Alfin Haidar Ali Mahasantri di di Ma’had Aly Nurul Jadid Paiton-Probolinggo, Jawa Timur

Paham Kebangsaan NU Perspektif Gus Dur (2)

1 min read

sebelumnya: Paham Kebangsaan NU…(1)

Dua, Penengah.

Dalam salah satu tulisannya, Gus Dur mengungkapkan tentang “bukti-bukti” NU memiliki wawasan kebangsaan tersendiri dalam memperjuangkan cinta tanah air di negeri ini. Salah satunya adalah cerita tentang mendiang ayahnya, KH. A. Wahid Hasyim yang mencoba “memperkecil” jarak antara wakil gerakan-gerakan islam di satu pihak dan para wakil golongan nasional dalam kubu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Peristiwa yang terjadi pada tahun 1945 itu mempermasalahkan gagasan syariah islam sebagai pengganti istilah “negara islam” dalam UUD 1945. Kemudian, karena keberatan Mr. Maramis dalam PPKI atas istilah syariah Islam, beliau meyakinkan para wakil gerakan islam itu untuk “membuangnya” dari teks UUD 1945 pada hari berikutnya, 18 aGustus 1945.

Tiga, Bersumber Pada Ajaran Islam.

Saripati dari pemikiran kebangsaan Gus Dur terkait paham kebangsaan NU adalah warisan pemikiran ini bersumber pada ajaran Islam. Sebagai orang pesantren yang kental dengan literasi religius, bahkan hingga menyelami perpustakaan Universitas Al-Azhar dan di Baghdad, hal ini menambah wawasan ajaran keislaman cucu Kyai Hasyim sendiri. Gus Dur berpendapat, dalam kehidupan seorang muslim tidak wajib hukumnya untuk mendirikan negara islam. Walaupun juga tidak dilarang.

Pandangan di atas tentang tidak wajibnya negara Islam didirikan, ternyata, di kalangan Islam sendiri secara politis hal ini tidak demikian adanya. Tidak sedikit jumlahnya gerakan yang mendukung dan menginginkan berdirinya negara Islam di bumi nusantara. Sedangkan ormas islam seperti “Muhammadiyah” dan “Nahdlatul Ulama”, sebagai entitas non-politis justru menentangnya. Tapi, gerakan-gerakan politis yang bukan dari mayoritas warga Islam bangsa ini justru bertolak belakang. Dalam artian, formalisasi atas hal-hal yang tidak terpikirkan oleh gerakan Islam kultural telah bergerak terlalu jauh. Pelajaran dan pendidikan soal ormas, keislaman dan kaitannya dengan kebangsaan sangat perlu diperhatikan kepada generasi muda. Orang-orang di luar gerakan Islam, umpamanya, tetap saja tidak mengerti kekuasaan riil dari gerakan-gerakan militan islam. Seperti para teroris yang ada di beberapa kawasan tanah air kita.

Baca Juga  Solidaritas Filantropis di Masa Pandemi Covid-19 [2]

Sedikit ulasan terkait paham kebangsaan NU perspektif Gus Dur ini saya cukupkan di sini. Para pembaca dapat menarik kesimpulan sendiri. Ini merupakan sekelumit dari begitu banyak jalan pikir Gus Dur yang unik, kontroversi dan cerdas itu. Banyak hal yang menarik untuk dipikirkan bagi masa depan bangsa dan negara kita ini. Salah satunya melalui paham kebangsaan NU perspektif Gus Dur yang membahas relasi agama dan negara.

Kajian demi kajian harus terus didorong dan diarahkan bagi generasi muda. Bila paham serba kesenangan (hedonisme) semakin ke sini, semakin merajalela di kalangan generasi muda, maka solusinya adalah tidak sekadar bersikap marah dan meluapkan emosi pada mereka saja, tapi mereka seharusnya terus didorong dan diarahkan untuk membincang hal-hal yang penting bagi masa depan bangsa dan negara Indonesia. Semisal, demokrasi, relasi agama-negara, kedaulatan pangan, dan lain sebagainya.

Alfin Haidar Ali Mahasantri di di Ma’had Aly Nurul Jadid Paiton-Probolinggo, Jawa Timur