Musyfiqur Rozi Mahasiswa Pasca-Sarjana UIN Sunan Ampel

Salam dari Binjai dan Etika terhadap Lingkungan

2 min read

Hitekno.com

Hadirnya era digital dan media sosial menawarkan berbagai kemudahan bagi para penggunanya untuk mengakses, mengeshare informasi secara tepat, mudah dan murah. Adanya media sosial dan internet dapat memudahkan segala hal apa yang dinginkan dan dilakukan dapat dilihat banyak orang, mulai dari konten positif, konten yang tak bermanfaat hingga yang negatif. Semuanya tergantung bagaimana penggunanya mengakses.

Ketika informasi yang beredar di dunia maya nyaris tak terbatas, sebagian besar masyarakat pada umumnya tidak bisa lagi membedakan, menyaring berita yang benar dan mana yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya. Atau lebih tepatnya berita hoax. Hanya karena kesamaan ideologi, kepentingan dan kesamaan sosial tertentu menjadikan manusia dapat mudah terperdaya dena mengklaim bahwa berita itu benar.

Baru baru ini, beredar video dari salah pemuda dengan slogannya “salam dari Binjai”. Isinya adalah meninju pohon pisang hingga tumbang. Konten  ini di nilai bagus dan asyik hingga ditonton jutaan kali. namun kenyataannya, konten ini kurang dari nilai pengajaran. Yakni pengajaran tentang cinta lingkungan.

Agama islam datang dan sudah sempurna untuk mengatur segala permasalahan yang ada di muka bumi. Selain hadir sebagai petunjuk, umat manusia akan selamat jika terus berpegang teguh pada al-qur’an dan hadits.

Sebagai Nabi yang menerima dan meyampaikan wahyu, juga hadir sebagai manusia yang memberi contoh kepada umatnya. Dalam hadits pernah disebutkan bahwa umatnya dianjurkan menanam pohon sekalipun esoknya adalah hari kiamat. Hal ini menjadi daya yang sangat nampak bahwa agama sangat menalarang pemeluknya untuk berbuat semena-mena dan sesuai kehendaknya di muka bumi.

Ada kode etik yang harus dijaga dan dipantang. Hal ini menyalahi kodrat dan tujuan awal manusia diciptakan. Allah menciptakan manusia sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi. Keharusan dari khalifah adalah menjaga, melindungi dan mengatur segala permasalahan yang ada di muka bumi.

Baca Juga  Jamu Anti Covid-19 Itu Memoderasikan Mental

Benar nyatanya bahwa dalam al-Qur’an disebutkan dalam surah ar-Rum (30): 41. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’’. QS. Ar-Ruum.”

Salah satu Mufassir menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di bumi tidak lain karena ulah manusia yang tidak mengutamakan etika dalam menjaga lingkungan sekitar. Demi nafsu, kepopuleran, jabatan atau bahkan cinta manusia rela melakukan apa saja. mereka lupa akan tugas dan peran yang harus dijalankan.

Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa merusak lingkungan merupakan salah satu sifat orang munafik.”Apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, Allah tidak menyukai kebinasaan.”

Sepantasnya, kita merawat dan menjaga alam sekitar, bukan merusak apalagi menghancurkan. Umumnya, manusia berbuat semena dan ketika ditegur dan disinggung tidak mau. Sebab,dirinya selalu merasa benar dan egois terhadap apa yang sebenarnya terjadi.

Harusnya, kita belajar dari pohon pisang. Pohon pisang itu, sama sekali tidak butuh tempat khusus untuk tumbuh. Maka pohon pisang bisa tumbuh dimana pun. Di tempat gersang, di tempat dingin bahkan di tempat yang hambar sekalipun pohon pisang tetap bisa tumbuh. Sama, manusia juga siap hidup dan berkembang dimana saja.

Hebatnya lagi. Pohon pisang itu tidak mau mati sebelum berbuah. Ia ingin kehadirannya di dunia ini bisa memberi manfaat sebelum ajal menjemputnya. Semasa hidupnya, pohon pisang harus terus berkarya, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain. Tidak peduli dalam keadaan apa pun. Pohon pisang hanya berjuang untuk berbuah walau ia tidak akan menikmati hasil perjuangannya. Maka begitu pun manusia seharusnya, jangan pernah meninggalkan suatu tempat tanpa meninggalkan karya yang baik. Berbuat baik di mana pun. Karena sewaktu-waktu, tiap manusia bisa saja “terpaksa” meninggalkan suatu tempat secara tiba-tiba dan tidak bisa ditunda lagi.

Baca Juga  Konsumen, Hari Konsumen Nasional, dan Situasi Anomali

Sebagai khalifah, manusia sepantas dan seharusnya mengambil hikmah yang ada di lingkungannya. Berfikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan sekali-kali berfikir tentangNya. Akal manusia terbatas, yang dipikirkan adalah dzat yang Maha tak terbatas. Sama, media sosial tidak terbatas, tergantung bagaimana kita selektif menonton, menshare dan menyaring konten. Kelak, di akhirat akan dipertanggung jawabkan segala tidak amal kita sekalipun sekecil dzurrah. Tak terkecuali membagikan konten yang titak  jelas manfaatnya. (mmsm)

Musyfiqur Rozi Mahasiswa Pasca-Sarjana UIN Sunan Ampel