Siti Khodijah Mahasiswi UIN Sunan Ampel

Law of Attraction dalam Perspektif al-Qur’an dan Hadis

2 min read

Law of attraction merupakan sebuah hukum tarik-menarik yang menarik segala hal dengan kekuatan pikiran dan perasaan. Hal ini dilakukan dengan memfokuskan pikiran terhadap tujuan dan meyakini bahwa tujuan tersebut akan terwujud. Law of attraction ini dapat terjadi ketika seseorang berpikir dengan sekuat tenaga, dengan keyakinan dan kekuatan yang tak terbendung, yang mana hal tersebut akan sangat mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Dalam al-Qur’an, istilah law of attraction ini mengarah pada tiga hal yakni doa, keyakinan dan menerima. Di mana Allah Swt. memiliki peran dalam tercapainya segala tujuan hidup manusia.

Doa merupakan pengharapan. Dalam kitab “Shahih Muslim”, Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang hamba akan selalu dikabulkan doanya oleh Allah selagi ia tidak berdoa dengan sesuatu yang berdosa, memutus silaturahim, dan tergesa-gesa.” Rasulullah Saw. kembali bertutur, “Orang yang tergesa-gesa adalah yang mengatakan, ‘Saya berdoa kepada Allah tapi tidak dikabulkan’, kemudian mengeluh karenanya dan berhenti untuk berdoa.” Bisa dipahami bahwa butuh kestabilan hati dan pikiran (zero mind and soul) dalam berdoa. Karena, datangnya karunia Allah Swt. berawal dari hati dan pikiran yang tertata.

Doa yang disertai dengan keyakinan antara pikiran dan perasaan yang sangat kuat dapat menarik segala sesuatu menjadi kenyataan dengan cepat. Keyakinan merupakan kekuatan terbesar dari manusia. Dalam buku “Terapi Berpikir Kreatif” karya Ibrahim Elfiky disampaikan bahwa hidup merupakan pantulan dari perasaan dan keyakinan seseorang. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw., “Bersikap optimislah terhadap kebaikan, niscaya kalian mendapatkannya.”

Setelah doa dan keyakinan, maka seseorang harus menerima atau bertawakkal sehingga Allah Swt. akan mencukupkan kebutuhannya sebagaimana QS. al-Thalaq (65): 3. Segala hasrat atau keinginan sebaiknya dikombinasikan dengan karakter sabar. Sehingga akan lebih mudah dalam mencapai kesuksesan hidup. Tidak mengherankan bahwa orang-orang yang berjiwa sabar akan sangat mudah mengendalikan perusahaannya, organisasinya, atau keluarganya.

Baca Juga  Membumi Saat Pandemi: Menengok Kembali Fikih Kebencanaan Muhammadiyah [Part 2]

Orang-orang yang sabar biasanya tidak gentar menghadapi kegagalan. Karena kegagalan bagi mereka adalah salah satu ujian yang harus dihadapi. Kegagalan adalah titik balik bagi diri seseorang menuju puncak-puncak kejayaan. Adapun selain doa, keyakinan dan menerima, ada dua hal lagi yang dapat mempercepat law of attraction ini yakni sedekah dan husnuzan.

Dalam hadis qudsi Allah Swt. berfirman, “Aku tergantung persangkaan hamba kepadaku. Aku bersamanya kalau dia mengingatku. Kalau dia mengingatku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diriku. Kalau dia mengingatku di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diriku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangiku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR. al-Bukhari).

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang terjadi pada manusia tergantung bagaimana pola pikir dan perasaannya. Hal ini sebagaimana cara kerja dari law of attraction, di mana seseorang harus memiliki tujuan yang tinggi yang akan meningkatkan kekuatan dalam pikirannya sehingga ia akan bertindak dan berusaha keras menggapai tujuan tersebut karena ia telah meyakini bahwa tujuan tersebut akan tercapai. Tanpa sadar tindakan dan usaha yang dilakukan secara konsisten tersebut membawanya pada zona baru di mana ia akan mencapai tujuan tersebut.

Rumusan al-Qur’an sungguh sangat mengejutkan: “berbahagialah sebelum bekerja (mengejar kekayaan)! Allah mahatahu bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan dengan rasa bahagia akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Dalam beberapa ayat di dalam al-Qur’an, Allah selalu mendengung-dengungkan supaya kita bahagia dalam menapaki hidup ini. Tidak perlu bersedih dan tidak perlu takut jika dalam hati dan pikiran selalu menyertakan Allah Swt.

Baca Juga  Sikap Gus Dur Menghadapi Kelompok Islam Garis Keras [3]

Dalam kitab “Mafatih al-Ghoib” karya Fahrudin al-Razy menjelaskan bahwa manusia harus menggunakan pikirannya untuk merubah kebatilan-kebatilan dalam dirinya, karena pada dasarnya Allah Swt. telah memberikan kekuatan akal kepadanya. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw. yang gemar bertafaul (mengharap baik) dan tidak menyukai tathayyur (merasa sial).

Teori law of attraction menganggap bahwa kebaikan akan menarik kebaikan dan sebaliknya keburukan akan menarik keburukan. Sebagaimana QS. al-Jatsiyah (45): 15, “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri; kemudian kepada Tuhan-mu kamu dikembalikan”.

Hal ini juga sebagaimana secara gamblang dijelaskan dalam QS. al-Zalzalah (99): 7-8 “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah Swt. menganjurkan hambanya untuk selalu berpikir sesuatu yang baik dan menebarkan kebaikan (fastabiqul khairat) dan Allah sangat melarang hambanya berbuat kekasaran (sayyiat) dan kerusakan (fasad).

Siti Khodijah Mahasiswi UIN Sunan Ampel