KH Syafik Rofii Ketua Dewan Penasihat Badan Silaturahmi Pesantren Ulama Madura; Alumnus Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya; Mantan Wakil Bupati Bangkalan Madura [2008-2013]

Masa Depan Sarjana Agama di Tengah Pusaran Arus Teknologi

1 min read

Welcome my son, welcome to the machine…”

Pink Floyd, Welcome to the Machine

Revolusi industri tengah memasuki babak baru, atau yang kita kenal dengan istilah era Revolusi 4.0. Sebuah era yang semakin menunjukkan kedigdayaan manusia atas alam, terutama karena ditandai dengan berkembangnya teknologi mutakhir.

Kita semua sependapat bahwa kemajuan itu telah memberikan kemudahan yang tak pernah kita sangka sebelumnya. Bahkan empat tahun yang lalu, ketika Anda semua masih menjadi mahasiswa baru, tidak pernah menyangka akan lulus dan diyudisiumkan dalam format daring seperti sekarang ini.

Bayangkan jika dalam situasi pandemi seperti saat ini kita masih belum memasuki era Revolusi 4.0, atau belum ada teknologi virtual yang menyediakan ruang perjumpaan seperti yang kita lakukan sekarang, tentu regenerasi SDM akan mandek, dan akan banyak sektor produktif kosong, yang kemungkinan terburuknya akan berimplikasi pada jumudnya peradaban manusia.

Namun, di samping kemanfaatan yang tiada tara itu, disadari atau tidak, kemajuan teknologi, terutama di bidang industri, telah dan akan terus menyingkirkan manusia. Manusia bukan saja akan teralienasi dari karyanya, tetapi juga teralienasi dari pekerjaannya.

Kenyataan itu bahkan sudah terjadi ketika revolusi industri yang pertama berlangsung di Inggris. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh tangan manusia digantikan oleh tenaga mesin, sehingga menimbulkan gelombang PHK yang cukup tinggi. Ancaman yang sama juga bisa terjadi kepada kita semua, apabila kita tidak mempersiapkan diri menghadapi zaman.

Lantas, bagaimana dengan nasib sarjana agama atau lulusan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang orientasi pengajarannya sangat sedikit—bahkan mungkin tidak sama sekali—bersinggungan dengan pengetahuan berbasis teknologi?

Pertanyaan itulah yang saat ini penting untuk dipikirkan, tidak saja oleh calon sarjana agama sendiri, melainkan juga oleh penyelenggara pendidikan.

Baca Juga  Islam Agama Universal bagi Umat Manusia

Untuk menjawab pertanyaan itu, kita bisa mulai dengan mempertanyakan kembali aspek aksiologis dari diskursus sains dan teknologi. Benarkan teknologi selama ini telah menjawab kebutuhan manusia? Ataukah justru sebaliknya, ia semakin memperlebar kesenjangan dengan hanya memenuhi keinginan segelintir manusia sekaligus memarjinalisasi sebagian besar manusia yang lain?

Dari dua masalah itu, kita akan bisa menemukan posisi tawar filsafat dan agama, yakni sebagai moralitas sains dan teknologi.

Posisi agama dan filsafat sebagai moralitas sains-teknologi mempunyai maksud dan tujuan untuk memastikan orientasi pengembangan sains dan teknologi semata-mata demi kemaslahatan umat, dan bukan untuk mempercepat kehancuran peradaban manusia, seperti eksploitasi atas alam untuk kepentingan korporasi maupun pengembangan teknologi nuklir untuk mempersiapkan peperangan.

Ketika agama dan filsafat telah menemukan posisinya sebagai moralitas sains dan teknologi, maka keberadaan sarjana agama menjadi sangat penting bagi masyarakat. Alih-alih tersingkir, ia akan terus ada dan bertahan bahkan di tengah pusaran arus teknologi.

Sebagaimana judul lagu yang saya kutip di atas, Pink Floyd berharap bahwa sekolah (atau kampus) dapat melahirkan para pemikir yang kritis dan pribadi yang kreatif agar mereka dapat bereksplorasi, karena mereka adalah tonggak bangsa bukanlah bahan bakar (…..You’ve been in the pipeline, filling in time–Provided with toys and Scouting for Boys….. So welcome to the machine).

Harapannya, para sarjana dapat menemukan apa yang harus dihadapi dengan relativitas kemampuannya juga medan realitas yang mengharuskannya hidup hingga dapat tumbuh berbunga dan berbuah. Maka, selamat menjadi sarjana yang kritis serta mampu memberikan kemanfaatan untuk umat manusia.

Disampaikan dalam acara Yudisium 91 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat 2020

Editor: MZ

KH Syafik Rofii Ketua Dewan Penasihat Badan Silaturahmi Pesantren Ulama Madura; Alumnus Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya; Mantan Wakil Bupati Bangkalan Madura [2008-2013]