Langkah Pemuda Millenial Mencegah Paham Ekstremisme

2 min read

Paham ekstremisme mengakar tidak mengenal tempat dan keadaan, tidak memilih siapa dan pangkatnya apa. Apalagi di zaman yang dipenuhi dengan kebutuhan teknologi dan internet ini, penyebarannya semakin meluas dan mendalam melalui bibit yang ditanamkan melalui berbagai website dan media sosial. Mereka memanfaatkan segala potensi yang dapat merenggut pemahaman masyarakat tentang anggapan bagaimana Islam sebenarnya. Sebuah cara progresif yang dilakukan oleh pemeluk paham ekstremisme untuk terus menggaet masyarakat hingga dapet mencapai cita-citanya menciptakan negara agama.

Sayangnya hal ini sangat bertentangan dengan negara Indonesia. Sebuah negara yang memiliki ratusan etnis dan kepercayaan. Sebuah negara dengan berbagai perbedaan di tengah masyarakatnya. Sehingga masyarakat harus sadar bahwa mereka tidak hidup sendirian di tengah ribuan pulau dan puluhan provinsi ini. Mereka harus mengerti bahwa sikap “toleransi” sangat diperlukan dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Mereka harus paham jika perbedaan etnis dan agama bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan begitu besar.

Lucunya, penanaman sikap toleransi telah diberikan sejak pendidikan dasar. Bagaimana ilmu kewarganegaraan sangat masif diberikan di tiap kelas dan semester. Namun pada implementasinya sendiri, masih belum bisa menyatakan bahwa masyarakat telah bebas dari sikap rasisme, ekstremisme beragama, bahkan berujung pada terorisme. Kini yang perlu ditanyakan adalah, mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Pelajaran PKN (Pendidikan kewarganegaraan) seringkali disebut sebagai materi yang membosankan dan tidak menarik. Hal inipun telah diungkap oleh Lisa Ristyaningsih dalam kompasiana. Ia menyatakan bahwa pelajaran PKN memiliki materi yang banyak, padat, dan kurang media yang dapat menarik siswa untuk ingin memerhatikan dan cocok dengan ini. Padahal dengan mempelajari PKN, dapat menumbuhkan sikap pluralisme antar masyarakat sedari kanak-kanak. Dari sinilah akhirnya perlu dilakukan langkah baru untuk kembali menghidupkan pelajaran PKN tidak hanya di dalam kelas, namun juga di luar kelas. Tidak hanya pada anak-anak atau siswa saja, namun juga menyorot pada seluruh lapisan masyarakat yang ada.

Baca Juga  Popularitas Gus Baha: Gerakan Sosial Islam Berbasis Medsos

Rancangan Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) merupakan sebuah solusi baru untuk menyebarkan kembali bibit-bibit kewarganegaraan yang tak kunjung tumbuh. Melalu para pemuda, khususnya para influencer, mereka dapat mengkampanyekan ajaran pluralisme, pentingnya sikap toleransi, ke-Bhinneka Tunggal Ika-an kepada masyarakat yang dikemas melalui konten-konten kreatif dan inovatif di media sosial.

Selain menggunakan konten di media sosial baik Facebook, Instagram, maupun TikTok, para pemuda juga bisa memanfaatkan jejaring sosial lain melalui tulisan-tulisan di website. Hal ini tidak lain merupakan langkah penyerangan secara halus terhadap paham ekstremisme yang juga menggunakan media yang sama. harapannya sendiri adalah bisa menjangkau tiap strata masyarakat yang ada, serta memberi pemahaman bagi mereka untuk tidak salah dalam mencari jalan keluar kehidupan religiusitas.

Langkah lain yang bisa dilakukan oleh pemuda dalam melakukan pencegahan paham ekstremisme adalah membuat kajian, diskusi, maupun seminar yang berkaitan tentang ke-pancasila-an, pluralisme, dan toleransi beragama serta berkehidupan sosial. Pilihan ini tidak hanya bisa dilaksanakan di internal kampus saja, namun juga perlu dukungan dari tiap-tiap organisasi eksternal kampus yang menjunjung tinggi nilai ke-Indonesia-an dan pancasila sebagai dasarnya. Hal ini ditujukan tidak lain kepada para mahasiswa, karena di lingkup itulah banyak dari mereka yang mulai terperosok dalam jurang paham ekstremisme. Baik melalui kajian agama sayap kanan, doktrin diri terhadap nilai Islam yang begitu tinggi hingga menyalahi sikap toleransi, maupun mengikuti organisasi yang berpotensi membawa mahasiswa pada paham ekstremisme.

Kini masyarakat secara umum mulai bisa dijangkau, langkah pencegahan bagi pemuda khususnya mahasiswa juga bisa diterapkan, lantas kembali ke masalah awal, bagaimana upaya pencegahan bagi anak-anak yang mereka masih belum mengerti mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk? Kembali bahwa pemuda memiliki peran aktif untuk mencegah paham ekstremisme di tiap lapis tingkatan masyarakat, termasuk halnya anak-anak. Lantas jika mereka masih belum paham dengan konten-konten berbau pluralisme dan pancasila di media sosial, berarti sistem pendidikan pancasila merekalah yang perlu dilakukan renovasi, seperti halnya pembelajaran melalui media audiovisual, role playing atau drama, discovery learning, active learning, cooperative learning, dan berbagai metode yang lain.

Baca Juga  Beragama di Era Digital

Berdasarkan langkah-langkah yang telah disebutkan, kiranya dapat dipahami bersama bahwa kita sebagai bagian dari masyarakat, terlebih sebagai manusia itu sendiri, tidak bisa tinggal diam melihat keadaan saudara setanah air yang mencoba memusuhi negaranya sendiri, memerangi masyarakat, dan menghempaskan nyawa yang tidak bersalah. Hal ini selaras dengan dawuh dari KH Husein Muhammad dalam sebuah ceramah. Beliau mengutip pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahwa “Jika ada orang-orang baik yang diam ketika terjadi kejahatan, maka para pelaku kejahatan akan mengira bahwa apa yang mereka lakukan adalah tindakan baik dan benar.”