Muhammad Rizky Shorfana Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Bolehkah Kampanye Politik Praktis Dalam Masjid?

2 min read

Tahun 2024 merupakan tahun politik bagi negara Indonesia. di mana pada tahun tersebut akan digelarnya pemilihan umum (pemilu) salah satunya ialah pemilihan presiden. oleh karena itu, memasuki masa-masa kampanye berbagai upaya dari para politisi untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya dengan cara menggunakan masjid sebagai media untuk kampanye politiknya. Akan tetapi, hal tersebut menimbulkan beberapa persoalan terkait dengan boleh atau tidak menjadikan masjid sebagai sarana kampanye politik praktis?

Masjid merupakan tempat suci umat Islam yang berfungsi sebagai tempat ibadah. Oleh karena itu, segala aktivitas yang berkaitan dengan peribadatan dapat dilakukan di dalam masjid. seperti halnya Shalat, zikir dan segala bentuk yang kaitannya langsung dengan Allah SWT. selain sebagai tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya umat Muslim untuk berdiskusi, mempererat tali silaturahmi, dan mengembangkan kegiatan sosial.

Meskipun begitu banyak kalangan yang menyelewengkan penggunaan masjid dari hal yang semestinya. Lebih lagi ketika menjelang masa pemilu, banyak politisi dari berbagai partai yang ingin mendapatkan suara atau dukungan dari umat Islam dengan menggunakan masjid sebagai media kampanye. Hal ini tentu mengundang komentar dari berbagai kalangan, baik dari tokoh agama maupun negarawan.

Seperti halnya pendapat Jusuf Kalla selaku ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) terkait dengan politisasi masjid. ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menjadikan masjid sebagai mimbar kampanye politik, melainkan tempatnya ibadah keagamaan yang khusyuk. Ia melarang masjid digunakan sebagai mimbar politik, karena hal tersebut takut malah dapat menyebabkan terjadinya perpecahan umat antara satu sama lain. seperti saling sindir atau menjelekkan baik secara langsung maupun tidak.

Pernyataan yang hampir sama diungkapkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. ia berpesan agar masjid sebagai tempat ibadah dijaga dari politisasi. Dengan begitu, masjid-masjid semakin terberdayakan dan sejahtera. Tidak hanya itu, ia juga mengajak masyarakat untuk menjadikan masjid sebagai rumah bersama tempat bernaung banyak orang yang memiliki itikad dan komitmen untuk pemberdayaan dan pemajuan masjid. oleh karena itu, tidak tepat jika masjid digunakan sebagai alat untuk mencari suara ketika pemilu nanti.

Baca Juga  Metafisika al-Farabi dan Teori Emanasi

Selain itu terdapat juga pendapat dari ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, yakni KH Cholil Nafis. Menurutnya tidak masalah kalau seseorang berceramah di dalam masjid dengan mengambil tema politik. Namun topik yang dibahas itu bukanlah politik praktis atau kekuasaan, tetapi politik kebangsaan dan keadaban. Baginya, politisasi masjid yang demikian mestinya dilarang karena menggunakan masjid tidak sesuai fungsinya. Akan tetapi jika yang dibahas adalah politik kebangsaan atau keadaban, maka itu adalah sesuatu yang harus dilaksanakan.

Menurut Kyai Cholil Nafis, pelarangan terkait dengan politisasi rumah ibadah itu tidak hanya berlaku untuk masjid saja. tetapi semua rumah ibadah agama lainnya guna mewujudkan keadilan bersama. Sehingga tidak akan timbul rasa kebencian satu dengan lainnya, yang mengakibatkan perpecahan antar umat beragama.

Dari banyaknya pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa menggunakan masjid sebagai alat untuk politik praktis atau mencari kekuasaan itu merupakan suatu hal yang keliru. Karena hal tersebut apabila masih terus dilakukan malah mengakibatkan timbulnya rasa kebencian baik dikalangkan Islam itu sendiri maupun dari kalangan agama lain. kalau hal tersebut terjadi, maka perpecahan antar umat beragama tidak bisa lagi dihindarkan.

Padahal kalau kita lihat lebih dalam lagi, agama Islam turun untuk menyebarkan perdamaian di muka bumi dan larangan melakukan kerusakan di muka bumi atau melakukan tindakan yang tidak adil karena didasari kebencian sepihak. Apabila terdapat oknum pemuka agama atau penceramah yang melakukan kerusakan tersebut, dengan jalan  provokasi, ujaran kebencian, adu domba, dan melakukan caci maki serta hujatan. Maka sebenarnya mereka telah menyalahi ajaran yang telah dibawakan Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itu, apabila hal tersebut terjadi di tengah kehidupan kita. Maka yang perlu kita lakukan ialah menyikapinya dengan cara selalu bijak dalam menyaring ajaran-ajaran yang sampaikan oleh pemuka agama ataupun penceramah. Dan bila perlu kritis dalam memandang sesuatu yang bertolak belakang dengan nurani dan rasa kemanusiaan. Selain itu perlunya menghilangkan sikap fanatisme buta terhadap kelompok atau pemuka agama tertentu.

Baca Juga  Belajar Pada Arjuna Cara Merayakan Lebaran

Dengan demikian, meskipun masih terdapat oknum yang menggunakan masjid sebagai alat untuk mencari suara atau dukungan terhadap partai politik tertentu. Kita tidak akan mudah terpengaruh dan sedikit demi sedikit oknum-oknum yang masih menggunakan masjid sebagai alat untuk politik praktis akan terhenti. Karena mereka akan sadar bahwa apa yang dilakukannya terhadap penggunaan masjid sebagai tempat politik praktis itu adalah hal yang sia-sia dan membuang-buang waktu serta tenaga. Kendati begitu, apakah kalian setuju dengan penggunaan masjid sebagai media politik praktis atau mencari kekuasaan?

Muhammad Rizky Shorfana Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya