Secara logika penggunaan bahasa, akan terasa janggal jika Barat dihadapkan dengan Islam, sebab lebih tepatnya Barat dihadapkan dengan Timur. Akan tetapi, istilah Barat dan Islam sepertinya sudah memiliki muatan konsep ideologis sebagaimana pada Orientalisme yang dianggap sebagai agenda yang bermakna negatif karena mengandung agenda tersembunyi dari intelektual non-Muslim Barat untuk mempelajari dunia Islam.
Berbicara mengenai orientalisme, kita akan mendapati pengertian bahwa orientalisme adalah upaya dunia Barat mempelajari, meneliti, dan mengamati segalanya tentang dunia Timur. Misalnya saja pada saat Napoleon Bonaparte membawa beberapa oriental atau ilmuwan di Mesir pada tahun 1789. Para ilmuwan dan oriental tersebut dapat dengan mudah mempelajari dan mengamati budaya Mesir secara langsung.
Lantas apa hubungannya para Orientalis yang pada pengertian mendasarnya sudah mempelajari dunia Timur dan Islam dengan agenda tersembunyi yang diciptakannya ?
Kajian orientalisme setidaknya dapat difokuskan menjadi dua jenis. Pertama sebagai parameter pembeda gaya berpikir antara dunia Timur (Orient) dan dunia Barat (Occident), baik dari segi filsafat, seni, sastra, dan lain sebagainya. Dari data yang telah didapatkan oleh para Orientalis dari upaya mereka mempelajari dunia Timur akan dikembangkan menjadi penelitian maupun bahan kajian.
Namun, dalam mengembangkan data yang telah didapatkan, mereka masih menggunakan bias-bias dari pandangan mereka bahwa peradaban mereka adalah parameter dari kebaikan, kesempurnaan, kemajuan, kekuatan, kemodernanan, dan lain sebagainya. Sementara para Orientalis memandang Timur sebagai peradaban yang harus dimerdekakan, lemah, tidak beradab, tradisional, dan lain sebagainya karena tidak sesuai atau tidak lebih dari mereka.
Kedua, dari pembeda yang sudah ditemukan, kajian orientalisme pada akhirnya menjadi gaya baru Barat dalam melakukan dominasi dan membentuk ulang dunia Timur dalam berbagai aspek, terutama dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya. Dengan adanya sudut pandang dari para oriental dalam karya-karyanya, mereka secara tidak langsung memberikan suatu pandangan dunia bahwa Timur adalah peradaban yang lebih rendah dalam daripada Barat. Dengan demikian, para Oriental akan lebih mudah melakukan agenda tersembunyinya yang dimanifestasikan pada upaya dominasi terhadap Islam dan Timur.
Muhammad Salih al-Bundaq dalam Al-Musytasyriqun wa Tarjamat al-Qur’an al-Karim memberikan defisini bahwa orientalisme merupakan suatu gerakan yang mempelajari peradaban Timur dan Islam dalam berbagai bidang. Mereka juga tidak segan-segan untuk belajar bahasa Arab untuk megkaji al-Qur’an sunnah, dan sejarah-sejarah Islam dan mengamati masyarakatnya untuk nanti kemudian dikembangkan demi tercapainya tujuan politik.
Jika melihat dari sisi historisnya, perkembangan kajian orietalisme dalam dunia Islam terjadi dalam empat fase. Pertama, gerakan misionaris dan anti Islam pada abad ke-16 yang dipelopori oleh aliran Yahudi dan Kristen. Beberapa faktor yang mempengaruhi gerakan orientalisme awal yang anti Islam ini adalah kekalahan Kristen Eropa dalam perang Salib.
Kedua, fase kajian dan cacian pada abad ke-17 dan 18 M yang muncul bersamaan dengan puncak renaissance yang dimanifestasikan pada modernisasi yang terjadi di Barat. Barat memiliki kepentingan besar untuk belajar pada Islam yang telah terbukti berjaya selama kurun tujuh abad lamanya. Karya-karya orientalisme pada zaman ini berupa cacian terhadap Islam seperti halnya yang ditulis oleh Edward Gibbon yang menulis bahwa Muhammad adalah “pembohong dan pada hari-hari terakhirnya, ia merupakan seseorang yang cenderung pada seksualitas dan individualistis”.
Ketiga, fase kajian kolonialisme yang dimulai pada abad ke-19 hingga seperempat abad ke-20 M. Pada fase ini, kajian orientalisme berjalan bersamaan dengan kolonialisme dari Barat kepada negara-negara Islam. Dengan bantuan praktik kolonialisme, orientalisme juga dapat dengan mudah berkembang pada wilayah Islam. Dapat dikatakan demikian karena pada masa kolonalisme, para Orientalis menjadi lebih mudah untuk mempelajari dan mengamati Timur secara langsung.
Keempat, tahap kajian dan politik pada paruh ke dua abad ke 19 yang dapat dikatakan mengalami perubahan dalam bentuk kajian maupun praktiknya. Orientalisme yang awalnya secara brutal dan terbuka dalam membicarakan agama, pada akhirnya berubah menjadi lebih lembut lagi. Islam menjadi objek kajian yang populer dalam studi orientalisme dalam berbagai bidang, baik dalam ranah akademisi maupun perancangan kebijakan politik.
Semakin berkembangnya teknologi dan informasi, praktik orientalisme menjadi lebih meluas dan mendapatkan kemudahan karena sarana dan media yang diberikan oleh modernitas. Visi para orientalis yang hanya sebatas dalam karya-karya seperti buku, novel, dan karya sastra lainnya, kini menjadi lebih meluas hinga pada media hiburan seperti film,video, dan gambar. Dengan demikian para orientalis akan lebih mudah dalam mengubah cara pandang masyarakat melalui media hiburan.
Salah satu upaya kita sebagai umat Islam dalam mencegah adanya praktik Orientalisme yang dapat mengubah cara pandang kita sebagai peradaban yang paling inferior adalah dengan cara memperbanyak belajar, terutama mempelajari sejarah dari beerbagai sudut pandang. Sebagai metode yang tepat untuk mencari kebenarannya, diperlukan sikap kritis dalam pikiran untuk menelaah mana karya-karya yang sesuai fakta dan mana yang sifatnya hanya untuk mengkonstruksi dengan nilai buruk semata.
Oleh karena itu, kehadiran orientalisme dalam kajian Islam dirasa merupakan ancaman bagi Islam karena dengan kebebasan tanpa dasar dan tidak sesuai fakta, para orientalis berbicara tentang Islam. Namun juga terdapat beberapa manfaat, karena dengan demikian kita sebagai umat Islam dapat mengkritisi karya-karya yang ada dan bukan untuk hiburan maupun sumber belajar semata.
Dengan mempelajari orientalisme, kita juga dapat belajar bagaimana kita sebagai Islam yang semestinya, bukan Islam yang dibentuk oleh sudut pandang para orientalis. Selain itu, manfaat dengan adanya orientalisme, kita dapat memikirkan kembali bagaimana peradaban Islam mengalami kemunduran. Dengan demikian, mempelajari orientalisme sama dengan upaya mengenali diri kita sendiri sebagai Islam dan menjaga amanah dari Allah SWT kepada kita untuk menjaga alam semesta dengan tetap berpedoman pada jalan-Nya.