Indra Latif Syaepu Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri

Kalung Anti Korona; Fake or Fact?

2 min read

Sepertinya kepanikan menyambut new normal dalam menyikapi pandemi masih menghantui beberapa kementrian. Ketika pertama kali virus korona memasuki Indonesia, Kementrian Kesehatan RI (Kemenkes RI) langsung bergerak untuk segera menerapkan protokol kesehatan oleh badan kesehatan dunia (WHO) untuk mencegah penyebaran korona.

Kemudian disusul oleh Kementrian Pertanian RI (Kementan RI) yang memanfaatkan jamu tradisional dan empon-empon sebagai ramuan tradisional yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh (imun) manusia, sehingga daya jual akan tanaman empon-emponpun meningkat drastis.

Berbagai ramuan herbalpun mulai diproduksi secara masal oleh beberapa petani dan home industri. Bahkan berbagai menu makanan roti kering, cake dan bahkan sampai jenis minuman kekinian “smooties” berbahan dasar empon-empon pun mulai bermunculan di pasaran. dan beberapa hari ini telah beredar hot issue dimasyarakat tentang wacana tanaman herbal bernama eucalyptus yang konon dapat membunuh virus korona dengan cara dikalungkan saja, apakah fake or fact ?

Media sekarang ini sangat mendominasi ruang publik dengan terus mengumandangkan langkah-langkah pemerintah terkait dengan pencegahan penyebaran virus korona, mulai dari sosial distancing, PSBB, wajib masker, budaya mengkonsumsi ramuan tradisional dan empon-empon dan saat ini kalung anti-korona.

Memang tidak bisa dipungkiri, pemerintah dan sebagian publik masih ditakuti oleh pandemi virus korona. Langkah inilah yang dijadikan dasar oleh pemerintah sebagai abdi negara yang bertugas melayani dan melindungi masyarakat meminimalisir terjangkitnya virus korona dengan mengutamakan protokol kesehatan menurut WHO maupun dengan cara tradisional.

Dengan mengkonsumsi ramuan tradisional dan empon-empon menurut Kemenkes RI dan Kementan RI dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh secara alami tanpa efek samping. Dengan daya tahan tubuh yang prima, virus korona dapat dilumpuhkan secara alami. Namun yang menjadi pertanyaan penulis, apakah hanya dengan cara memakai kalung yang terbuat dari tanaman eucalyptus dapat meningkatkan daya tahan tubuh? Jika memang tidak, tapi kenapa Kementan RI memberitakan di media dengan wacana kalung anti-korona?.

Baca Juga  Belajar dari Pengalaman Deny Kurniawan tentang Pentingnya Materi Dakwah dan PAI Ramah Disabilitas

Bahkan beberapa anggota Kementan RI terlihat memakai kalung tersebut, apakah benar hanya dikalungkan atau ada cara lainya, di oleskan atau dikonsumsi layaknya ramuan tradisional lainnya. Maka akan terlihat sangat lucu sekali jika penangkal virus korona ini hanya sebuah kalung yang terbuat dari tanaman herbal. Cukup hanya membeli kemudian memakainya, maka kita akan terhindar dari korona. apalagi kalung yang dipakai terlihat seperti kartu ID Card, dan kemana mana kita harus memakainya layaknya seorang petugas karyawan yang sedang bekerja memakai ID card. Semestinya dalam hal pemberitaan, pihak Kementan RI hendaklah mengunakan wacana yang tepat supaya masyarakat tidak salah presepsi tentang penggunaan tanaman Eucalyptus tersebut sehingga tidak muncul fake or fact diruang publik.

Pemerintah seharusnya menyadari, bahwasanya peranan media mempunyai peran yang sangat andil dalam pembentukan psikologis dan karakter masyarakat dalam menyikapi pandemi. Akibatnya, masyarakat yang dalam kondisi culture shock akan menelan mentah-mentah berita tersebut dengan dalih mengutamakan kesehatan, keselamatan jiwa yang dianjurkan oleh pemerintah.

Seperti halnya pemberitaan wajib masker dan sosial distancing diwaktu menjelang Idul fitri sehingga banyak jalan bahkan gang kecil di lockdown oleh warga sekitar sebagai salah satu bentuk ketaatan masyarakat terhadap pemerintah. Apabila pemerintah memberitakan wacana kalung anti-korona, jangan-jangan nanti akan banyak masyarakat yang akan beli kalung tersebut kemudian memakainya dan percaya hanya dengan memakainya akan terhidar dari korona. Hegemoni kekuasaan media masa merupakan sebuah alat kontrol untuk mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk bertidak dan berprilaku di tengah pandemi.

Terkait pemberitaan tanaman eucalyptus sebagai penangkal virus korona memang tidak bisa dipungkiri khasiatnya, akan tetapi jika dijadikan kalung, saya masih ragu. Eucalyptus sendiri merupakan tanaman tradisional yang kerap kali dijadikan bahan dasar pembuatan minyak telon dan kayu putih yang bertujuan untuk menghangatkan badan, dan aromanya digunakan sebagai aromaterapic yang berfungsi juga untuk kesehatan. Selain itu, penulis sering mengkonsumsi tanaman eucalyptus untuk merdakan masuk angin, meredakan tenggorokan gatal akibat batuk dan pilek. selama mengkonsumsi sedikit minyak kayu putih atau Eucalyptus dapat membuat badan terasa hangat, segala persendian akan jarang terasa sakit dan dapat pula mengatasi bau mulut yang diakibatkan oleh bakteri sisa makanan.

Baca Juga  Membincang Jaringan Ulama Indonesia dan Makkah (2)

Saya terkejut ketika beredar wacana bahwasanya tanaman eucalyptus dirilis sebagai obat anti-korona dengan tema pemberitaan yang sedikit tidak masuk akal “kalung anti-korona”, apakah ini fact or fake? Apalagi yang memberitakan wacana tersebut adalah Kementan RI. Pemberitaan wacana yang seperti ini acapkali sering menimbulkan salah presepsi dikalangan masyarakat.

Penggunaan yang tepat terkait dengan fungsi tanaman ini bukanlah dijadikan sebuah kalung, akan tetapi dikonsumsi layaknya ramuan tradisional pada umumnya. Saat ini Kemetan sedang mengkampanyekan budaya untuk mengkonsumsi tanaman eucalyptus dan rajin menggunakan minyak telon kayu putih sebagai salah satu penangkal korona. penulis berharap, semoga tidak ada oknum yang melakukan penimbunan minyak telon kayu putih sepertihalnya penimbunan masker yang sempat terjadi pada beberapa bulan lalu. Sehingga Indonesia tidak terjadi krisis minyak kayu putih telon.[AH].

Indra Latif Syaepu Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri