Negara-negara Timur Tengah, khususnya Mesir, telah berjasa besar bagi peradaban Islam di Indonesia. Banyak kaum terpelajar Nusantara merupakan alumni pendidikan Timur Tengah (Timteng). Eksistensi organisasi alumni Timteng ini mengimbangi organisasi-organisasi alummi lain, katakanlah Eropa dan Amerika. Tidak heran bila Universitas al-Azhar, Kairo, misalnya, membentuk Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Indonesia (OIAAI).
OIAAI adalah Cabang dari Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) atau Al-Munazhzhamah al-‘Ālamiah li Khirrījiy al-Azhar (The World Organization for Al-Azhar Graduates). Organisasi ini dibentuk di Mesir berdasarkan Undang-undang Nomor 7145 Tahun 2007 di Mesir. Para pendirinya antara lain Grand Syeikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Thayib, Mantan Grand Syeikh AL-Azhar Prof. Dr. Muhammad Sayyid Thantawi, Mantan Meteri Agama Mesir Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq.
Ide membentuk OIAA ini muncul pada Seminar Internasional Alumni al-Azhar tanggal 11-13 April 2006, dengan harapan menghidupkan kembali peran al-Azhar di pentas internasional, mempererat hubungan silaturahmi alumni di seluruh dunia, dan menyebarkan sikap keagamaan yang moderat (wasatīyah). Salah satu aktivitas OIAA adalah berkordinasi dengan kementerian luar negeri dan delegasi-delegasi Al-Azhar di luar negeri, serta mendirikan cabang-cabang Al-Azhar di negara-negara yang memiliki banyak alumni al-Azhar. Salah satunya Indonesia sehingga terbentuklah OIAA Cabang Indonesia.
TGB Zainul Majdi adalah Ketua Umum OIAAI. Dalam interviewnya bersama penulis, TGB menegaskan status administratif OIAAI sebagai mandatori al-Azhar, yang bernaung di bawah ideologi Islam ala al-Azhar, yakni Islam Moderat (wasatīyah). Tugas utama nya membumikan Islam wasatīyah di Indonesia, karenanya tidak bisa melampui tugas yang diamananahkan lembaga Pusat.
Seiring perjalanan waktu, dinama sosial-politik di Indonesia lebih progresif, yang secara ideologi menuntut payung pemikiran yang lebih komprehensif. OIAAI sebagai lembaga mandatori pun tidak bisa memenuhi kebutuhan alumni al-Azhar pada khususnya dan alumni lembaga-lembaga pendidikan Timur Tengah pada umumnya. Satu persatu mulai bermunculan organisasi lain di luar OIAAI.
Jaringan Alumni Timur Tengah (JATTI) dan Jaringan Alumni Mesir Indonesia (JAMI) adalah sedikit contoh organisasi di luar OIAAI yang dipelopori oleh alumni lembaga pendidikan Timteng. JATTI dan JAMI mencolok ke publik sejak Pemilu 2019, di mana dua ormas ini beradu kubu; JATTI Pro-Prabowo dan JAMI Pro-Jokowi. Sementara OIAAI tetap berada di pihak netral dan tidak berafiliasi pada politik praktis mana pun.
TGB Zainul Majdi mempersilahkan kepada alumni Timur Tengah umumnya dan alumni Mesir khususnya untuk membentuk asosiasi apapun, semisal JATTI dan JAMI. Semua asosiasi baru ini dapat menjadi partner OIAAI di masa-masa depan untuk mengembangkan Islam Moderat di Indonesia. Relasi partnersip ini menjadi prinsip yang membuka ruang bagi masing-masing asosiasi baru untuk mengembangkan bakat dan skill, serta interes politiknya tersendiri.
Terminologi “interes-politik” ini penulis beri tekanan khusus, setelah melihat JATTI dan JAMI di Pilpres 2019 begitu sangat aktif. Sementara berdasarkan pengamatan sepintas, penulis melihat kebutuhan riil masyarakat tidak semata-mata di bidang politik kekuasaan melainkan juga politik kebangsaan, keumatan, dan keindonesiaan. Berfokus semata pada urusan kekuasaan dapat menyeret asosiasi alumni Timteng, cepat atau lambat, menjadi “underbow” partai politik. Underbow adalah “sapi perah.”
Dalam rangka menjaga jarak dari politik kekuasaan, penulis berpikir urgensi asosiasi baru yang mengusung spirit kebangsaan, keumatan dan keindonesian. Ranah-ranah lain yang lebih netral, seperti ekonomi, sosial, kultural, pendidikan, kesehatan, bahkan olahraga, kepemudaan, dan kesenian, semua itu dapat menjadi ladang garapan baru oleh alumni Timteng pada umumnya dan Azhariyyin pada khususnya. Asosiasi atau organisasi yang netral ini di kemudian hari dapat menjadi partner bagi OIAAI.
Selama ini sudah ada Asosiasi Travel Partners (ATP), Paguyuban Alumni Azhar Jawa Barat (PAAM JABAR), Ikatan Dosen Azhary (IDA), Ikatan Aktivis PPMI, dan lain-lain. Semua organisasi ini sama sekali tidak bersinggungan dengan politik kekuasaan seperti JATTI dan JAMI namun sama-sama digagas oleh alumni Timteng. Dengan kata lain, terbuka peluang di masa-masa mendatang bagi seluruh alumni Timteng pada umumnya dan al-Azhar khususnya untuk memiliki satu wadah organisasi bersama.
Organisasi bersama ini dapat memainkan peran yang lebih progresif-transformatif, seperti menjadi advokator, fasilitator, mediator, kordinator sinergitas antar-alumni, serta lokomotif pergerakan seluruh alumni timur tengah lintas generasi dan lintas organisasi. Di bawah payung yang sama, semua alumni Timur Tengah bersatu padu namun sekaligus tanpa membatasi ruang gerak mereka. Di bawah satu payung ini, visi-misi bersama dapat diperjuangkan.
Intinya, wadah bersama ini harus dapat melampaui kepentingan parsial, baik disebabkan oleh pilihan politik pragmatis maupun ruang lingkup kecil kedaerahan. Kenyataan yang ada sekarang menunjukkan alumni Timur Tengah dari Indonesia masih fragmentatif, kadang berakhir pada konflik politik praktis.
Semua alumni Timteng dari Sabang sampai Merauke, dari berbagai latar belakang ormas keagamaan dan partai politik, dan dari berbagai latar belakang profesi, dapat bergabung kembali menjadi satu kesatuan yang utuh. Memikirkan bersama masa depan kebangsaan kita. Proyek “reunifikasi” alumni Timteng dapat dikomandoi oleh organisasi baru ini.
Masa depan adalah pokok pembicaraan. Sepenuhnya terkait dengan prinsip regenerasi dan kaderisasi, atau transformasi ilmu dan pengalaman dari senior kepada junior. Membukan jalan dan peluang bagi sarjana-sarjana muda yang baru pulang dari Timur Tengah dan berharap memiliki karier di tanah air tercinta ini. Mengabarkan tentang pos-pos strategis yang selama ini dipegang oleh tangan alumni-alumni lain yang bukan dari Timur Tengah.
Masa depan harus diberikan kepada generasi penerus. Sehingga kepengurusan organisasi bersama ini di jajaran Tanfidziyah (Eksekutif) penting sekali dipimpin oleh sarjana muda yang berpengalaman dan berproses organisasi di Timur Tengah sana. Sementara para senior harus menjadi pemandu, komando, dewan pembina, dewan mustasyar, atau sejenisnya, guna melahirkan generasi muda yaang handal dan muncul ke permukaan sebagai proses regenerasi.
Untuk meraih masa depan tersebut, sinergi antar-alumni lintas generasi menjadi kata kunci kesuksesan. Inilah saat yang tepat alumni Timur Tengah untuk move on dari keadaan, dalam rangka meraih kesuksesan secara bersama-sama dengan “jemaah dan Jam’iyyah!
Artikel ini pertama kali terbit di tribunnews.com