Faizatul Hidayah Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya

Transformasi Pemikiran pada Masyarakat Modern dalam Teori Positivisme Auguste Comte

3 min read

sumber: kumparan.com

Auguste Comte adalah seorang filsuf Prancis yang hidup pada abad ke-19. Dia dikenal sebagai bapak positivisme, sebuah pendekatan filosofis yang menekankan pentingnya metode ilmiah dan observasi dalam memahami dunia.

Comte mengembangkan konsep “hukum tiga tahap”, yang menyatakan bahwa perkembangan pengetahuan manusia melalui tiga tahap: tahap teologis, tahap metafisika, dan tahap positif. Karyanya yang paling terkenal adalah Course in Positive Philosophy dan System of Positive Polity (Sistem Politik Positif).

Comte meninggal pada tahun 1857, tetapi warisannya dalam pengembangan metodologi ilmiah dan sosiologi terus berpengaruh hingga hari ini. Comte adalah tokoh utama dalam pengembangan positivisme, sebuah pandangan filosofis yang menekankan pentingnya pengamatan empiris, eksperimen, dan metode ilmiah dalam memahami dunia. Menurut Comte, pengetahuan harus bersumber dari fakta empiris yang dapat diamati dan diukur.

Pola Pikir Masyarakat Sebelum Zaman Modern

Sebelum zaman modern, pola pikir masyarakat sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, agama, dan kepercayaan tradisional. Sebagian besar masyarakat sebelum zaman modern cenderung memiliki pandangan teologis atau mitologis terhadap dunia. Mereka menjelaskan fenomena alam dan peristiwa sosial dengan mitos, legenda, dan keyakinan agama.

Dewa-dewa dan kekuatan gaib sering kali menjadi pusat penjelasan atas peristiwa alam dan nasib manusia. Otoritas dan hierarki tradisional memainkan peran besar dalam mengatur masyarakat. Kepemimpinan sering kali didasarkan pada garis keturunan, status sosial, atau kedudukan dalam struktur keagamaan. Kekuasaan politik dan agama sering kali bersatu dalam satu entitas.

Pada kala itu, masyarakat cenderung memiliki orientasi kolektivis, di mana kepentingan kolektif dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan diutamakan daripada kepentingan individu. Solidaritas sosial dan kohesi kelompok sangat penting. Pikiran masyarakat cenderung statis, dengan sedikit perubahan yang diharapkan atau diinginkan.

Baca Juga  Peleburan Sekat Akademik PTKI: Refleksi Forum Tadarus Litapdimas

Metode ilmiah atau pengamatan sistematis memang jarang digunakan karena masyarakat lebih mengandalkan kepercayaan pada kekuatan supranatural, sihir, atau praktik keagamaan untuk menjelaskan fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat.

Masyarakat pramodern cenderung memiliki kepercayaan kuat pada kekuatan supranatural, seperti dewa-dewi, roh nenek moyang, atau kekuatan alam gaib lainnya. Mereka menganggap bahwa fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat disebabkan oleh campur tangan entitas gaib ini.

Sihir dan praktik keagamaan, seperti penggunaan mantra, ramalan, atau ritual pengorbanan, sering digunakan untuk memohon bantuan atau perlindungan dari kekuatan supranatural. Upacara keagamaan dan ritual-ritual adat juga memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai ungkapan rasa syukur, upaya memohon keberkahan, atau untuk mengusir roh jahat.

Masyarakat pramodern cenderung sangat menghormati dan mematuhi tradisi dan adat istiadat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Cara berpikir masyarakat pramodern sering kali dipengaruhi oleh mitos dan cerita rakyat yang diwariskan secara lisan. Mereka memandang dunia melalui lensa simbolis dan mitologis.

Konsep-konsep seperti kekuatan alam, kebaikan dan kejahatan, atau siklus kehidupan dan kematian sering kali dijelaskan melalui narasi mitologis yang kaya akan simbol dan metafora. Keterbatasan pengetahuan dan akses informasi juga memengaruhi cara masyarakat pramodern memahami dunia.

Mereka tidak memiliki akses yang luas terhadap sains atau pengetahuan modern. Sebagai gantinya, pengetahuan mereka lebih didasarkan pada pengalaman langsung, cerita rakyat, dan interpretasi spiritual. Meskipun ada variasi antara budaya dan masyarakat pramodern, ciri-ciri ini sering kali menjadi karakteristik umum yang mencirikan cara berpikir dan memahami dunia sebelum zaman modern.

Transformasi Pemikiran Masyarakat Modern

Perkembangan teknologi seperti internet, media sosial, dan kecerdasan buatan telah mengubah cara masyarakat memperoleh, mengolah, dan menyebarkan informasi. Akses cepat dan mudah ke informasi telah meningkatkan kesadaran akan isu-isu global dan lokal serta memungkinkan dialog lintas budaya dan batas geografis.

Baca Juga  Satgas Covid Santri Menghadapi Serangan Covid Gelombang Ke-3 bagi Dunia Pesantren Kita (2)

Kemampuan untuk berkomunikasi secara instan dan berbagi pandangan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang telah membuka pintu untuk pertukaran ide yang lebih luas. Integrasi ekonomi, budaya, dan politik antar negara telah membawa perubahan signifikan dalam cara masyarakat memandang identitas, keberagaman, dan interaksi antar budaya.

Perkembangan media dan teknologi transportasi telah memfasilitasi pertukaran budaya, nilai, dan ideologi, yang dapat mengubah perspektif masyarakat terhadap masalah-masalah global seperti perdamaian, keadilan, dan kemiskinan.

Peningkatan akses terhadap pendidikan dan pengetahuan telah mendorong pemikiran kritis, penelitian, dan inovasi di kalangan masyarakat. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka peluang baru dan memperluas cakrawala pemikiran, terutama dalam bidang seperti sains, teknologi, dan kesehatan.

Transisi dari ekonomi berbasis industri ke ekonomi berbasis pengetahuan telah mengubah pandangan masyarakat terhadap nilai kerja, pendapatan, dan kesuksesan. Globalisasi ekonomi telah menciptakan tantangan dan peluang baru bagi individu dan masyarakat dalam hal mobilitas sosial, distribusi kekayaan, dan keadilan ekonomi.

Transformasi pemikiran masyarakat modern merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor-faktor ini, yang terus berubah seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini menuntut adaptasi dan pemikiran kritis dalam menghadapi tantangan dan peluang yang muncul di era globalisasi dan teknologi digital.

Sudut Pandang Teori Positivisme Auguste Comte

Auguste Comte adalah seorang filsuf Prancis yang dianggap sebagai bapak positivisme, sebuah pendekatan filosofis yang menekankan pada pengamatan empiris dan metode ilmiah dalam memahami dunia.

Sudut pandangnya terhadap transformasi pemikiran masyarakat modern sangat dipengaruhi oleh keyakinannya bahwa masyarakat melalui tiga tahap perkembangan: tahap teologis, tahap metafisika, dan tahap positif.

Dalam pandangan Comte, masyarakat modern berada dalam tahap positif, yang ditandai oleh pengakuan terhadap kekuatan hukum alam dan penolakan terhadap penjelasan supernatural atau metafisika.

Baca Juga  Musuh Kebebasan Pers, Buzzer atau Segelintir Pemilik Modal?

Transformasi pemikiran masyarakat modern menurut Comte adalah pergeseran dari pandangan teologis dan metafisika menuju pemahaman yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Comte meyakini bahwa transformasi ini merupakan langkah menuju kemajuan dan harmoni sosial. [AR]

Faizatul Hidayah Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya