Hobinya Wahabi dari dulu hingga kini suka tanya dalil. Hampir semua amaliyah Aswaja dipertanyakan dalilnya dengan niat agar kaum Aswaja ragu dengan amaliyahnya seolah-olah amaliyah Aswaja tidak ada dalilnya atau sengaja mengolok-olok bahwa amaliyah Aswaja hanya sekedar mengikuti budaya turun temurun alias mengikuti ajaran nenek moyang.
Korban Wahabi biasanya remaja tanggung atau kaum hijrah milenial, sok hijrah dengan semangat berapi-api untuk belajar agama namun tidak mondok atau tidak berguru dengan guru yang jelas. Akibatnya bukan hanya salah guru, namun tersesat, menyesatkan dan parahnya menyerang balik orang-orang yang ada di sekitarnya dengan tuduhan ahli bid’ah semua.
Tak punya adab. Guru ngajinya yang dulu dengan susah payah ngajari iqra’ dicap ahli bid’ah, orang tuanya dianggap ahli bid’ah bahkan satu kampung semuanya divonis ahli bid’ah, ahli neraka. Efek baru kenal satu ayat atau satu hadits saja. Itupun sepotong. Kalau akibatnya jadi seperti ini namanya bukan hijrah bro, tapi terjungkal semakin dalam.
Wahabi adalah sekte yang minim ilmu alias kaum yang sedikit pemahaman. Mereka ini adalah sekte sempalan, pendatang baru yang tidak punya sanad sama sekali. Tidak punya sanad keilmuan dan tidak punya sanad adab. Akibatnya, rendah ilmu plus miskin adab.
Semua amaliyah mayoritas umat Islam yang berabad-abad turun temurun yang sanadnya sampai pada sahabat dan rasulullah mereka hantam dengan tuduhan musyrik, bid’ah dan kafir. Bukankah mereka inilah ahli bid’ah yang sesungguhnya. Sekte baru yang cara beragamanya tidak pernah dikenal dimasa rasulullah, sahabat dan generasi setelahnya yakni belajar agama tanpa sanad, tanpa guru yang jelas.
Rendahnya ilmu kaum Wahabi ini karena belajar agama secara instan, cukup hanya membaca buku-buku terjemahan itupun buku impor, belajar hanya dengan satu guru ditambah fanatisme pada murabbi atau taklid buta pada junjungannya. Seolah apapun yang keluar dari mulut junjungannya pasti benar dan apapun yang tidak keluar dari mulut junjungannya pasti sesat.
Baru mengenal satu kebenaran, menyalahan seribu kebenaran yang lain. Seolah kebenaran itu hanya keluar dari kaumnya. Umat Islam diluar kaumnya, tidak boleh benar dan dianggap tidak akan pernah benar alias selamanya menyimpang. Kebenaran Tuhan dimonopoli, apapun yang mereka lakukan seolah mewakili kebenaran dari Tuhan. Pada puncaknya, mereka mengambil alih kuasa Tuhan, menjadi Tuhan dengan menghakimi umat lainnya. Menganggap kebenaran yang mereka miliki setara dengan kebenaran Tuhan.
Pemahaman sempit kaum Wahabi disebabkan karena tidak pernah mengenal keanekaragaman mazhab bahkan menuduh mazhab-mazhab fikih sebagai biang kesesatan. Tidak pernah belajar tentang mazhab-mazhab tafsir. Tidak pernah mengkaji ilmu hadis secara komprehensif kecuali hadis-hadis yang sudah distempel oleh junjungannya.
Memahami agama dengan kolot, fanatiknya pol karena referensinya pas-pasan. Tokoh junjungannya ya hanya itu-itu saja. Sanad ilmunya terputus, sebab kakek moyangnya hanya berkutat pada tokoh Muhammad bin Abdul Wahab, Albani, Ibnu Taimiyah dan Bin Baz. Seluruh jamaah Wahabi mengkultuskan tokoh ini.
Hadis disahihkan oleh Albani. Begitulah kira-kira stempelnya Wahabi. Sejak kapan Albani menjadi pakar hadis? Belajar dikampus mana, atau universitas mana, atau siapa gurunya sehingga Albani menjelma menjadi pakar hadits atau ahli takhrij (mushahhih) sehingga mengalahkan ulama-ulama terdahulu yang keilmuannya jauh dari Albani.
Piciknya Wahabi, seolah semua hadis-hadis yang tidak distempel Albani kualitasnya lemah atau palsu semua. Padahal Albani lahir jauh belakangan setelah ulama ahli hadis, tiba-tiba menjadi tukang stempel hadits. Aneh bin ajaib bim salabim. Ribuan hadis disfungi alias tidak berguna karena kalah dengan hadis pamungkas Wahabi, kullu bid’atin dhalalah. Hadis kok fungsinya seperti kunci inggris.
Untuk Wahabi, saran kami silakan belajar agama yang cukup. Silakan saja menjadi Wahabi tapi jadilah Wahabi yang moderat. Wahabi yang kaffah. Wahabi yang kaya akan referensi keagamaan yang tak gampang menyalahkan umat Islam non-Wahabi atau umat Islam yang tidak pakai stempel salafi. Intinya, selama ini amaliyah kami yang anda protes bukan tidak dalilnya namun anda belum paham dalilnya karena anda belum tuntas belajar agama.
Anda jual kami borong habis. Ente punya sepotong dalil untuk menyalahkan amaliyah kami, kami punya seribu dalil untuk membantah celotehan ente. Jika tak puas, kamipun siap dialog atau debat secara terbuka jika memang ente gentleman. Jangan hanya teriak-teriak bid’ah di medsos atau media online, kalau diajak debat terbuka tak punya nyali alias kabur takut dipreteli kebodohannya. Kalau kalah argumen, jurus maboknya Wahabi hanya satu: “dilarang berdebat, sesama umat Islam tak boleh bermusuhan, harus menjaga ukhuwah”. Jika segenap amaliah kami engkau salahkan, lantas bagaimana lagi kami mensikapinya?