Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com

Bertindak dan Menunggu: Merengkuh Kesabaran di Era Ketidaksabaran

2 min read

Di sebuah desa nan asri yang terletak di antara perbukitan dan hutan yang berbisik, hiduplah seorang tukang kebun tua yang bijaksana bernama Li Wei. Li Wei dikenal luas karena tamannya yang subur dan memukau, yang tampak memekarkan keindahan terus-menerus. Pengunjung sering kali datang untuk mengagumi taman ini, taman hanya sedikit yang mengetahui rahasia di balik mekarnya taman ini secara terus-menerus.

Suatu hari, seorang musafir muda bernama Kai, yang ingin mengetahui rahasia taman, mendekati Li Wei. “Tuan Li Wei,” Kai bertanya, “bagaimana tamanmu bisa tumbuh subur sementara yang lain layu dan mengalum?”

Li Wei tersenyum lembut dan memberi isyarat agar Kai mengikutinya. Mereka berjalan melewati taman dan Li Wei menunjukkan sebuah pohon ek yang menjulang tinggi. “Apakah kamu melihat pohon ek ini?” Ia mengajukan tanya.

“Awalnya ia hanyalah sebuah biji pohon ek kecil. Selama bertahun-tahun, ia tertidur di dalam tanah, tak terlihat dan tak disadari. Namun, pada masa inilah ia tumbuh dengan akar yang kuat jauh ke dalam bumi, menarik makanan dan menambatkan dirinya dengan kuat. Baru kemudian melewati banyak musim dengan sabar menunggu hingga akhirnya ia bertunas, menjulang menengadah ke arah langit.”

Tukang kebun tua itu kemudian membawa Kai ke sebuah kolam di mana bunga teratai mengapung dengan tenang di permukaannya. “Teratai-teratai ini,” celetuk Li Wei, “memulai perjalanannya di kedalaman yang gelap dan keruh. Perlahan-lahan mereka naik ke arah cahaya, dengan sabar menyibak air hingga muncul ke permukaan dan mekar dengan sempurna.”

Kai merenungkan kata-kata ini, memahami bahwa inti sebenarnya dari taman Li Wei tidak hanya terletak pada tindakan menanam, melainkan juga pada kesabaran dalam merawat dan pertumbuhan tak terlihat yang terjadi di bawah permukaan.

Baca Juga  Gagasan 'Muslim Progresif’ Omid Safi: Antara Tasawuf dan Humanisme

Kesabaran sering kali dipandang sebagai sifat pasif, sekadar menunggu sesuatu terjadi. Namun, seperti yang diilustrasikan di dalam taman Li Wei, kesabaran adalah kekuatan aktif, suatu kebajikan dinamis yang mendasari pertumbuhan, kesuksesan, dan kebijaksanaan. Kehadiran maknanya mencakup seluruh aspek kehidupan, membentuk perkembangan pribadi, hubungan, karier, dan kesejahteraan mental kita.

Dalam pertumbuhan pribadi, kesabaran merupakan landasan di mana ketabahan dan ketahanan dibangun. Pertumbuhan jarang terjadi secara instan. Ini adalah proses bertahap yang melibatkan kekalahan, belajar dari kegagalan, dan terus berupaya menuju perbaikan.

Sama seperti kekuatan pohon ek yang berasal dari akarnya yang dalam, kekuatan batin kita berkembang melalui kemampuan kita untuk dengan sabar menghadapi tantangan hidup. Kesabaran membuat kita memahami bahwa perubahan nyata dan perbaikan diri membutuhkan waktu. Hal ini mendorong kita untuk terus berupaya tanpa berpikir untuk berhenti.

Hal ini membantu kita menghargai perspektif dan pengalaman orang lain, sehingga memperkuat hubungan kita dan memupuk rasa saling menghormati dan percaya. Dalam konflik, kesabaran dapat mencegah eskalasi, memberi kita waktu untuk menenangkan diri dan menghadapi situasi dengan pikiran jernih dan penuh kasih sayang.

Dalam dunia profesional, kesabaran juga tak kalah pentingnya. Kemajuan karier acapkali membutuhkan kerja keras, dedikasi, dan kemampuan selama bertahun-tahun untuk mengatasi berbagai rintangan.

Kesuksesan yang datang secara langsung jarang terjadi; sebagian besar pencapaian adalah hasil usaha dan ketekunan yang gigih dan ajek. Kesabaran membantu kita mempertahankan fokus dan motivasi, bahkan ketika kemajuan tampak lambat atau terjadi kemunduran.

Hal ini justru memungkinkan kita membangun keahlian dan kredibilitas di bidang kita, yang kemudian membuat kita mengambil keputusan bijaksana dan menangani problem terkait pekerjaan dengan lebih efektif. Selain itu, pemimpin yang sabar cenderung menginspirasi dan mendapatkan loyalitas timnya, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.

Baca Juga  Pemikiran Politik Moderat KH. Abdurrahman Wahid

Pada aras personal, kesabaran ialah landasan kesejahteraan mental dan emosional. Ia mengajarkan kita untuk mengelola ekspektasi kita dan menerima bahwa ada beberapa hal yang berada di luar kendali kita. Penerimaan ini dapat mengurangi kecemasan dan stres, karena kita belajar mengatasi penundaan dan gangguan tanpa merasa terbebani.

Kesabaran juga meningkatkan kemampuan kita untuk tetap hadir, menikmati momen ke-kini-an dan ke-di-sini-an daripada terus-menerus terburu-buru menuju tujuan berikutnya. Perhatian penuh pada momen sekarang dapat menaburkan pada kepuasan dan kebahagiaan yang lebih banyak, karena kita menemukan kegembiraan dalam perjalanan itu sendiri, dan bukan hanya pada tujuannya.

Di dunia yang serba cepat saat ini, di mana kepuasan instan sering dicari dan ketidaksabaran adalah hal biasa, kebijaksanaan kesabaran menjadi lebih relevan dibandingkan sebelumnya. Teknologi dan kemudahan modern telah mengondisikan kita untuk mengharapkan hasil yang cepat, padahal pencapaian paling berarti dalam hidup tetap membutuhkan waktu dan usaha.

Menjala kesabaran memungkinkan kita untuk mundur dari kesibukan dan mengembangkan pendekatan hidup yang lebih reflektif dan seimbang. Walaupun begitu, kesabaran, seperti yang diajarkan dalam kiasan taman Li Wei, bukanlah sebuah penantian yang pasif, melainkan sebuah pemeliharaan aktif terhadap pertumbuhan dan potensi.

Sebagai kekuatan dahsyat, bersikap sabar memungkinkan kita menanggung kesulitan, membangun fondasi yang kuat, dan merengkuh musibah atau tragedi. Pada pokoknya, kesabaran merupakan kekuatan utama untuk menyokong perjalanan kita menuju kehidupan yang memuaskan dan bermakna.

Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com