Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Meneladani Kisah Emansipasi Nabi Muhammad Terhadap Eksploitasi Perempuan Pada Zaman Jahiliyah

2 min read

Sebelum kemunculan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, masyarakat bangsa Arab telah dihadapkan dengan beragam realitas yang mengarah kepada keterbelakangan manusia yang bernilai jauh dari visi kemanusiaan, tepatnya pada zaman jahiliyah. Pada era tersebut banyak terjadi praktik-praktik kesyirikan, perbudakan yang dilegalkan, perang antar kelompok yang terjadi dimana-mana, dan juga tidak kalah pentingnya adalah praktik penindasan terhadap para kaum perempuan.

Posisi perempuan pada zaman jahiliyah dianggap sebagai kaum yang lemah, diposisikan sebagai aib keluarga, dan penyebab kemiskinan yang sebaiknya harus disembunyikan atau bahkan dibunuh. Maka tidak mengherankan bahwa kisah-kisah perempuan pada zaman itu dapat dibilang sangat tragis karena perempuan tidak diberikan kesempatan untuk memiliki kebebasan bahkan untuk menghembuskan nafas di dunia sekalipun oleh para kaum laki-laki.

Beragam perlakuan tidak baik seperti perbudakan yang dilegalkan terhadap kaum perempuan, kekerasan seksual dengan perempuan sebagai objeknya yang sering digambarkan pada tindakan mengawini perempuan sebanyak-banyaknya lalu menceraikannya dengan sesuka hati, kebijakan untuk mengubur bayi perempuan hidup-hidup, dan masih banyak lagi. Perlakuan-perlakuan tragis itu, dapat kita temukan pada kisah-kisah zaman jahiliyah.

Beragam praktik yang ada pada zaman jahiliyah tersebut satu per satu mulai dihapuskan pada masa Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad membuat dan melakukan segenap kebijakan yang ditujukannya untuk mengangkat derajat kaum perempuan seperti menghapus praktik perbudakan dan memberikan hak-hak perempuan yang sama sesuai dengan kodratnya. Kebijakan yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW tentunya ditujukan untuk menghapus praktik-praktik zaman jahiliyah yang dirasa kurang berperikemanusiaan.

Kendati demikian, perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Nabi Muhammad membutuhkan proses dengan penuh kesabaran dalam hati untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat Arab saat itu agar kaum perempuan tidak lagi diperlakukan secara tidak manusiawi.

Baca Juga  Hubungan Agama dan Masyarakat menurut Karl Marx

Kebijakan yang dibuat oleh Nabi Muhammad memiliki hasil yang positif terhadap peran perempuan dalam kehidupan sosial. Bagaimana tidak, perempuan pada zaman Nabi Muhammad memiliki sikap yang lebih baik dari sebelumnya, dinamis, sopan santun, memiliki akhlak yang terpelihara, dan lain sebagainya. Maka tidak mengherankan jika pada zaman Nabi Muhammad banyak ditemukan sejumlah perempuan cerdas dan berprestasi, sebagaimana juga yang diraih oleh para kaum laki-laki.

Banyak ditemukan perempuan-perempuan hebat yang hidup pada zaman Nabi Muhammad memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial keagamaan, seperti sebagai perawi hadits, pemimpin, dan prajurit perang. Seperti Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad pertama yang merupakan perempuan sukses dan berhasil dalam dunia bisnis. Juga ada Siti Aisyah, istri Nabi yang telah meriwayatkan sekitar 2.210 hadits dan merupakan salah satu perawi hadits perempuan dari 1.232 perawi hadits perempuan lainnya.

Bahkan juga terdapat sahabat-sahabat perempuan Nabi yang memberikan kontribusi pada saat di medan perang, baik mereka bekerja di garis belakang sebagai penyedia logistik dan mengobati prajurit yang terluka hingga mereka yang berada di garis depan dengan membawa senjata untuk berhadapan langsung dengan para lawan. Terdapat tokoh perempuan seperti Nusaibah binti Ka’ab yang melindungi Nabi Muhammad saat perang Uhud, juga ada tokoh perempuan lain seperti Ummu Sinan, Ummu Athiyah, dan perempuan lain yang ikut turun ke medan perang.

Berbagai hasil tersebut merupakan bukti dari kebijakan Nabi Muhammad yang dalam hal ini dapat dibilang sebagai sosok teladan yang revlusioner dalam mengangkat hak dan derajat kaum perempuan pada saat itu. Nabi Muhammad berhasil mengubah penindasan pada perempuan yang pada zaman jahiliyah dianggap sebagai aib dan penyebab keterbelakangan masyarakat menjadi perempuan sebagai manusia yang memiliki hak sama sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan.

Baca Juga  Cultural Shock, Kepanikan Pandemik dan Upaya Menghidupkan Kembali Tradisi Lama

Namun, permasalahan selanjutnya terdapat pada kondisi pasca Nabi Muhammad wafat. Sejarah mengungkapkan bahwa kedudukan perempuan setelah wafatnya Nabi Muhammad mulai menjauh dari kondisi yang ideal. Perempuan pasca Nabi Muhammad kembali dihadapkan dengan kondisi yang termaginalkan dari ruang publik. Islam pasca-Nabi Muhammad hingga saat ini masih belum sepenuhnya menghapus bias-bias patriarkhi yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Arab pra-Islam.

Lantas apakah prinsip teladan dari kisah Nabi Muhammad SAW yang dapat kita ambil untuk menghadapi hal tersebut di era saat ini? Nilai utama yang dapat dipetik dalam rangkaian kisah Nabi Muhammad yang paling utama adalah kesadaran dan pemahaman.

Kita harus menyadari dan memahami terlebih dahulu bahwa kisah Nabi Muhammad tersebut merupakan upaya untuk menegakkan visi kemanusiaan. Jika pada masa Nabi Muhammad persoalan yang dihadapi adalah praktik eksploitasi perempuan dari zaman jahiliyah, maka untuk saat ini adalah kesadaran dan pemahaman untuk bersikap adil terhadap sesama manusia karena persoalan yang serius dan sering ditemukan di era saat ini adalah ketidakadilan.

Kesadaran tersebut juga dapat ditujukan pada upaya untuk bersungguh-sungguh dan berkomitmen untuk menuntut ilmu. Kesuksesan dari tokoh-tokoh perempuan yang ada pada zaman Nabi Muhammad merupakan dampak pembebasan dari upaya yang dilakukan oleh Nabi. Namun, hal tersebut tidak berhenti sampai disitu saja, tokoh-tokoh perempuan yang hidup pada zaman Nabi Muhammad kemudian memanfaatkan kebebasan tersebut dengan mewujudkannya dalam sikap sungguh-sungguh untuk belajar dan menghadapi apa yang sedang dijalankannya.

Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya