Memahami Sains Lebih Jauh: Dari Problem Netralitas hingga Emansipasi
Tanpa sains, emansipasi menjadi tak lebih dari desas-desus belaka, dan tanpa emansipasi, sains menjadi kerja-kerja ilmiah yang tak ada gunanya.
Tanpa sains, emansipasi menjadi tak lebih dari desas-desus belaka, dan tanpa emansipasi, sains menjadi kerja-kerja ilmiah yang tak ada gunanya.
Mempertentangkan antara filsafat, sains, dan agama adalah hal yang membuang waktu-waktu saja. Ketiganya sama-sama memiliki fungsi untuk menunjang kehidupan yang lebih baik.
Banyak karya yang menarasikan bahwa cinta mati kesedihannya sanggup mengeringkan cadangan air mata. Padahal, itu hanya fase jatuh cinta yang hanya berumur dua sampai tiga tahun. Di fase ini, orang tidak membicarakan realitas hidup, hingga muncul lah istilah, “cinta itu buta”
Dalam komunitas sains (juga para pengagum sains) tidak luput sikap Qutbisme, di saat seseorang telah merasa bahwa satu-satunya alat meraih kebenaran hanyalah sains, dan yang di luar sains itu sesat dan jahiliah.
Bisakah kita bayangkan bahwa para sarjana Muslim yang ahli agama dan teknologi tetapi miskin “kreatifitas”, “ekstetika”, dan “imajinasi” dalam setiap karyanya.
Jadi benarkah bahwa ‘agama-agama old’ bakal musnah ditinggal para pengikut atau berubah menjadi agama baru berbasis teknologi dan kecerdasan buatan ? Bagaimana pula Islam menjadi model agama yang masih relevan dianut ‘manusia hibrid’ hasil rekayasa sains ? Ataukah semua syariah harus melakukan re-start atau meng-instal kembali agar tetap bisa bertahan.
Kalau isme-isme yang lain, misalnya Komunisme diartikan oleh KBBI sebagai “Paham atau ideologi" tetapi mengapa Pluralisme hanya diartikan “keadaan masyarakat”?
Sebenarnya, hubungan agama dan sains tidak sepatutnya hanya beraroma konflik, ada beberapa model komunikasi yang lebih konstruktif dan kita sebagai orang beriman punya modal untuk melangkah lebih jauh
Sains hanya menggantikan posisi agama sebagai sistem di masyarakat sebagaimana “agama civil” menggantikan ritual gereja di acara-acara kenegaraan di USA, tetapi ia tidak bisa menggantikan agama “formal” sebagai “ziet giest”.
Sikap yang mengagungkan bidang sendiri tidak akan membawa kita ke mana-mana. Uraian saya di atas juga bukanlah sebuah pengagungan filsafat. Itu adalah sebuah upaya untuk memperlihatkan garis demarkasi dan tugas serta fungsi kedua disiplin ilmu tersebut.