Dewasa ini kemajuan teknologi telah berkembang dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengubah tatanan industri, masyarakat, dan kehidupan manusia. Mulai dari munculnya mesin-mesin canggih hingga perkembangan teknologi AI (kecerdasan buatan), umat manusia telah menyaksikan kemajuan yang luar biasa, tetapi juga menghadapi tantangan dan risiko yang genting berkaitan kelangsungan hidup mereka, khususnya pada bidang pekerjaan.
Ketika otomatisasi terus menggantikan pekerjaan tradisional dan meminggirkan kemampuan manusia, kebutuhan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia di tengah penganeksasian teknologis menjadi semakin penting.
Mesin-mesin canggih, yang ditandai dengan desain rumit dan fungsionalitas canggih, telah mengubah berbagai sektor, mulai dari manufaktur hingga perawatan kesehatan. Alat berat ini memiliki peningkatan presisi, efisiensi, dan produktivitas, sehingga memungkinkan sebuah tugas dilakukan dengan kecepatan dan akurasi lebih tinggi.
Robotika, misalnya, telah merevolusi jalur perakitan, menyederhanakan proses produksi, dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya. Demikian pula dalam layanan kesehatan, sistem bedah robotik telah meningkatkan kemampuan profesional medis, memungkinkan bedah minimal invasif dan meningkatkan hasil akhir pasien.
Namun, seiring dengan kemajuan ini, kebangkitan teknologi AI telah mengantarkan era baru otomatisasi dan komputasi kognitif. Algoritma AI, yang disokong kumpulan dan jaringan data raya, menunjukkan kemampuan kognitif mirip manusia, termasuk pembelajaran, penalaran, dan pengambilan keputusan.
Teknologi transformatif tersebut telah merambah ke berbagai bidang dan lini kehidupan, mulai dari keuangan hingga transportasi, sehingga itu mendorong tingkat efisiensi dan inovasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kendaraan autopilot, misalnya, telah lama menengarai revolusi sistem transportasi, mengurangi kecelakaan dan mengoptimalkan arus lalu lintas melalui analisis data dan pengambilan keputusan secara real-time.
Terlepas dari pencapaian luar biasa ini, proliferasi otomatisasi berbasis AI menimbulkan risiko signifikan terhadap kelangsungan hidup manusia, khususnya di bidang ketenagakerjaan. Saat mesin dan algoritma semakin banyak melakukan tugas-tugas yang biasanya dilakukan oleh manusia, terdapat kekhawatiran yang semakin besar mengenai hilangnya lapangan pekerjaan dan gangguan ekonomi.
Tak pelak, tugas-tugas rutin dan berulang sangat rentan terhadap otomatisasi, yang menyebabkan lenyapnya lini pekerjaan di sektor-sektor seperti manufaktur, ritel, dan layanan pelanggan. Selain itu, munculnya teknologi kognitif yang didukung AI mengancam otomatisasi tugas-tugas yang dulunya dianggap eksklusif bagi aspek kognitif manusia, termasuk profesi berbasis pengetahuan seperti hukum, kedokteran, dan keuangan.
Pengaruh meluasnya otomatisasi tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga mencakup dampak sosial yang lebih luas seperti ketimpangan pendapatan, keterasingan sosial, dan hilangnya tujuan hidup. Aneksasi bidang pekerjaan manusia tidak hanya membahayakan mata pencaharian, melainkan juga merusak tatanan sosial, memperburuk kesenjangan yang ada, dan menumbuhkan kemarahan.
Selain itu, terkikisnya struktur ketenagakerjaan tradisional memerlukan perubahan paradigma dalam pendidikan dan pengembangan tenaga kerja, karena setiap individu harus memperoleh keterampilan dan kompetensi baru agar tetap relevan di tengah himpitan pasar tenaga kerja yang semakin otomatis.
Di tengah tantangan-tantangan itu, menjaga kelangsungan hidup manusia memerlukan pendekatan multifaset yang memperhatikan dimensi sosial dan etis dari kemajuan teknologi.
Pertama, mendiseminasikan literasi teknologi dan keterampilan digital sangatlah penting untuk memberdayakan individu agar dapat menavigasi kompleksitas era digital secara efektif. Sistem pendidikan harus memprioritaskan pendidikan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), dan mendorong inisiatif pembelajaran seumur hidup supaya individu terbekali dengan keterampilan yang diperlukan untuk angkatan kerja di masa depan.
Kedua, kebijakan dan peraturan yang proaktif sangat penting untuk memitigasi dampak buruk otomatisasi dan memastikan hasil yang adil bagi semua pihak. Hal ini mencakup langkah-langkah seperti program pelatihan di era teknologi dan reformasi pasar tenaga kerja yang bertujuan meningkatkan ketahanan ekonomi dan ketercakupan sosial.
Selain itu, kerangka kerja dan pedoman etis harus ditetapkan untuk mengatur pengembangan dan penerapan teknologi AI demi memastikan transparansi, akuntabilitas, dan prinsip desain yang berorientasi pada manusia.
Lebih lanjut, menumbuhkan budaya inovasi dan kewirausahaan, tak dapat dielak, dapat merangsang penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di industri-industri baru sekaligus menumbuhkan ketahanan dalam menghadapi disrupsi teknologi.
Pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan industri seyogianya berkolaborasi memberi insentif pada penelitian dan pengembangan di berbagai bidang seperti energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, dan inovasi layanan kesehatan, sehingga dapat menciptakan peluang baru bagi kognisi dan kreativitas manusia.
Pada akhirnya, menjamin kelangsungan hidup manusia di tengah aneksasi teknologis terhadap pekerjaan-pekerjaan manusia memerlukan upaya bersama untuk memanfaatkan potensi transformatif dari kemajuan teknologi sembari memitigasi risiko dan tantangan di dalamnya.
Dengan mengembangkan pendekatan teknologi yang berorientasi pada manusia, yang didasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan, ketercakupan, dan tanggung jawab etis, kita dapat menciptakan masa depan di mana teknologi berfungsi sebagai katalisator bagi kemajuan umat manusia, bukan malah sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.
Melalui tindakan kolektif dan pandangan optimis ke depan, kita dapat menavigasi kompleksitas era digital dan membangun masyarakat yang lebih tangguh untuk menyiapkan generasi mendatang.