Woko Utoro Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi IAIN Tulungagung

Swafoto dan Jebakan Ego Narsistik

2 min read

Source: pixbay.com

Saat ini, di dunia maya banyak bertebaran foto-foto dengan beragam pose dan gaya. Mulai dari foto pribadi, bersama sahabat atau bersama keluarga semua menghiasi media sosial demi menunjukan sebuah momen. Foto-fot tersebut tidak hanya untuk mengabadikan sebuah momen namun ia pada dasarnya juga sedang mengajak komunikasi kepada subjek yang melihat. Dengan fotolah peristiwa masa lalu bisa dianalisa dalam sebuah narasi panjang bahwa dulu pernah terjadi momen yang telah diabadikan rapi dalam sebuah foto.

Pada awalnya, untuk mengambil foto alat yang digunakan hanyalah sebuah guratan klise dari hasil jepretan optik atau kamera binokuler. Seiring berjalanya waktu dan pengetahuan makin berkembang teknologi foto pun semakin menjawab tantangan zaman.

Kini, bahkan tanpa ribet, seseorang bisa berswafoto dengan sangat mudah melalui smartphone canggih. Pun demikian, berbagai aplikasi untuk memaksimalkan hasil jepretan juga sudah banyak terserdia.

Foto memang salah satu media yang dapat menangkap kejadian objek tanpa perlu memberikan penjelasan detail terkait peristiwa yang terjadi. Saat ini, foto seakan menjadi identitas manusia modern. Katanya jika tidak suka foto berarti ketinggalan zaman. Seperti halnya sejarah jika tidak terdokumentasikan dalam sebuah foto maka seseorang dianggap tidak ada.

Berbicara tentang foto dewasa ini orang-orang secara tidak sadar tengah dilanda satu masalah mental bernama “narsisme”. Masalah tersebut semakin tidak disadari sebagai sebuah masalah karena ketidaktahuan kita di mana letak masalahnya. Padahal, sangat jelas bahwa berfoto secara berlebihan dapat membahayakan diri sendiri.

Beberapa contoh sering terjadi ketika kecelakaan di objek wisata, atau kehilangan sesuatu karena kita asyik berfoto. Tanpa di sadari berswa foto telah membuat separuh fokus kita menjadi hilang. Dalam makna lain jiwa terkoyak dan lupa diri.

Baca Juga  Menjadi Kekasih Allah

Selain itu jebakan ego narsistik mudah sekali menjangkiti jiwa kita. Salah satunya kita lupa bahwa ada sebuah ruang bernama privasi. Tentu aneh bukan, saat sanak keluarga berduka cita, sebagian orang justru kita malah dengan tanpa malu berfoto ria di momen haru itu. Saat ada orang terkena musibah atau ada peristiwa mengerikan kecelakaan contohnya, kita justru langsung terburu-buru pasang kamera.

Ironinya, kita kemudian malah menyebarkan foto atau video korban tanpa memiliki rasa bersalah. Padahal, di sana etika bermedia, etika jurnalistik seharusnya diterapkan.

Di sisi lain, saat mengabadikan momen seperti itu solah-olah rasa iba telah tumpul, rasa empati kita telah mati. Ego narsisme sepertinya telah melilit jiwa kita yang hampir tiap hari tidak bisa jauh dari foto, dari kamera. Padahal, jika tujuannya hanya ingin eksis tentu ada cara lain yang lebih elegan. Jika Marx masih hidup mungkin ia akan mencemooh bahwa cara eksis justru bukan dengan berswafoto.

Menurut Karl Marx eksis itu dengan 3 cara yaitu, bekerja, kreatif dan berkarya. Sekarang tentu kita paham dengan pesan Marx itu, lantas mau apa lagi selain harus belajar lagi tentang banyak hal.

Menurut ahli psikologi jika sudah masuk ke narsistik kita dianggap mengidap ganguan mental yang kalangan psikologi menyebutnya dengan Narcissistic Personality Disorder (NPD). Ganguan mental NPD tersebut membuat si pengguna kamera tersebut merasa paling keren, membanggakan diri berlebihan, paling istimewa, merasa superior, sedikit arogan, suka pamer, standar tinggi dalam tuntutan hingga manipulatif.

hal ini tentu berbeda dengan selfitis yang hanya sekedar mengabadikan momen, memperbaiki mood, mencari perhatian, dan kompetitif dengan orang lain. Sedang,

Di sinilah tentu kita harus eling lan waspada bahwa setiap hal sekalipun penunjang diri untuk eksis jika berlebihan dan tidak wajar maka itu tidak baik. Kita perlu lebih mendewasakan diri untuk bijak dalam berfoto atau selfie. Kita tentu tau kapan, di mana, saat apa dan bagaimana  seharusnya kamera hadir dalam sebuah momen.

Baca Juga  Politik Orientalisme, Sebuah Ancaman atau Manfaat?

Tentu kita harus lebih tau bahwa sejarah era Yunani dalam catatan Freud telah membuktikan bahwa pemuda Narcissus dibuat celaka oleh dirinya sendiri karena terlalu mencintai bayanganya sendiri. Di sanalah awal mula ego narsistik hidup dan menjangkiti manusia. [AA]

Woko Utoro Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi IAIN Tulungagung