Jakarta – Selasa (14/7) kemarin, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam kembali menggelar diskusi virtual Tadarus Litapdimas dengan tema “Menakar Riset Kolaborasi Internasipnal yang kali ini mengambil tema Jihad Jender dan Iktiar Mewujudkan Kemanusiaan Keadilan”. Dalam kesempatan ini, ada tiga peneliti dari tiga Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang diundang untuk mempresentasikan rencana penelitiannya terkait advokasi hak-hak perempuan.
Para peneliti yang mengisi kajian ini, di antaranya Prof. Maya Panorama dari UIN Palembang, membahas “Model dan Policy for Gender Equality in Economic Development and Social Culture Framework Between Indonesia and Australia”, kemudian Dr. Istiadah, M.A dari IAIN Ponorogo yang membahas rencana penelitian berjudul “A Model of Sexual Harassment Preventation Policy in Indonesia, Malaysia and Australia”, serta Dr. Abdul Muied Nawawi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengupas tentang “Women’s Empowerment and Its Impact on Preventing Violence Eztremism (PVE): A Study of PVE Policies and Programs in Indonesia, Philipines, and The United Kingdom”.
Menyoal tema jender yang diangkat dalam diskusi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Kementerian Agama Prof. Dr. M. Arskal Salim GP mengatakan, ini sangat relevan dari waktu ke waktu. Apalagi dalam kondisi pandemi saat ini, posisi dan peran perempuan sangat menentukan dalam berbagai aspek, sehingga sangat menarik untuk diteliti.
“Pengambilan tema soal gender ini, sudah tepat. Narasumbernya juga sangat memadai, tidak perlu diragukan lagi. Ada Prof Maya, Dr. Istiadah dan Dr. Abdul Muied,” ujar Arskal mengawali sambutannya.
Arskal menjelaskan, ketiga proposal penelitian tersebut sudah dibahas dan direview oleh para reviewer sebelumnya. Namun dalam kesempatan ini, pembahasan tersebut akan lebih dipertajam lagi, maksud tujuan dari penelitian akan lebih jelas dan mendapatkan beragam perspektif lainnya.
Peneliti pertama, Prof. Maya Panorama memaparkan rencana penelitiannya tentang konsep “Program Mampu” yang dinilai akan memberikan dampak kebijakan bagi perempuan, dengan mengambil sampel penelitiannya dari kalangan akademisi, birokrasi dan industri. Ia pun membatasi wilayah penelitian di Indonesia dengan Australia, lantaran kedua negara ini memiliki beberapa persamaan.
“Kami melihat perempuan di Indonesia dan Australia sama-sama mulai mengenyam pendidikan yang mapan, memiliki pendidikan cukup tinggi dan rata-rata aktif terlibat dalam sektor-sektor informal,” kata Maya dalam paparannya.
Dalam cara yang dimoderatori oleh Kepala Seksi Penelitian dan Pengelolaan HKI Direktorat PTKI (Pergruan Tinggi Keislaman), Mahrus El-Mawa, Panorama berharap dalam penelitiannya nanti dapat mengukur tingkat progresivitas perempuan yang sudah terlibat dalam program Mampu, atau yang belum. Selain itu, Maya dan timnya ingin mengetahui bagaimana pandangan perempuan tentang perannya melihat program gender equality, lalu peran pemerintah dalam melihat konsep “Program Mampu” terkait formulasi, regulasi dan pengambilan kebijakan.
Sementara itu, peneliti kedua Dr. Istiadah dari IAIN Ponorogo tertarik untuk mengupas kasus kekerasan seksual yang semakin hari terus meningkat. Secara spesifik, ia ingin menggali kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi serta mengetahui bentuk advokasi kampus dalam penanganan kasus.
“Penelitian ini kami rasa penting, salah satu alasannya karena sexual harassment (pelecehan seksual) ini sudah menjadi isu global, hampir semua negara sudah ada kasusnya. Bahkan ada negara-negara tertentu, kasus kekerasan seksual ini meningkat,” terang Istiadah.
Penelitian ini akan mengambil sampel kampus di tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Australia. Melalui penelitian ini, ini berharap mampu menganalisa respon para stakeholder terkait masalah sexual harassment, dan mengetahui usaha yang sudah dilakukan masing-masing Perguruan Tinggi dan stakeholder.
Kemudian peneliti ketiga, Dr. Abdul Muied Nawawi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meneliti gerakan perempuan dan menangkal terjadinya kasus kekerasan, ekstrimisme serta jaringan terorisme. Sebagaimana hasil temuan sementaranya, perempuan tidak hanya menjadi objek aksi ekstrimisme saja, namun sudah mulai aktif menjadi subjek kekerasan.
Abdul Muied berharap hasil penelitiannya nanti memunculkan ruang bagi perempuan Indonesia untuk bersuara dan menjadi agen perubahan yang aktif, memfasilitasi pemahaman tentang bagaimana menciptakan wacana yang mempengaruhi orang berperilaku terhadap isu-isu yang dihadapi oleh perempuan domestik migran Indonesia, serta memahami konteks dan kebenaran lokal.
Terakhir, Dosen Senior Antropologi dari ANU Canberra Dr. Eva Fakhrun Nisa, Ph.D yang bertindak sebagai pembahas mengingatkan kepada ketiga peneliti agar penelitian yang dilakukan harus tetap mengedepankan aspek keislaman, hal tersebut harus dikupas dan dibahas dalam penelitian masing-masing.
Selain itu, ia pun meminta ketiga tim penelitian tersebut yang akan dilaksanakan pada tahun 2021 untuk fokus kepada inti permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian mereka.
Sebagai closing statement, Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dr. Suwendi, M.Ag, menyampaikan bahwa rubrik Menakar Riset Kolaborasi Internasional dalam Tadarus Litapdimas ini menjadi bagian dari ikhtiar Direktorat untuk menjadi semacam ajang Riset Idol agar tahapan-tahapan riset dapat terkawal dan mampu menghasilkan riset yang berkualitas.
“Kami berharap, afirmasi Direktorat untuk kegiatan riset tidak hanya berorientasi pada serapan anggaran semata, tetapi juga terjaganya kualitas riset secara maksimal”, ungkap Suwendi. [AA]