RUU PPRT Sebagai Landasan Penguatan Hak Konstitusional Perempuan Bekerja

2 min read

Negara Indonesia merupakan negara yang jumlah PRT (Pekerja Rumah Tangga) nya tinggi. Tetapi, sebagian orang masih memandang PRT hanya sebelah mata saja. Padahal PRT perannya sangat banyak yaitu menyelesaikan semua pekerjaan yang ada di rumah. Pekerja rumah tangga sudah saatnya mendapatkan pengakuan dari negara. Sebagai penopang keluarga-keluarga produktif yang bekerja di berbagai sektor, pekerja rumah tangga berhak mendapatkan perlindungan dan pengakuan dari negara atas kontribusinya selama ini.

Berbagai kasus kekerasan dan penyiksaan sering terjadi kepada PRT, apalagi kepada PRT yang masih anak-anak. Undang-Undang yang tak kunjung disahkan membuat PRT tidak memiliki perlindungan secara hukum. Maka dari itu, mendukung perjuangan Pekerja Rumah Tangga melalui RUU PPRT adalah bagian pekerjaan kemanusiaan.

Pada tahun 2009, JALA PRT (jaringan advokasi nasional pekerja rumah tangga) menyatakan jumlah PRT yang ada di Indonesia mencapai 10.744.877, terhitung 30% diantaranya adalah Pekerja Rumah Tangga yang masih Anak. Perhitungan tersebut juga diperkuat dengan data dari Sakernas pada tahun 2020 yang mencatat, dari 3,36 juta anak bekerja, 1,17 juta di antaranya bekerja sebagai PRT.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 yang telah meratifikasi dari Konvensi ILO (International Labour Organization) yang terletak pada no.182 menjelaskan pada dasarnya PRT termasuk sebagai kategori profesi yang terlarang dilakukan oleh anak di bawah 18 tahun. Mengingat di usia tersebut dapat memberikan dampak buruk pada tumbuh kembang anak, karena pada dasarnya usia anak adalah usia bermain dan sekolah. Selain itu, anak-anak adalah kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan fisik, psikis, seksual, dan perdagangan orang.

Di Indonesia kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan masih sering di alami oleh PRTA (Pekerja Rumah Tangga Anak). Banyaknya sikap diskriminasi yang PRT terima tentu membuat hak PRT penting untuk di perjuangkan. Sebab hal ini sudah menyangkut diskriminasi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), Perempuan dan Anak. Dikuatkan dengan pasal 64 UU Nomor 39, yaitu :

Baca Juga  Di balik Kebahagiaan Ada Mantan yang Menyesal (2)

“Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan, perilaku, kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan, fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritual”– pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

UU PPRT hadir sebagai payung hukum yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap PRT dan merupakan bentuk keseriusan Negara. Terutama dalam upaya penegakan Hak Asasi Manusia termasuk di dalamnya hak asasi anak.

Hadirnya UU PPRT juga bertujuan untuk menyempurnakan nilai-nilai kebudayaan dan praktik baik yang sudah terjadi di masyarakat. Yakni dengan menambahkan nilai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. UU PPRT juga menghendaki adanya perjanjian kerja secara legal formal atau tertulis dan disetujui oleh kedua belah pihak. Perjanjian tersebut mengatur hak dan kewajiban PRT maupun pemberi kerja. Dengan adanya UU PPRT, menjadikan kedua belah pihak baik PRT maupun Pemberi Kerja akan menjalani hari-hari dengan penuh keharmonisan, kedamaian dan mendapatkan berbagai manfaat.

Komnas Perempuan hadir juga untuk mendukung, mendorong dan mewujudkan Relasi Kerja yang Adil dan Setara. Salah satunya yakni dengan percepatan pengesahan terhadap Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Begitupun dengan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II secara tegas juga ikut mendorong agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan. Karena para pekerja mempunyai hak-hak untuk mendapatkan upah yang layak, mendapatkan perlindungan dan terhindar dari segala bentuk kekerasan.

Artinya dukungan setiap elemen terus memperkuat upaya rancangan hukum. Tidak hanya itu RUU PPRT juga akan mengatur skema perjanjian kerja yang lebih berkekuatan hukum, antara pemberi kerja dengan PRT. Aturan-aturan di dalam RUU PPRT itu akan menciptakan kejelasan kerja untuk mencegah eksploitasi terhadap PRT. Begitu juga sebaliknya, yaitu untuk meghindari anak majikan yang dalam beberapa kasus menjadi korban.

Baca Juga  Melihat Fenomena Baju Baru dalam Perayaan Idulfitri dengan Pemikiran Lyotard

Selain itu, RUU PPRT justru menyempurnakan nilai- nilai tersebut. Yakni dengan menambahkan nilai-nilai penghormatan terhadap hak asasi manusia lebih bermartabat dan menjauhkan segala bentuk perbudakan moderen di era sekarang. Mari bersatu memberi dukungan, dan menyuarakan pengesahan RUU PPRT untuk Indonesia yang semakin inklusif dan berkeadilan sosial.

Dengan pengesahan Rancangan Udang- Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) ini, menjadi pembaruan hukum karena sebelumnya tidak ada UU yang mengatur profesi PRT. Selain itu, ada reformasi hukum mengenai perempuan, karena profesi PRT mayoritas adalah perempuan. RUU PPRT akan memberi perlindungan kaum perempuan, PRT, dan kaum marjinal yang selama ini belum terlindungi.

UU PPRT menempatkan pekerjaan rumah tangga sebagai kerja yang layak dan penuh tanggung jawab, serta memanusiakan PRT sebagai pekerja. Hal ini akan berdampak pada penguatan pembangunan manusia perempuan Indonesia, sebagai kelompok yang hari ini masih mendominasi berprofesi sebagai PRT.

Pada 21 Februari 2023, panitia kerja RUU PPRT yaitu Willy Aditya mendesak pimpinan DPR ke MKD karena draf PPRT tidak digubris. Kemudian Pada 21 Maret 2023 RUU PPRT menjadi Usul Inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna sidang DPR di Senayan Jakarta. Usai disahkan sebagai RUU Inisiatif, RUU PPRT masih akan melalui sejumlah tahapan sebelum ditetapkan sebagai undang-undang (UU). RUU ini akan dibahas bersama pemerintah dan komisi terkait. Pemerintah nantinya akan menyiapkan daftar inventarisir masalah (DIM) sebelum RUU tersebut dibahas dengan DPR kembali.