Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com

Mencari Kebenaran di Era Informasi dalam Perspektif Islam

2 min read

Di dunia yang serba cepat saat ini, informasi dapat menyebar lebih cepat dari kedipan mata. Dengan munculnya internet dan media sosial, kita tahu bahwa berita, opini, dan rumor dapat beredar dengan cepat dan menyebar secara berlimpah ruah, sehingga sulit untuk membedakan fakta dari fiksi.

Di tengah banjir informasi seperti ini, Islam menawarkan panduan berharga tentang cara mencari kebenaran, memberikan pedoman moral dengan menekankan pentingnya kebenaran, kejujuran, dan integritas. Kita akan mengeksplorasi bagaimana Islam mendorong pencarian kebenaran, terutama dalam menghadapi informasi hoaks.

Fondasi rujukan umat Islam adalah Al-Qur’an, dan Al-Qur’an berulang kali menekankan pentingnya kebenaran dan kejujuran. Dalam surah al-Baqarah [2]: 42, disebutkan, “Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.”

Ayat tersebut menggarisbawahi kewajiban untuk memisahkan kebenaran dari kebatilan dan menyampaikan kebenaran secara terbuka, meskipun hal tersebut mungkin tidak nyaman baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Setiap muslim didorong untuk jujur dalam perkataan dan tindakannya, dan Islam menjadikan kejujuran sebagai bagian prinsipiil dari moralitas.

Islam tidak hanya mendorong kejujuran tetapi juga menekankan pentingnya pemikiran kritis dan eksplorasi keingintahuan. Al-Qur’an mengajak orang-orang beriman untuk merenungkan tanda-tanda Tuhan di alam semesta, bertanya, dan mencari ilmu. Dalam surah al-Mulk [67]: 10, dikatakan, “Dan mereka berkata, ‘Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.’”

Ayat tersebut menyoroti keinginan mendapatkan kesempatan kedua untuk mencari kebenaran dan merengkuh kenyataan yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mampu melakukan refleksi secara kritis dan perbaikan diri, termasuk dalam hal pencarian kebenaran. Berpikir kritis merupakan komponen penting dalam mencari kebenaran, karena itulah cara dalam mendorong individu untuk—bukan sekadar bertanya, melainkan juga—mempertanyakan informasi yang mereka temui dan mencari sumber yang dapat dipercaya.

Baca Juga  Daging Kambing, Mendoan dan Secangkir Kopi Pahit untuk Gus Dur

Di dunia di mana misinformasi dan hoaks dapat menyebar dengan sekejap, verifikasi informasi sangatlah penting. Dalam konteks ini Islam mengajarkan gagasan memverifikasi fakta sebelum menerimanya sebagai kebenaran. Nabi Muhammad diriwayatkan pernah bersabda, “Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila menceritakan segala hal yang dia dengar” (HR. Muslim). Sabda Nabi ini menggarisbawahi pentingnya menguatkan informasi dan tidak menerima secara membabi buta segala sesuatu yang didengar atau dibaca.

Di era digital, kompas semacam itu menjadi jauh lebih relevan ketimbang sebelumnya. Sebelum menerima atau membagikan informasi, penting untuk memeriksa fakta, melakukan referensi silang, dan mengevaluasi kredibilitas informasi. Dengan melakukan hal ini, seseorang telah bersumbangsih memberi hilir-mudiknya informasi yang lebih akurat dan kredibel.

Islam mengajarkan pula bahwa mencari kebenaran bukan hanya tugas pribadi, melainkan juga bagian dari tanggung jawab etis. Umat Islam didorong untuk membela keadilan dan menjunjung kebenaran, meskipun hal itu mungkin menyulitkan. Dalam surah al-Nisa [4]: 135, Tuhan berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri,”

Ayat tersebut menekankan pentingnya bersikap adil dan jujur, meskipun itu berarti memberikan kesaksian yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri. Hal ini menjadi pengingat bahwa menegakkan kebenaran dan keadilan merupakan kewajiban etis dalam Islam.

Artinya, Islam meletakkan tanggung jawab etis untuk membela kebenaran dan keadilan bahkan dalam pergaulan kita di dunia maya. Dengan kata lain, setiap individu mempunyai kewajiban untuk mengoreksi informasi yang salah dan tidak malah menyebarkan informasi palsu dengan sengaja. Kewajiban ini juga berlaku di ruang digital atau media sosial, di mana berbagi informasi palsu dapat menimbulkan konsekuensi di dunia nyata.

Baca Juga  Bolehkah Berpoligami jika Alasannya Ingin Menolong Nyawa Perempuan?

Lebih jauh, dalam Islam, niat di balik mencari kebenaran juga sama pentingnya. Nabi Muhammad diriwayatkan telah bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niat dan setiap orang akan mendapatkan seperti apa yang dia niatkan” (HR. Bukhari-Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa keikhlasan niat seseorang memegang peranan penting dalam menentukan keutamaan perbuatannya.

Dalam mencari kebenaran, niatnya harus murni, yaitu berpedoman pada keinginan untuk menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi prinsip kejujuran serta integritas moral. Mencari kebenaran untuk kepentingan pribadi atau untuk kepentingan kelompok tertentu tentunya bertentangan dengan ajaran Islam.

Dengan kata lain, niat di balik mencari kebenaran sangatlah penting. Penting untuk mencari kebenaran demi keadilan, integritas, dan kebaikan yang lebih besar, daripada keuntungan pribadi atau bias tertentu. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip etika Islam.

Pada akhirnya, mengingat maraknya misinformasi dan hoaks di era digital, amat krusial bagi setiap individu untuk menyikapi informasi secara kritis dan bertanggung jawab. Islam memberikan peta jalan untuk mengatasi masalah ini, sehingga di era internet pun ajaran Islam terus menemukan relevansinya.

Pada pokoknya, setiap individu didorong untuk memverifikasi informasi sebelum menerimanya sebagai fakta. Hoaks dapat dihindari melalui pengecekan fakta, melakukan referensi silang dari pelbagai sumber yang dapat dipercaya, dan menilai keandalan informasi secara kritis.

Ringkasnya, Islam menekankan pencarian kebenaran sebagai prinsip fundamental. Dalam proses pencarian ini, di antara hal yang mesti dilakukan adalah berpikir kritis, memverifikasi informasi, dan bertanggung jawab etis untuk memegang kejujuran dan meneguhkan kebenaran.

Di zaman di mana misinformasi dapat menyebar dengan cepat, ajaran Islam tetap dapat menjadi panduan berharga bagi muslim untuk menavigasi kehidupan luring serta, dan terutama, kehidupan daringnya agar dapat membedakan fakta dari fiksi. Dengan melakukannya sedemikian rupa, setiap muslim dapat berkontribusi bagi masyarakat luas karena telah menciptakan lingkungan yang jujur dan ruang yang berpijak pada kebenaran, bukan kepalsuan.

Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com