepada sesama manusia dan untuk menyambung tali persaudaraan antar sesama.

Pada saat Hari Raya Idul Fitri, tidak boleh dilewatkan juga untuk kita memohon ampunan dan maaf kepada sang Maha Pengampun. Merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan kegembiraan dan kesenangan bertemu oleh orang tua, kerabat, tetangga, dan saudara kita serta banyaknya makanan yang dapat kita jumpai, hendaknya kita tidak melupakan untuk memohon ampunan kepada Allah SWT yang memberikan semua itu.

Baca Juga  Antara Komunis, Ateis, dan Muslim: Makna Sebuah Istilah

Lalu apakah silaturahmi dengan saling bermaaf-maafan hanya menjadi budaya pada Hari Raya Idul Fitri saja ? Hal tersebut tidak dapat dikatakan benar adanya karena Allah telah berfirman dalam QS Ali Imran ayat 159  yang mengisyaratkan kita untuk bertindak dan bersikap saling meminta maaf dan memaafkan kepada sesama :

 “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”

Bermaaf-maafan merupakan kegiatan yang sebenarnya telah diisyaratkan oleh agama Islam dengan tujuan untuk mencapai perdamaian dan ketentraman antar sesama, serta dapat menyadari kesalahan-kesalahan diri sebagai manusia. Disamping itu, sesuai pada ayat Al-Qur’an yang telah dijelaskan di atas, kita juga dianjurkan melawan sifat-sifat keras dengan sikap penuh kelembutan dengan memaafkan kepada kesalahan orang lain, seperti halnya apa yang diperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

Apakah hanya dengan sekedar ucapan, makna maaf tersebut dapat terwakilkan ?

Lebih tepatnya masih belum mencapainya. Bermaaf-maafan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang terjadi secara sengaja dan sukarela saat seseorang korban mengalami perubahan dalam perasaan dan perilaku terhadap yang berbuat salah, menyingkirkan sifat-sifat yang berorientasi pada hal negatif seperti dendam dan rasa benci. Maka dari itu, bermaaf-maafan merupakan proses yang penting untuk menyingkirkan hal-hal negatif, baik terjadi pada diri sendiri maupun orang lain.

Bermaaf-maafan yang hanya dikeluarkan lewat ucapan sama halnya mencapai kalimat maaf secara formalitas dan dapat dianggap hanya sebagai ‘penenang’ saja. Maka bagaimana seharusnya mencapai makna bermaaf-maafan yang tepat ? makna maaf yang tepat adalah ketika kata maaf itu diujarkan, seketika itu juga disertai niat dan penuh rasa ikhlas untuk berubah. Berubah dalam hal ini dimaknai untuk tidak megulangi perbuatan yang telah dilakukan kepada yang lainnya.

Baca Juga  Menyikapi Radikalisme Agama dengan Kacamata Kemanusiaan Ala Gus Dur (2)

Oleh karena itu, ketika sudah saling bermaaf-maafan bukan berarti kita dengan seenaknya melupakan apa yang sedang terjadi dan menganggap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Justru yang demikian tidak membuat kita menyesali perbuatan yang telah kita lakukan atau yang jika dilakukan, dapat membuat orang lain sakit hati. Maka yang lebih tepatnya adalah saling memaafkan satu sama lain, namun juga tidak melupakannya dengan tujuan untuk mengingat agar kesalahan tidak terjadi kedua kalinya.

Dengan saling memaafkan, kita dapat memetik satu hikmah yaitu dengan membuat taraf hidup kita lebih baik lagi dengan menghindari hal-hal yang dapat membuat orang sakit hati dan terdapat upaya untuk mengevaluasi diri kita sendiri. Memaafkan juga merupakan suatu perwujudan untuk mengimplementasikan sifat Allah, Al-Ghaffar dan Al-‘Afuw pada diri kita untuk hidup secara bersama dengan orang lain.

Maka dari itu, merupakan suatu hal yang penting juga ketika kita saling bermaaf-maafan pada Hari Raya Idul Fitri. Namun, pada dasarnya, hal tersebut tidak boleh berhenti hanya pada Hari Raya Idul Fitri. Di dalam kehidupan setelah hari yang suci tersebut, kita setidaknya dapat terus melakukannya dengan di dasari rasa ikhlas hanya untuk Allah SWT. Semoga kita tetap dapat menjadi pribadi yang ikhlas dan pemaaf.

Minal Aidzin wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin

 

 

Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya