Muawinati Isna Zalfia Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya

Mana yang Lebih Utama Ilmu atau Harta?

3 min read

Setiap manusia mengartikan ilmu dan harta itu sangat berharga karena kedua hal ini dibutuhkan olehnya. Tetapi kebanyakan orang-orang pasti menginginkan harta yang berlimpah sampai bisa dikatakan kaya raya. Padahal orang kaya itu tidak harus mempunyai harta yang berlimpah, bahkan ilmu yang sangat berlimpahpun itu bisa dikatakan kaya raya, kaya akan pengetahuannya dan luas wawasanya. Namun kenapa saat ini orang lebih memprioritaskan orang kaya ketimbang orang berilmu.

Derajat orang kaya dan orang yang berilmu pun didunia sangat berbeda, kebanyakan orang kaya itu pasti akan disanjung, dihormati, semua perkataannya pun pasti akan dilaksanakan. Inilah kenyataan di kehidupan sekarang bahwa uang merupakan segalanya. Perlu kita ketahui bahwa ketika membahas tentang ilmu dalam Islam tidak bisa luput dari sabda Nabi Muhammad tentang Ali bin Abi Thalib.

Nabi Muhammad bersabda “aku adalah gudangnya ilmu, dan Ali adalah pintu menuju gudang itu”, maka sangat mulialah Ali bin abi thalib. Pernah suatu ketika Ali ditanya sahabat “Wahai Ali jikalau kau memilih dua hal yang sangat penting ini yaitu ilmu dan harta, maka lebih penting manakah ilmu dan harta itu?”.

Kemudian Ali menjawab, ada tiga manfaat ilmu dibanding harta. Pertama,  ilmu bila diberikan kepada orang lain maka ilmu tersebut akan bertambah, sedangkan harta bila diberikan pada orang lain pasti harta itu akan berkurang. Kedua, Ilmu itu akan selalu menjaga kita, sedangkan harta kita yang harus menjaganya. Ketiga, ilmu tidak akan pernah bisa dicuri atau dirampas dari diri kita kecuali bila diri kita memberikan nya, sedangkan harta ia bisa hilang karena dicuri atau dirampas oleh orang lain meskipun kita tidak rela memberikannya.

Baca Juga  Kisah Habib di Keluargaku

Ada sedikit cerita ketika Nabi bertanya kepada seorang pemuda “Wahai pemuda, maukah kamu mendengar beberapa kalimat yang berguna?”. Kemudian pemuda itu berkata “Kalimat apakah itu Ya Rasulullah” Nabi pun berkata “Jagalah ajaran-ajaran Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat dihadapanmu.”

Pemuda itu termangu di depan Nabi Muhammad sambil memusatkan perhatian pada setiap patah kata yang keluar dari bibir Rasulullah yang mulia itu. “Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya, semua hal telah selesai ditulis.”

Pemuda yang beruntung itu adalah Abdullah bin Abbas. Ibnu Abbas mendapatkan ilmu dari Nabi karena ia sering dipanggil oleh Rasulullah. Hidup bersama Rasulullah benar-benar telah membentuk karakter dan sifatnya, sampai membuat benaknya terpenuhi dengan rasa ingin tahu yang besar. Ketika Rasulullah wafat, Ibnu Abbas sangat patah hati karena sang guru yang sangat dikagumi telah tiada.

Namun, Ibnu Abbas tak patah semangat sehingga ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Pernah suatu hari Ibnu Abbas ditanya seseorang tentang keutamaan ilmu dibanding harta “Wahai Ibnu Abbas lebih utamakah ilmu atau harta?”. Kemudian Ibnu Abbas menjawab dengan tegas bahwa ilmu itu lebih utama dibanding harta, dengan menyebutkan enam keutamaan ilmu.

Pertama, Ilmu adalah warisan Nabi, sedangkan harta adalah warisan Fir’aun. Mengapa bisa disebut warisan karena nabi dan rasul mendapatkan ilmu  dari wahyu Allah kemudian ilmu diteruskan kepada para sahabat dan pengikutnya sehingga sampai pada diri kita. Sedangkan harta bisa dikatakan warisan Fir’aun karena harta bisa membuat seseorang sombong.

Baca Juga  Tadarus Litapdimas (12): Menghadirkan Kembali Sinar Kuasa Perempuan

Kedua, Ilmu akan menjaga diri kita, sedangkan harta kita yang harus menjaganya. Seperti yang dikatakan Ali bin Abi Thalib, tetapi ada satu hal lagi yang sangat penting, jika kita memiliki ilmu untuk mencari nafkah seperti ilmu berhitung, maka ilmu berhitung bisa digunakan untuk berdagang. Maka ilmu tersebut bisa menjadi jalan rezeki bagi kita.

Ketiga, Ilmu diberikan Allah hanya kepada orang yang dicintai-Nya, sedangkan harta diberikan hanya kepada orang yang dicintaiNya dan yang tidak dicintai-Nya. Mengapa Allah  memberikan ilmu kepada orang yang dicintai-Nya karena Allah akan menghendaki orang tersebut mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.Sedangkan harta diberikan kepada orang yang dicintai-Nya supaya hidup kita menjadi nyaman di dunia.

Keempat, Pemilik ilmu namanya akan tetap hidup walaupun sudah meninggal dunia, karena ilmu adalah salah satu cara Allah untuk meninggikan derajat manusia, kenapa bisa namanya akan tetap hidup padahal sudah meninggal dunia karena ilmu itu bila kita amalkan dan diamalkan lagi kepada seseorang maka ilmu itu akan terus mengalir, maka itu salah satu alasan mengapa nama orang yang berilmu itu tetap hidup dan akan tetap dikenang.

Karena itu Ibnu Abbas berpesan bahwa “Pemilik harta namanya akan mati ketika meninggal dunia, sedangkan pemilik ilmu namanya akan selalu dikenang dan akan tetap hidup walaupun sudah meninggal dunia”.

Kelima, Pemilik ilmu akan mendapatkan kenikmatan yang ada diseluruh tingkatan surga, sedangkan pemilik harta akan ditanya di akhirat nanti tentang hartanya dari mana didapatkan, dan ke mana dibelanjakan.

Keenam, Ilmu adalah penerang bagi manusia. sebagaimana sabda Rasulullah “Perumpamaan orang yang berilmu adalah seperti orang yang membawa lentera di jalan yang gelap. Ia menerangi orang-orang yang berjalan dengannya dan mereka mendoakan kebaikan baginya” (HR. Ad_Darimi).

Baca Juga  Kota Utrecht: Madinatul 'ilm di Belanda

Dari pendapat Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas tentang lebih utama manakah ilmu dan harta? maka dapat disimpulkan bahwa lebih utama ilmu. Ada juga pertanyaan “Apakah ilmu itu utama dari utama?” maka jawabannya ada yaitu adab. Jikalau seseorang mempunyai Ilmu yang banyak dan orang itu tidak punya adab maka seperti tiada artinya. Sampai ada perkataan “Lebih baik bodoh, tapi punya adab daripada pintar tapi tidak punya adab”. (mmsm)

Muawinati Isna Zalfia Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya